Mohon tunggu...
Antonio Richardo Simanungkalit
Antonio Richardo Simanungkalit Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Alumni Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Revitalisasi Cost Recovery Kontrak Kerjasama Migas Guna Mewujudkan Kedaulatan Migas di Indonesia

17 Maret 2015   23:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:30 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Industri migas merupakan industri strategis bagi bangsa Indonesia. Menurut Kementerian ESDM, selama 10 tahun terakhir, industri ini rata-rata memberikan kontribusi penerimaan APBN sebesar 25% yang digunakan untuk membiayai bermacam kegiatan dan program pemerintah termasuk belanja pegawai, pembangunan infrastruktur kepentingan publik. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan kegiatan investasi yang lain karena industri migas merupakan industri yang padat modal (high cost), padat teknologi (high technology), padat resiko (high risk) dan membutuhkan eksplorasi secara terus menerus untuk mempertahankan produksi.

Mengingat bisnis perminyakan ini sarat dengan resiko, maka pemerintah harus kreatif dalam mendesain sistem fiskal yang berlaku, perbaikan pada sistem fiskal akan mendorong investor untuk melakukan investasi khususnya untuk proyek yang mempunyai resiko yang relatif lebih tinggi, baik dari segi resiko geologis maupun resiko geografis. Salah satu desain dalam industri migas adalah kontrak kerja sama (Pasal 1 angka 19 Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi) sebagai salah satu alternatif pemanfaatan migas di Indonesia. Dalam klausul kontrak kerja sama migas dikenal dengan adanya cost recovery yaitu pembebanan biaya produksi yang dikeluarkan kontraktor migas pada pemerintah. Besar kecilnya Cost recovery akan mempengaruhi jatah pemerintah maupun kontraktor.

Namun realita yang hadir saat ini cost recovery yang harus dibayarkan pemerintah semakin besar sedangkan lifting (produksi) yang dihasilkan dari perut bumi Indonesia semakin menurun dari tahun ke tahunnya. Seperti diketahui, pada 2011, dana cost recovery yang diberikan pemerintah kepada KKKS mencapai AS$15,22 miliar, pada 2012 meningkat menjadi AS$15,51 miliar, pada 2013 meningkat lagi menjadi AS$15,92 miliar. Lalu pada 2014,mencapai yang dianggarkan pada APBN Perubahan 2014 sebesar AS$17,8 miliar, sampai 26 Desember 2014 realisasi cost recovery sudah mencapai AS$15,913 miliar.Sedangkan lifting dari tahun ke tahun menunjukkan tren menurun. Pada tahun 2009 lifting minyak sebesar 960.000 bph, tahun 2010 menjadi 954.000 bph, tahun 2011 menjadi 945.000 bph, tahun 2012 menjadi 930.000 bph, tahun 2013 menjadi turun drastis menjadi 840.000 bph, tahun 2014 menjadi 818.000 bph.Beberapa permasalahan mengenai cost recovery adalah terdapat banyak pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan operasi eksplorasi dan produksi tetapi dimasukkan ke dalam cost recovery. Akan timbul 2 pertanyaan dari uraian diatas yaitu:

1.Mengapa dibutuhkan revitalisasi cost recovery migas di Indonesia?

2.Bagaimana bentuk cost recovery migas yang efektif untuk diterapkan dalam rangka memakmurkan rakyat Indonesia?

1.Alasan dibutuhkan revitalisasi cost recovery migas di Indonesia

Cost recovery adalah pengembalian operating cost (biaya operasi). Operating cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor untuk melaksanakan Petroleum Operations (operasi perminyakan) sesuai dengan accounting procedure. Petroleum Operation adalah kegiatan exploration, development, extraction, production, transportation, marketing, abdomen, and site restoration operation berdasarkan kontrak.

Masalah utama dari Cost recovery adalah hilangnya penguasaan dan pengawasan Negara secara total atas minyak bumi yang menjadi bagian kontraktor yang bersumber dari Cost recovery. Dikatikan dengan tujuan penguasaan Negara terhadap sumber daya alam yang diatur dalam Pasal 33 ayat 3 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemberian Cost recovery secara in-kind akan mengurangi jumlah sumber daya alam yang akan digunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Negara kehilangan penguasaan terhadap sumber daya minyaknya ketika minyak tersebut masuk dalam cost recovery. Hal ini diperburuk dengan karakteristik industri migas yang akan memakan semakin banyak biaya ketika sumur semakin tua.

Setelah bertahun- tahun berjalan PSC bangsa Indonesia terlihat seperti belum mampu mengelola sumber daya alamnya secara mandiri. Justru yang ada, PSC selalu mengalami perubahan dengan memberikan insentif yang semakin beesar kepada para kontraktor. Dari awalnya terdapat pembatasan cost recovery hingga pada akhirnya pada generasi ke- 4 kontraktor bebas mengambil semua hasil produksi yang telah dikurangi FTP untuk cost recovery sehingga sangat mungkin untuk suatu lapangan minyak yang dinyatakan produktif oleh BP Migas Negara tidak mendapatkan apa pun dari hasil produksi selain FTP. Bagian dari Cost recovery bahkan tidak dapat dihitung ketika penghilangan Domestic Market Obligation (DMO) dan penghitungan pajak. Untuk tidak dihitung sebagai pajak memang merupakan suatu yang wajar tetapi untuk tidak dihitung sebagai bagian dari DMO menimbulkan permasalahan bagi kebutuhan energi nasional.

Selama ini pemerintah mengklaim mendapat bagian yang lebih besar dalam Kontrak Kerja Sama migas yaitu sebesar 85%, sementara perusahaan swasta (KKKS) yang mayoritas perusahaan migas asing hanya mendapat 15%. Sebenarnya KKKS mendapat jatah lebih besar. Sebelum sampai pada Equity to be split, lifitng minyak yang akan dibagikan, kontraktor telah terlebih dahulu mengambil bagiannya sebagai Cost recovery. Besar Cost recovery ini dapat mencapai 80 % dari seluruh biaya produksi. Setelah dipotong cost recovery, yang dapat mencapai 20 % dari gross production, minyak hasil lifting dibagi, pemerintah mendapat 70-75% dan kontraktor mendapat 25- 30%. Sebesar 25% dari jatah kontraktor dijual di dalam negeri (domestic market obligation– DMO). Karena DMO dan pajak, seolah olah jatah kontraktor hanya sebesar 15%. Padahal, DMO itu tidak gratis, tetapi dijual seharga ICP kepada kilang-kilang Pertamina.

2.Konsep Revitaliasi Cost recovery yang digagas Penulis

Dalam revitalisasi cost recovery pada dasarnya harus memperhatikan kedua kepentingan yang hadir disini yaitu antara pihak asing (kontraktor) dan negara (pemerintah). Pemerintah dalam hal ini dengan segala kebatasannya memang membutuhkan tambahan untuk menjalankan fungsinya. Namun, pemerintah harus berdaulat dan dalam hal kontrak Pemerintah mempunyai bergaining position untuk menentukan jenis kontrak yang paling menguntungkan bagi Pemerintah. Sehingga revitalisasi cost recovery dibutuhkan demi terwujudnya kemakmuran rakyat Indonesia. Revitalisasi cost recovery yang bisa diterapkan saat ini dalam jangka waktu pendek adalah efisiensi dengan memberi batas- batas yang jelas mengenai hal-hal apa saja yang dapat di-cost recover-kan dan tidak, sehingga memudahkan pemantauannya dan hasilnya akan lebih optimal.

Pengembalian biaya (cost recovery) dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi tidak dapat dikenakan pada jenis-jenis biaya sebagai berikut:

a.pembebanan biaya yang berkaitan dengan kepentingan pribadi pekerja kontraktor antara lain personal income tax, rugi penjualan rumah dan mobil pribadi;

b.pemberian insentif kepada karyawan kontraktor yang berupa insentif jangka panjang atau insentif lain yang sejenis;

c.penggunaan tenaga kerja asing/expatriate tanpa melalui prosedur Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan tidak memiliki Izin Kerja Tenaga Asing bidang minyak dan gas bumi dari BPMIGAS dan/atau Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi;

d.pembebanan biaya konsultan hukum yang tidak terkait dengan operasi kontraktor;

e.pembebanan biaya konsultan pajak;

f.pembebanan biaya pemasaran minyak dan gas bumi bagian kontraktor dan biaya yang timbul akibat kesalahan yang disengaja, terkait dengan pemasaran minyak dan gas bumi;

g.pembebanan biaya public relation tanpa batasan, baik jenis maupun jumlahnya tanpa disertai dengan daftar nominatif penerima mantaat sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan, antara lain : biaya golf, bowling, credit card, member fee, family gathering, farewell party, sumbangan ke yayasan pendidikan kontraktor, biaya ulang tahun kontraktor, sumbangan kepada persatuan istri karyawan, exercise, nutrition and fitnes.

h.pembebanan dana pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat (Community Development) pada masa eksploitasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun