Mohon tunggu...
Anton Sujarwo
Anton Sujarwo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku, Freelancer, Content Writer, Pengajar Kelas Literasi

Saya suka mendaki gunung disamping menulis. Saya juga mengajar untuk Kelas Menulis Online dan menjadi teman belajar bagi siswa-siswa di sebuah Madrasah Aliyah. Tulisan saya tentang dunia penulisan dapat dilihat di: www.penulisgunung.id

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Inikah Penyebab Kematian Pendaki Gunung Top Itu yang Sesungguhnya?

28 April 2021   09:19 Diperbarui: 28 April 2021   11:10 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini bersumber dari buku HARI TERAKHIR DI ATAS GUNUNG karya Anton Sujarwo yang dirilis secara online pada awal April 2021 kemarin. Buku-buku mountaineering lainnya karya Anton Sujarwo dapat dengan mudah dilihat pula disini.

***

Apa yang sebenarnya telah terjadi pada Ueli Steck pada saat hari kematiannya ketika itu?

Meskipun ada begitu banyak spekulasi-spekulasi dan asumsi-asumsi yang bersliweran pasca kematiannya, namun pertanyaan dasar tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Ueli Steck tidak pernah terjawab sampai saat ini.

Setelah mengirim pesan kepada Tenji Sherpa bahwa ia akan mendaki Nuptse pada saat itu (29 April 2017, malam harinya) Ueli Steck tidak dapat dihubungi lagi. Ia juga tidak menjawab pesan yang menjadi respon Tenji Sherpa untuknya. Akan tetapi pada sekitar jam 04:30 pagi (tanggal 30 April 2017), Ueli Steck masih terkonfirmasi berjalan beriringan dengan pendaki Perancis bernama Yannick Graziani menuju gletser dari Camp 2.

Sementara Graziani meneruskan perjalanannya menuju Camp 3 dalam upaya mendaki Everest tanpa tabung oksigen, Ueli Steck berbelok ke kanan dan mulai mendaki Nuptse. Beberapa saksi mengatakan ada yang melihat sosok Steck di dinding Nuptse itu menjelang subuh, ketika cahaya matahari Himalaya baru membiaskan sinarnya dalam temaram.

Diperkirakan bahwa poisisi jatuh Steck berada sekitar 1000 kaki dari puncak Nuptse, atau sekitar 300 meter dari titik tertinggi gunung Nuptse. Namun untuk memastikan lokasi persis jatuhnya Ueli Steck juga tidak dapat dipastikan, tidak ada satu orang pun yang melihat dengan sangat akurat pristiwa tragis itu berlangsung.

Penyebab kematian Steck karena terjatuh dari tebing Nuptse, adalah sesuatu yang sudah pasti dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Akan tetapi, misteri bagaimana ia bisa terjatuh? Untuk apa dia di sana? Apa yang telah terjadi sebenarnya? Apakah ia terpeleset atau bagaimana kejadian sesungguhnya? sama sekali menjadi misteri yang tidak pernah terjawab sampai kapan pun.

Ada banyak asumsi yang bermunculan mengenai penyebab kematian Steck. Mengingat karir dan reputasinya yang sangat mengagumkan, ia adalah raja speed ascent modern, tidak ada pendaki lain yang berdiri di tempat Steck berada, maka agak sulit pula memprediksi secara akurat apakah yang sebenarnya telah terjadi dengan sang legenda.

Jonathan Griffith yang pernah menjadi rekan mendaki Ueli Steck sebelumnya, memberi sedikit penjelasan mengenai kehadiran Steck di tebing Nuptse. Menurut Griffith, Ueli Steck sudah pasti memilih mendaki Nuptse yang lebih 'memberikan cita rasa mendaki' daripada melakukan perjalanan dari Lhotse Face ke South Col jika tujuannya sama-sama untuk aklimatisasi. Orang-orang seperti Steck akan selalu menempatkan diri mereka untuk melakukan sesuatu yang baru, yang lebih menantang, yang tidak membosankan dan yang tidak biasa-biasa saja.

Pendapat Griffith ini dapat diterima, setidaknya oleh beberapa orang yang mengenal Steck dengan baik. Itu mungkin saja telah menjawab pertanyaan mengapa Steck mendaki tebing Nuptse.

