Mohon tunggu...
Anton DH Nugrahanto
Anton DH Nugrahanto Mohon Tunggu... Administrasi - "Untung Ada Saya"

Sukarnois

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Menolak "Permainan Dagang Sapi" Amien Rais

23 Juli 2019   14:53 Diperbarui: 23 Juli 2019   15:07 4623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amien Rais (Sumber Gambar : Tribunnews)

Istilah dagang sapi dalam dunia politik kita mencuat di tahun 1950-an, saat itu politik parlementer sedang jaya-jayanya. Para anggota Parlemen melakukan politik saling barter konsesi dengan kursi sehingga tidak ada garis politik jelas, kerja kerja kabinet hanya sebentar karena kabinet dengan cepat dijatuhkan di Parlemen. 

Politik Parlemen sendiri berakhir dengan dibubarkannya Parlemen dan dibentuk Parlemen sementara yang mengikuti politik "Demokrasi Terpimpin" tahun 1959, sejak Demokrasi Terpimpin sampai pada masa Orde Baru, politik dagang sapi tidak terjadi di Parlemen. Barter dan Negosiasi kekuasaan lebih pada pusaran istana dan para elite militer.

Amien Rais Membangkitkan Kembali "Politik Dagang Sapi"

Setelah kejatuhan Suharto di tahun 1999, masuklah Indonesia ke alam demokrasi liberal. Namun dalam perjalanan awal reformasi, tidak sepenuhnya demokrasi liberal ala 1999 memenuhi dasar dasar demokrasi "one man, one ballot", penyerahan mandat kekuasaan Presiden  saat itu berada di tangan para anggota Parlemen dimana suara terbanyak Parlemen menentukan Presiden terpilih.

Saat itu PDI Perjuangan memenangkan 33,74% dari Pemilu 1999 dan mendapatkan 150 kursi, secara logika politik tentunya Ketua Umum PDI Perjuangan berhak memimpin pemerintahan. Namun oleh Amien Rais logika itu dibalik balik, dengan berpikir bahwa PDI Perjuangan tidak menguasai mayoritas masih ada suara suara kecil yang bila digabung bisa mengalahkan PDI Perjuangan. 

Dari hasil pikiran Amien Rais ini kemudian dibentuklah  "Poros Tengah". Kekuatan Poros Tengah inilah yang menjadi mainan Amien Rais dalam mengelola dagang sapi di Parlemen, dan ia berhasil total bahkan mengangkat Gus Dur menjadi Presiden RI berkat terobosan pola politik dagang sapi Amien.

Amien Rais pun dengan mulus mendapatkan posisi ketua MPR RI atas perannya ini, keinginannya sebagai Ketua MPR RI adalah bagian dari strategi "King Maker" untuk mengatur perpolitikkan di Indonesia. Namun cilaka bagi Amien Rais, Gus Dur nggak bisa diatur-atur oleh Amien Rais bahkan kelompok Amien Rais tidak diberikan tempat pada kabinet Gus Dur, yang banyak menikmati konsesi politik Gus Dur justru kelompok Megawati yang dianggap berseberangan dengan Amien Rais. 

Kesaktian Amien Rais muncul lagi setelah secara vis a vis, Gus Dur berhadapan dengan Parlemen dan mengancam pembubaran Parlemen, disinilah Amien Rais memainkan peranannya untuk menjatuhkan Gus Dur dengan membangun gerakan gerakan senyap mencopoti kekuatan disekitar Gus Dur. Dibawanya Mathori Abdul Jalil ke kubu Amien Rais merupakan pukulan telak dan kemudian dengan gemilang Amien Rais berhasil melengserkan Gus Dur dan membuka jalan bagi Megawati untuk menjadi Presiden RI. 

Mengerti kelakuan politik Amien Rais yang suka jegal jegalan politik di tengah jalan, Megawati melakukan kesepakatan dengan Amien Rais agar tidak mengganggu jalannya pemerintahan dengan manuver politik, Amien saat itu menyanggupi karena sasaran dia adalah 2004, Amien berhitung di tahun tersebut ia bisa gol jadi Presiden RI.

Datanglah tahun 2004, Amien Rais maju jadi kandidat Presiden RI, bersama Siswono Yudo Husodo namun Amien Rais gagal karena Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla bersinar sangat terang saat itu, dan Amien Rais pun juga gagal menguasai Parlemen. Di tahun 2004, posisi Amien Rais benar benar terkunci salah satu caranya menerobos dengan memasukkan Hatta Rajasa ke dalam lingkaran dalam SBY, namun dengan cerdik justru SBY menjadikan Hatta Rajasa sebagai besan sehingga berbagai manuver politik Amien Rais menggoyang SBY gagal.

Keberhasilan SBY membungkam Amien Rais yaitu tidak memberikan peluang Amien Rais bermain dalam 'matematika politik', . Namun Amien Rais sangat pintar dia mengumpankan Zulkifli Hasan sebagai Menteri SBY sebagai bentuk negosiasi politik dan cara ini ternyata sangat berhasil, ini artinya SBY sekalipun tetap berada dibawah bayang bayang kekuasaan Amien Rais walaupun SBY membuat dirinya berjarak dengan Amien Rais lewat friksi antara Amien Rais dengan dirinya.

Jokowi Menolak Kontrol Amien Rais 

Bila Presiden-Presiden sebelum Jokowi bisa dipermainkan Amien Rais, maka sejarah membuktikan Jokowi sangat sulit dipermainkan oleh Amien Rais.  Ada dua hal yang Jokowi sangat tidak nyaman dengan Amien Rais, karakter Amien Rais yang selalu tidak konsisten dengan segala macam bentuk kesepakatan politik dan kedua, belajar dari sejarah bahwa Amien Rais selalu mencari celah bagaimana menggoyang kekuasaan. 

Tapi ada satu hal yang sangat menarik diluar alasan itu, Jokowi dengan cerdas selalu memberikan panggung yang luas kepada Amien Rais, tapi ketika Amien Rais bermain di panggung itu, justru Amien Rais mendapatkan tertawaan publik dan menurunkan kredibilitas politik Amien Rais di depan publik.

Pertemuan Jokowi dan Prabowo di MRT Beberapa Waktu Lalu (Sumber Gambar : Okezone)
Pertemuan Jokowi dan Prabowo di MRT Beberapa Waktu Lalu (Sumber Gambar : Okezone)
Dibalik serangan serangan politik Amien Rais, ada semacam keinginan kuat Amien Rais mendapatkan kemungkinan sebagai sekutu politik Jokowi. Yang kerap kerepotan adalah Zulkifli Hasan, kemampuan Zulkifli dalam melobi kerap digunakan oleh Amien Rais sebagai bagian tarik ulur serangan dan rangkulan politik.

Namun beda dengan SBY, yang kerap melakukan rangkulan politik. Jokowi cenderung membiarkan Amien Rais menari nari diatas panggung politik. Bahkan tak pernah sekalipun Jokowi menyahut atas serangan politik Amien Rais.

Strategi politik Jokowi seperti ini membuat Amien Rais gagal membuat pintu masuk untuk mempengaruhi kekuasaan. Amien Rais serasa menjadi 'pariah' politik di masa Jokowi, ia tidak disentuh sama sekali.

Membaca Pola Akrobat Politik Amien Rais

Sebenarnya mudah membaca pola akrobat politik Amien Rais, pertama-tama Amien Rais selalu bermain tesis dan antitesis, bermain teori teori pertentangan kelas dan melakukan penggiringan opini publik soal 'gambaran pertarungan'. Dalam kasus Jokowi, Amien Rais menggunakan istilah 'Perang Badar' dalam pertarungan politik 2014, kemudian pada 2019 dimunculkan istilah 'People Power', di tahun 2019 juga Amien Rais melakukan manuver politik yang amat berbahaya seperti membagi 'Partai Setan' dan 'Partai Allah'. 

Pola pola politik Amien Rais yang justru menciptakan landasan kebencian di tingkat masyarakat bahkan menjadi sebuah permusuhan abadi antara massa politik Jokowi dan Prabowo, disini Jokowi cenderung diam saja mengamati akumulasi opini yang diciptakan Amien Rais, tak pernah sekalipun Jokowi melakukan serangan frontal ke arah Amien Rais, bahkan di masa SBY dulu pernah SBY terpancing oleh manuver politik Amien Rais sampai Amien tergopoh gopoh menemui SBY di bandara Halim Perdanakusumah, namun Jokowi tidak seperti SBY tak ada pertemuan politik dan menutup pintu terhadap apapun bentuk tawaran koalisi dari pihak Amien Rais, di sisi lain diliat dari olah laku Jokowi ada semacam chemistry lebih nyaman Jokowi dengan pihak Prabowo dalam hal ini Gerindra.

Seorang Anak Muda Bernama Lilik Berencana Jalan Kaki Yogya-Solo dan Membawa Wayang Sengkuni Kepada Presiden Jokowi (Sumber Gambar : Tribubunnews)
Seorang Anak Muda Bernama Lilik Berencana Jalan Kaki Yogya-Solo dan Membawa Wayang Sengkuni Kepada Presiden Jokowi (Sumber Gambar : Tribubunnews)
Kenyaman Jokowi pada Gerindra inilah kemudian direbut oleh Amien Rais, ada semacam kekuatiran PAN dari kubu Amien Rais ditinggal dalam kesepakatan persekutuan politik Jokowi dan Prabowo, di sisi lain, Amien Rais mencoba pola lama yaitu melakukan 'matematika politik' dengan menyuarakan ke publik "55-45", pola ini kerap dilakukan oleh Amien Rais ketika ia merasa berada pada pusaran penghitungan kekuatan politik. 

Di satu titik Amien Rais ingin menjadi kekuatan kunci pada permainan komposisi kabinet dan menyusupkan kekuatannya. Amien Rais ditengah perlombaan internal kubu Jokowi soal komposisi kabinet, ide "55-45" menjadi bagian 'lemparan politik' yang siap emancing umpan lawan politiknya.

Namun pancingan "55-45" gagal di tengah suara publik,  dan dijawab rencana penyerahan wayang Sengkuni oleh seorang pemuda bernama Liliek ke Presiden Jokowi, entah simbol apa dalam 'sanepa' penyerahan wayang sengkuni dari seorang rakyat kepada Presiden Jokowi, ditengah ramainya isu angka 55-45.

Tapi yang jelas dari semua pola komunikasi politik antara Jokowi dan Amien Rais, ada semacam ketidaknyaman Jokowi terhadap Amien Rais, namun bagi Jokowi dibiarkan ada terus untuk menciptakan panggung bagi keberadaan oposisi, dengan kata lain Amien Rais sebagai gerbong politik, ditinggal oleh Jokowi.

Jakarta, 23 Juli 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun