Hari Minggu 25 Mei 2025, pukul 08.30 kami rombongan dari Kompasianer Penggila Kuliner (KPK) dan Komunitas Traveller Kompasiana (KOTeKA) berkumpul di depan Stasiun Tangerang. Kira-kira ada apakah gerangan kami pagi-pagi sudah ada di Tangerang?! Ya kami sedang menunggu kedatangan dari Benteng Walking Tour, Elsa Novia Sena sebagai Tour Leader kita hari ini akan membawa kita untuk menjelternyajahi Pasar Lama. Ternyata acara penjelajahan ini diikuti banyak peserta sekitar ada 30 orang yang terkumpul lalu dibuatlah menjadi 2 kelompok dalam perjalanan walking tour kami. Saya sendiri masuk ke dalam kelompok pertama yang akan berjalan bersama Kak Elsa. Diawali dengan mengulik tentang sejarah Stasiun Kota Tangerang terlebih dahulu. Siapa menyangka stasiun yang biasa saya datangi dengan tergesa-gesa karena tidak mau ketinggalan kereta merupakan salah satu Cagar Budaya yang didirikan pada 2 Januari 1889. Stasiun Tangerang menjadi stasiun terakhir pada lintasan kereta api Jakarta-Tangerang.
Selanjutnya dari Stasiun Tangerang kita berjalan terus menuju tempat pembuatan kecap yang cukup terkenal di Tangerang yaitu kecap Benteng SH. Kecap Benteng SH atau Siong Hin sudah diproduksi sejak tahun 1920 di kota Tangerang. Pemilik kecap ini adalah Lo Tjit Siong dan sampai saat ini masih diteruskan oleh keturunannya. Rasanya yang gurih, harum dan manis menjadi pilihan banyak orang dengan komposisi rempah-rempah seperti ketumbar, bunga lawang, kayu manis, gula kelapa membuat gurih dan enak ketika disantap bersama makanan lainnya. Selanjutnya tidak jauh dari tempat pembuatan kecap Benteng SH kita mampir ke tempat penyimpanan kecap yang namanya memang masih kurang familiar di Tangerang namun ternyata dulunya Kecap yang punya kemiripan nama dari kecap sebelumnya merupakan kecap legend di Tangerang. Â Kecap Benteng Tulen Teng Giok seng merupakan produksi rumahan yang sudah berdiri sejak tahun 1882.
Dari Tempat pembuatan kecap lalu rombongan berjalan kembali menuju Masjid Jami KaliPasir dan Toa Pekong Air. Masjid Jami KaliPasir sendiri mempunyai sejarah keIslaman di Tangerang yang cukup panjang. Masjid tersebut sudah berumur lebih dari 400 tahun. Tidak jauh dari Masjid Jami KaliPasir terdapat makam istri Sultan Ageng Tirtayasa di halaman Masjid tersebut.
- Membuat dan Makan Bakcang, yaitu makanan yang terbuat dari beras ketan yang berisi daging, jamur dan dibungkus dengan daun bambu.
- Lomba Perahu Naga
- Mendirikan Telur diadakan pada tanggal 5, bulan kelima yang dimana menurut kepercayaan Tionghoa pada tanggal tersebut disebut hari twan yaitu bumi dan matahari berada dalam satu garis lurus yang dapat menghasilkan energi positif besar di bumi. Tradisi mendirikan telur  mentah dianggap berkah dari langit.
- Mandi di sungai
- Menangkap Bebek yang dilepas ke sungai sebagai simbol pembuangan sifat negatif dari dalam diri. Selain itu juga terkadang ada ikan lele atau kura-kura.
Bukan hanya menjelaskan tentang tradisi Cina Benteng, Kak Elsa juga menerangkan tentang sejarah Kota Benteng yaitu sebutan Kota Tangerang zaman dahulu. Mengapa dulu disebut Kota Benteng?? Karena dulunya terdapat sebuah Benteng yang dipakai oleh Kesultanan Banten yang saat itu bermukim untuk melindungi dari serangan Belanda yang berada di Batavia. Di sekitar Benteng ini juga terdapat pemukiman orang Makassar seperti suku Bugis yang dibawa oleh Belanda saat itu maka tak heran apabila terdapat wilayah yang dinamakan Benteng Makassar.
Perjalanan rombongan kami tidak berhenti sampai disitu saja, kami berjalan lagi masuk ke dalam Pasar Lama dan sampailah kami di Roemboer atau dulu disebut Tangga Ronggeng. Pada zaman dahulu masih terdapat tangga ronggeng didalamnya tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Bangunan dua lantai Roemboer ini pernah digunakan sebagai sarang Burung Walet tampak jelas di arsitektur rumah terdapat gambar Burung Wallet.
Persis di depan Roemboer terdapat rumah Oey Kim Tiam (OKT) yaitu salah seorang translator novel Silat yang terkenal pada zaman dahulu. Banyak buku Silat yang sudah beliau terjemahkan dari bahasa Hokian ke bahasa Melayu. Beliau lahir tahun 1903 dan meninggal tahun 1995. Tidak jauh dari Roemboer dan rumah OKT terdapat Kelenteng Boen Tek Bio. Klenteng Boen Tek Bio dibangun pada 1684, dan hanya mengalami 1 kali renovasi pada tahun 1844. Dihalaman depan akan melihat dua patung Singa, menara pembakaran kertas sembahyang bercat merah ada di sisi kanan dan kiri halaman. Ditengahnya terdapat pendupaan atau hiolo utama. Bangunan utama Kelenteng terdiri dari ruang dewa utama yang dikelilingi oleh serambi  dewa dewi. Kelenteng Boen Tek Bio dibangun dan didedikasikan untuk menghormati Dewi Kwan Im. Terdapat juga sebuah lonceng besar disebelah Barat. Lonceng ini adalah cetakan dari perunggu utuh dengan nama Wende Miao dalam aksara mandarin. Pada saat kunjungan kami ke Kelenteng sedang ada acara Gambang kromong yang masih dalam rangka perayaan Waisak.