Penjelasan Tenji Sherpa juga menambah kekuatan pendapat Griffith ini, yang mengatakan bahwa ia menerima pesan yang agak mendadak dari Steck mengenai keputusannya untuk melakukan pendakian ke Nuptse. Dan kemudian ketika Tenji membalasnya dengan bertanya kepada Steck apakah ia mendaki solo ataukah bersama seorang teman, maka pesan itu kemudian tak pernah mendapat balasan lagi.

Jika kehadiran dan mungkin juga motivasi Ueli Steck di Tebing Nuptse saat itu sudah terjawab, maka yang menjadi pokok pertanyaan selanjutnya adalah; bagaimana ia bisa terjatuh?

Seperti yang telah dikenal oleh dunia secara luas, Ueli Steck adalah seorang alpinis dengan kemampuan super yang dapat dikatakan jauh di atas pendaki kebanyakan, bahkan para pendaki terbaik sekali pun. Ia terbiasa mendaki secara solo, melibas rute-rute sulit dan membutuhkan waktu berhari-hari bagi pendaki lain, namun hanya dalam hitungan jam diselesaikan oleh Steck.

Ueli adalah raja pegunungan Alpen, ia raja Trilogy North Face of the Alps, ia manusia pertama di bumi ini yang berhasil menyelesaikan pendakian Annapurna South Face secara solo hanya dalam hitungan 28 jam. Ia benar-benar terlalu sempurna untuk hanya digambarkan dengan istilah 'terpeleset' sebagai penyebab kematiannya. Dibutuhkan sebuah cause (penyebab) yang lebih spesifik dan masuk akal mengapa seorang swiss machine seperti Ueli Steck dapat terjatuh dengan mudahnya.

Akan tetapi ada sebuah hal yang cukup menarik dari penyebab kematian Steck ini. Sudut pandang menarik ini berawal dari wawancara antara Leo Montejo (ia adalah salah satu dokter dari tim Madison Mountaineering) dengan Vinayak Jaya Malla, sherpa Nepal yang saat itu pertama kali menemukan tubuh tak benyawa Ueli Steck.

www.wicis-sport.com
www.wicis-sport.com
Menurut narasi yang disampaikan oleh www.markhorrell.com, ternyata Vinayak adalah sosok yang sangat menarik diajak berbicara, ia berpengetahuan luas, punya rasa ingin tahu yang besar, dan yang terpenting; memiliki daya ingat yang cukup bagus untuk memperinci detail  kejadian saat itu.

Vinayak Jaya Malla mendaki dari Camp 1 di Western CWM dalam kondisi cuaca yang sempurna, langit cerah tanpa awan, dan juga tanpa angin yang berhembus kencang. Dari tempatnya mendaki, Vinayak melihat seorang pendaki yang sedang berada di punggungan Nuptse yang memiliki ketinggian 7.861 meter.

Dari pengamatan Vinayak, ia memperkirakan pendaki itu setidaknya berada pada ketinggian 7.100-7.200 meter atau lebih rendah dari pendapat sebelumnya yang mengatakan bahwa Ueli berada sekitar 300 meter dari puncak utama Nuptse. Pendaki itu menurut Vinayak, terus bergerak menuju puncak Nuptse I (7.861 meter), puncak tertinggi dari jajaran tujuh puncak Nuptse lainnya.

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba Vinayak mendengar suara seperti sesuatu yang cukup besar terjatuh. Ia mendongak ke arah tebing Nuptse di mana sebelumnya ia melihat sosok pendaki tadi berada, dan sosok itu sekarang sudah tidak ada di sana. Punggungan Nuptse bersih, tidak ada lagi pendaki yang bergerak lincah menuju puncak utamanya.

Sesaat kemudian seorang sherpa lain yang sedang turun dari  Camp 2 tiba di tempat di mana Vinayak Jaya Malla sedang berada. Dan tanpa basa basi Vinayak mengatakan apa yang barusan terjadi dan mengajak sherpa itu untuk memeriksa bersama. Keduanya sepakat untuk pergi dan melihat apa yang terjadi.

Dan tidak lama kemudian, sekitar 300 meter dari rute utama pendakian dari Camp 1 Western CWM ke Camp 2, tepat sekitar pukul 9:34 pagi waktu Nepal, mereka menemukan asal suara jatuh yang didengar oleh Vinayak tadi, yang ternyata adalah seorang pendaki. Dan lebih mengejutkan lagi karena yang mereka dapati kemudian adalah sosok tak bernyawa Ueli Steck, si mesin Swiss yang wajahnya sudah cukup familiar dalam pendakian gunung Himalaya dan dunia.

Dari pengamatan sementaranya, Vinayak menawarkan tiga penjelasan mengapa Ueli Steck bisa terjatuh;

Yang pertama adalah; ia dihantam oleh batuan rontok. Asumsi ini diperkuat dengan penemuan Vinayak akan adanya sebuah batu seukuran bola sepak yang berlumuran darah tak jauh dari mayat Steck. Yang kedua; Ueli Steck mungkin saja terpeleset dan jatuh, ini didasarkan pada hilangnya crampon pada salah satu tapak sepatu yang dikenakan Ueli. Dan yang ketiga adalah; Ueli Steck tak memiliki alat pelindung saat terjatuh, ini diperkuat dengan penemuan Vinayak pada tubuh Ueli yang tidak mengenakan harness.

www.nationalpost.com
www.nationalpost.com
Para pendaki solo biasanya selalu menggunakan harness di medan yang curam dan berbahaya. Harness ini mereka gunakan untuk menambat diri mereka pada tebing untuk beristirahat ketika mereka lelah, minum, atau pun sekedar untuk bersandar. Baik rockfall (ditimpa batuan rontok), crampon yang hilang dan menyebabkan terpeleset, juga kelelahan, dalam kesimpulan awal Vinayak, semua bisa saja menjadi penyebab jatuhnya seorang Ueli Steck.

Sejauh ini tidak ada hal-hal yang mencurigakan atau pun aneh. Hanya ada rentetan fakta dan penemuan yang membantu menjelaskan sebuah cerita yang baru saja terjadi. Akan tetapi ketika Vinayak Jaya Malla membantu mengumpulkan dan menginventarisir (mencatat) barang-barang milik Ueli Steck, baik di tempat ia mendarat, mau pun di dalam tendanya di Camp 2, maka disinilah kemudian sebuah misteri dan berbagai pertanyaan bermunculan.

Vinayak kemudian mengatakan bahwa di tempat mendaratnya, Ueli Steck masih mengenakan sepatu mountaineering boots untuk ketinggian 6.000 meter, crampons, jaket, celana gunung yang bagus, dan sebuah tas kecil yang berisi air minum, sedikit coklat, GPS dan juga kamera.

Benda-benda ini tidak cukup bagi seorang Vinayak yang nampaknya memiliki jiwa detektif dalam dirinya. Ia kemudian mencatat pula apa-apa yang tidak dimiliki  oleh Ueli di tempat ia mendarat. Benda-benda yang dimasukkan ke dalam list itu kemudian misalnya adalah; helm, sarung tangan, harness, kapak es dan juga trekking poles. 

Vinayak berpikir lagi, benda-benda yang tidak ada itu bisa saja hilang saat Ueli Steck terjatuh. Jadi ia membutuhkan data yang lebih akurat untuk dapat mencari jawaban, maka kemudian Vinayak menginventarisir pula perlengkapan dan barang-barang milik Steck dalam tendanya. Di tenda, Vinayak dan beberapa sherpa lain yang membereskan barang-barang Steck mememukan sleeping bag (kantong tidur), makanan,  satu pasang sepatu mountaineering boots lain, satu pasang crampon, tali sepanjang 50 meter yang berukuran 5mm, dan yang terakhir; sepasang kapak es.

Vinayak terkejut dengan kenyataan bahwa Ueli Steck tidak membawa tali dalam pendakiannya. Namun Vinayak lebih terkejut lagi ketika memikirkan bahwa kemungkinan besar Ueli Steck juga tidak membawa kapak es dalam pendakiannya saat itu.

Sebuah kesimpulan menarik berkembang kemudian bahwa Ueli Steck nampaknya memang (didukung oleh bukti-bukti yang ditemukan dan dikemukakan Vinayak Jaya Malla) mendaki tebing Nuptse tanpa pengaman sama sekali. Ia tidak memakai harness, tidak ada tali, dan juga tidak ada kapak es.

Ueli Steck memang terkenal dengan skill mendakinya yang sangat luar biasa. Sudah menjadi sesuatu yang lumrah bagi seorang Ueli Steck menyelesaikan rute-rute yang sulit hanya dengan sepasang trekking poles. Bahkan dalam satu artikel yang dibuatnya, Dr. Leo Montejo, memajang foto Ueli Steck sedang berdiri di puncak Island Peak hanya dengan sepasang trekking poles, sama sekali tanpa kapak. Ini adalah sesuatu yang menarik, mengingat hampir semua pendaki kebanyakan membutuhkan kapak es mereka untuk mencapai puncak Island Peak.

Dari pendalaman dan analisa, Vinayak menjadi yakin bahwa Ueli telah melakukan pendakian dengan gaya yang sama (tanpa kapak es, hanya dengan sepasang trekking poles) di Nuptse saat itu, karena itu memang telah menjadi bagian dari gaya mendaki Ueli. Uraian Vinayak ini memang masuk akal, meskipun trekking polesnya sendiri tidak ditemukan, yang kemungkinan besar hilang saat Steck terjatuh.

Jika apa yang menjadi dugaan dan analisa Vinayak ini benar adanya. Bahwa Ueli Steck telah mendaki Wajah Utara Nuptse yang tidak dapat diremehkan (menurut redaksi Reinhold Messner) hanya dengan sepasang trekking poles, tanpa kapak, tali dan harness, maka berkembanglah kemudian sebuah pandangan yang membuat Ueli tampak 'ceroboh', dan mungkin saja cenderung terlalu berani untuk 'membuatnya jatuh dalam sebuah risiko yang sangat mematikan'. Dinding Utara Nuptse itu memiliki kemiringan 70-75 derajat dengan medan campuran salju, es dan bebatuan. Bagimana mungkin Ueli  memanjat medan seperti itu hanya dengan sepasang trekking poles?

"Jadi menurutmu, apa sebenarnya yang paling berguna dan tidak diambil oleh Ueli Steck pada hari pendakiannya di Nuptse saat itu?"

Tanya Dr. Montejo kepada Vinayak lagi.

"Rekan mendaki, ia seharusnya mendaki bersama seorang teman"

Jawab Vinayak singkat.

Tentu saja Ueli Steck dikenal luas karena trade mark-nya yang mendaki secara solo. Solois adalah ciri khas Ueli Steck yang paling terkenal, ia menaklukkan jalur-jalur sulit dan mematikan hanya dengan seorang diri. Akan tetapi nampaknya, pemikiran Ueli untuk hal tersebut juga sudah mulai berubah, terbukti bahwa ia mengajak Tenji Sherpa untuk menyelesaikan project Everest Lhotse Traversing yang sedang dijalaninya. Sayangnya Tenji menderita radang dingin dan menurut saran dokter, membutuhkan waktu beberapa minggu untuk pulih. Steck juga sempat mengajak Yannick Graziani dari Perancis untuk mendaki Lhotse, namun Graziani tidak dapat menemaninya karena ia tak memiliki izin untuk mendaki Nuptse.

Jadi apakah ketika tidak ada rekan yang dapat menemaninya merayapi tebing utara Nuptse kemudian Ueli kembali kepada 'kebiasaannya' yang mematikan dengan mendaki secara solo?  Atau apakah Ueli Steck yang merupakan pendaki elit kelas dunia yang terkenal karena pelatihan yang keras, persiapannya yang disiplin, dan ketelitiannya yang sangat detail telah meremehkan Wajah Utara Nuptse yang sebelumnya ia dan Tenji sebut sebagai 'hidangan penutup'?

Tidak, tidak ada yang tahu tentang hal itu, semuanya telah mengkristal menjadi misteri.

"Jika anda pernah berkunjung ke Himalaya. Anda akan sering melihat Bharal atau domba biru, berada di tempat yang sangat tinggi di pegunungan. Mereka sangat lincah dan cepat untuk melindungi diri dari serangan macan tutul salju yang ingin memangsa mereka. Namun terkadang, Bharal juga jatuh dari tebing. Setiap kali hal itu terjadi, ada alasan yang berbeda. Kadang-kadang mereka jatuh karena batuan yang rontok. Sementara di lain waktu, mereka juga jatuh karena berlari terlalu kencang"

Pada berbagai sudut pandang dan kesimpulan, perumpamaan yang disampaikan oleh Vinayak Jaya Malla ini, boleh jadi yang paling bijaksana menyikapi kematian Ueli Steck di Wajah Utara Nuptse.

Wallahu'alam.

www.akasakaoutdoor.co.id
www.akasakaoutdoor.co.id
***

NB: Tulisan ini dikutip dari buku berjudul Hari Terakhir di Atas Gunung karya Anton Sujarwo. Informasi mengenai buku-buku mountaineering dan tulisan lain dari Anton Sujarwo dapat dengan mudah dilihat disini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun