Pukul lima pagi.
Dunia masih gelap, hanya suara jam dinding dan gemericik air di dapur yang menemaniku.
Tanganku sibuk menyiapkan sarapan, sementara pikiranku berlari ke banyak arah --- ke sekolah anak-anak, ke tempat kerja yang jauh, ke perjalanan panjang yang menunggu di luar sana.
Di dapur kecil ini, aku belajar bahwa cinta sering kali hadir dalam bentuk sederhana: sepiring nasi hangat, seragam yang rapi, dan waktu yang dicuri di antara detik yang tergesa.
Anak-anakku bangun satu per satu.
Ada yang merengek, ada yang tertawa kecil. Aku menata rambut, mengikat tali sepatu, memastikan semuanya siap berangkat.
Begitu mereka pergi, rumah sejenak sunyi. Tapi di balik sunyi itu, ada ruang kecil yang mengingatkanku: sebentar lagi, aku juga harus berangkat mengejar waktu.
Bus datang --- atau kadang tidak.
Aku menunggu di tepi jalan, di antara riuhnya pagi yang belum sempat kusapa.
Perjalanan dua jam terasa panjang, tapi di dalam diam, aku sering menemukan diriku sendiri: seorang perempuan yang berjalan jauh, bukan hanya secara jarak, tapi juga dalam perjuangan.
Sampai di tempat kerja, waktu berjalan tanpa belas kasihan.
Aku berlari dari satu tugas ke tugas lain, mencoba menyisipkan senyum di antara lelah.
Kadang aku berpikir, mungkin inilah bentuk lain dari ibadah: bekerja tanpa banyak bicara, memberi tanpa banyak tanya.
Sore tiba.
Aku menatap langit dari jendela bus --- warnanya selalu sama, tapi rasanya tidak pernah benar-benar sama. Ada lelah, ada rindu, ada rasa lega yang samar-samar.
Sekitar pukul lima sore, aku pulang. Rumah menunggu dengan segala riuhnya. Tidak ada istirahat, hanya berganti peran. Dari pekerja menjadi ibu, dari ibu menjadi istri, dari istri menjadi dapur yang kembali hangat.
Malam datang perlahan.
Anak-anak tertidur, rumah kembali sunyi.
Dan di situlah aku menemukan waktuku sendiri.
Menulis.
Mungkin hanya satu paragraf, mungkin hanya satu kalimat. Tapi dari sana aku belajar --- menulis bukan sekadar hobi, melainkan cara untuk tetap hidup.
Di antara tumpukan piring dan bunyi jam, aku menulis tentang diriku, tentang cinta, tentang ketabahan yang tumbuh diam-diam setiap hari.
Setiap 24 jam terasa sama, tapi tidak pernah benar-benar sama.
Karena setiap harinya aku belajar sesuatu --- tentang sabar, tentang lelah yang berbuah syukur, dan tentang bagaimana seorang perempuan bisa mencintai banyak hal sekaligus tanpa kehilangan dirinya sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI