Mohon tunggu...
Anung Anindita
Anung Anindita Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa Indonesia SMP Negeri 21 Semarang

twitter: @anunganinditaaal instagram: @anuuuung_

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Urgensi Sekolah Ramah Anak: Penyelesaian dengan Cara Ramah

8 Desember 2019   13:29 Diperbarui: 8 Desember 2019   14:17 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa kasus "penganiayaan guru" akhir-akhir ini sering menyeruak. Kehadiran media sosial ikut andil dalam viralnya beberapa pemberitaan tersebut. Ingatkah kasus "guru di Jatim yang meninggal karena mati batang otak akibat hantaman di pelipis", "guru yang mengalami memar di dahi karena kursi", "siswa yang menantang gurunya berkelahi", atau yang terakhir ini "guru di Manado terenggut nyawanya oleh tusukan siswa dengan alasan menegur siswanya yang merokok". Tentunya beberapa wacana tersebut membuat seluruh masyarakat dapat lebih membuka lebar-lebar pemikiran dengan mengizinkan banyaknya kemungkinan yang ada, tidak menyalahkan pihak-pihak tertentu.

Seperti halnya kenakalan remaja yang justru berubah menjadi kekerasan atau hal-hal kriminal, begitu pula zaman yang seiring waktu selalu berubah. Hal tersebut memberikan dampak pada perlakuan guru yang tidak bisa disamakan dengan waktu-waktu terdahulu, misalnya tegas. Untuk saat ini, kemungkinan sikap "galak, tegas, marah" akan kalah efeknya dengan adanya hubungan keakraban siswa-guru yang hangat.

Maka tidak heran, Walikota Semarang sangat mendukung adanya deklarasi Sekolah Ramah Anak. Tepatnya tanggal 15 Oktober 2019, SMP Negeri 21 Semarang riuh gembira ria menyambut deklarasi dengan tema Sekolahku Ramah, Belajarku Mudah yang didukung penuh pula oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang serta Walikota Semarang. Tidak hanya sekadar deklarasi, implementasi sekolah ramah anak pun terus digiatkan. Hal-hal seperti (a) menegur anak dengan tegas, tetapi lembut, (b) memberikan hukuman yang berkorelasi dengan kesalahan, (c) menjaga tutur kata, dan (d) tidak ada kekerasan, baik verbal maupun fisik menjadi rentetan rutinitas warga sekolah.

Beberapa poin dari a sampai d tersebut dapat terealisasi dengan satu kunci, dekat dengan anak. Ini merupakan PR besar bagi guru karena masih adanya ketakutan, misalnya  ketika siswa cenderung berlaku di luar batas (terlalu akrab) sampai tidak menghormati, ketakutan disepelekan siswa, atau keinginan dipandang lebih tinggi, dihormati. Walaupun sebenarnya, tidak ada yang salah bahwa guru dekat dengan murid. Justru, dengan adanya kedekatan itulah, siswa menjadi sungkan untuk berbuat hal buruk yang bisa mengecawakan guru yang dianggapnya dekat.

Implementasi kedekatan tersebut dimulai dengan sikap guru yang ramah, sering tersenyum hingga menghilangkan kesan galak atau menaakutkan bagi siswa. Ini menjadi penting untuk memulai pembelajaran atau kegiatan apa pun seterusnya. Kesan yang ditangkap siswa pertama kali akan membawanya menuju langkah pertemuan kedua dan seterusnya, maka berhati-hati mengambil sikap pertama. Sebenarnya tidak sulit untuk bisa dekat dengan siswa asalkan guru mau menurunkan gengsi untuk ingin selalu diberikan penghormatan.

Ada rentetan frasa "berbaurlah dengan dunia mereka (siswa), lalu bawalah mereka (siswa) ke dunia yang guru inginkan (belajar)". Percayalah bahwa marah bukan solusi terbaik, justru akan menimbulkan efek resisten. Membiarkan siswa berpikir tentang baik-buruk salah-benar atas tindakan mereka adalah hal terbaik yang bisa dilakukan. Namun, cara membawa agar siswa bisa bertindak sejauh itu adalah kesabaran. Segalanya tidak akan berhasil begitu saja, tetapi butuh proses yang tidak sebentar dan segalanya juga tidak akan berhasil jika tidak ada langkah untuk memulai.

Banyak tentu yang menentang adanya "sekolah ramah anak". Penentang selalu memiliki pemikiran bahwa tindakan yang cenderung keras akan membentuk mental siswa. Yang menjadi pertanyaan adalah mental seperti apa? Yang dibutuhkan saat ini adalah persona-persona yang kritis, bisa berpikir sebelum bertindak, bisa melakukan filter terhadap informasi yang diperoleh. Dengan begitu, tidak ada solusi lain kiranya selain memulai "ramah" dan dekat dengan siswa karena tidak ada ruginya melakukan itu.

Sekolah ramah anak saat ini masih menjadi minoritas yang masih membutuhkan dukungan segala pihak. Untuk mencapai peringkat tinggi atas nihilnya aksi kriminalitas di institusi pendidikan tidak mudah, dibutuhkan sikap idealis terhadap deklarasi sekolah ramah anak, moral yang menjaga terpenuhinya kode etik, dan komitmen seluruh warga sekolah. Segala langkah baik akan menurunkan hasil yang baik pula. Tidak ada yang salah dengan sekolah ramah anak, dukung dan lakukan seluruh aktivitas yang memberikan dampak positif kepada siswa. Menjadi teman yang dapat menenangkan kegelisahan, meredakan kegundahan, menjelaskan segala keingintahuan siswa jauh lebih baik ketimbang menjadi cctv tersembunyi yang membuat mereka takut, tidak bisa berpikir kritis, dan membungkam keingintahuannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun