Mohon tunggu...
Anto Medan
Anto Medan Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Ayuk.......

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pahlawan atau Bukan?

18 Januari 2016   09:11 Diperbarui: 18 Januari 2016   09:34 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kejadian Bom Sarinah, menghentak segenap rakyat Indonesia. Dengan gagahnya rakyat menyatakan tidak takut dengan tagar #Kamitidaktakut. Membangkitkan rasa cinta tanah air dan bangsa. Semua merapatkan barisan. Di kumpulan RT/RW pun, pembicaraan dimulai dari teroris, ISIS sampai siapa kira-kira di lingkungan mereka yang patut dicurigai sebagai teroris.

Lalu polisi bergerak cepat, keesokan harinya ada lagi yang diringkus. Bravo, Pak Polisi.

Perlu kita mengenal siapa kira-kira yang bertanggung jawab terhadap penanganan terorisme. Di Indonesia, sejak Bom Bali tgl 12 Oktober 2002, dibentuklah BNPT. Kepala BNPT yang pertama adalah Irjen Pol Ansyad Mbai. Lahir di Buton dan adalah putra Buton pertama yang menjadi jendral. Ansyad Mbai adalah seorang polisi yang cerdas dan berdedikasi, jauh dari rumor negatif. Cermat mengamati dan mengambil keputusan selalu berdasarkan pertimbangan yang matang. Beliau tegas ketika berbicara dan tidak tedeng aling-aling, sehingga terkadang ada orang yang tidak senang, meski yang disampaikan benar. Biasanya, Kapolda Sumut selalu akhirnya menduduki jabatan sangat strategis di Mabes POLRI, tetapi, sepertinya Ansyaad Mbai mendedikasikan dirinya di penanggulangan terorisme dan narkoba (pernah juga menjabat pelaksana harian BNN) sampai beliau pensiun. Prestasi terbesarnya adalah terbunuhnya DR. Azahari dan tertangkapnya pabrik ekstasi terbesar ketiga di dunia yang berada di Banten. dan Bisa dibilang, di kalangan kepolisian, Jendral satu ini adalah sosok yang sangat dihormati karena integritasnya, bahkan oleh Kapolri saat ini. Hingga saat ini, masih banyak orang yang mengira beliau masih menjabat Kepala BNPT, karena beliau sudah menjadi trademark dari BNPT sendiri. Pada saat ini, Kepala BNPT adalah Komjen (Pol)  Saud Nasution.

Menurut saya, sebaiknya BNPT tidak didominasi oleh Polisi saja. Tetapi juga oleh leburan berbagai Angkatan Bersenjata dan BIN.

Dan berikutnya, detasemen yang paling sering beraksi dan diliput media, Detasemen Khusus Anti Teror, Densus 88. Densus 88 dibentuk tahun 2002, dan mulai bekerja tahun 2003 sesudah selesai masa pelatihan oleh pihak Australia dan Amerika. Mungkin karena kepala BNPT adalah polisi, maka densus 88 yang menjadi detasemen yang menjadi eksekutor dari pemberantasan teroris. Selain Densus 88 ada juga  unit antiteror lainnya di Indonesia, seperti Detasemen C Gegana Brimob, Detasemen Penanggulangan Teror (Dengultor) TNI AD alias Grup 5 Anti Teror, Detasemen 81 Kopasus TNI AD (Kopasus sendiri sebagai pasukan khusus juga memiliki kemampuan antiteror), Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Korps Marinir TNI AL, Detasemen Bravo 90 (Denbravo) TNI AU, dan Satuan Antiteror BIN. Densus 88 adalah detasemen khusus yang dibentuk untuk tugas khusus. Kalau BNPT lebih ke arah konsep, intelijen maka Densus adalah algojonya. Dan terbentuknya Densus 88 adalah suatu pelajaran berharga, supaya negara belajar untuk menyediakan payung sebelum hujan. Polisi yang belum siap menghadapi aksi teror, kelabakan menangani masalah terorisme.

Kalau kita urutkan kejadian BOM Sarinah dalam hal-hal yang berkaitan dengan polisi, maka bisa diurut sebagai berikut:

1. Pos Polisi di Sarinah diserang dengan bom bunuh diri. Pelaku tewas, seorang yang diduga melanggar rambu lalu lintas juga tewas, dan seorang Polantas terluka berat.

2. Sesudah itu, kemudian ada dua orang teroris yang menembaki massa. Seorang Polantas ditembak dalam jarak dekat di bagian perut.

3. Ada polisi-polisi yang berlarian dan melepas rompi ketika ditembaki oleh teroris. Kemungkinan polisi-polisi ini tidak memiliki senjata api.

4. Ada 2 orang pamen polisi di lokasi. AKBP Untung Sangadji dan Kombes Urip Widodo. Kemudian segera merapat, Kapolsek Menteng AKBP Dedi Tabrani dan Kabag Ops Polres Jakpus AKBP Susatyo Purnomo, kemudian hadir Karo Ops Polda Metro Kombes Martuani dan Kapolsek Gambir AKBP Susatyo. Kelima polisi di atas melakukan tembak menembak dengan teroris. Dalam cerita yang kemudian berkembang, teroris diklaim dibunuh/dilumpuhkan oleh AKBP Untung Sangadji, Kombes Martuani dan AKBP Dedi Tabrani.

5. Terlihat kemudian foto yang menjadi meme ejekan, sekelompok polisi yang berlindung di balik mobil, sementara masyarakat menonton di pinggir jalan.

6. Polisi ganteng menjadi trend dengan tagar #Kamitaksir.

7. Polisi dengan fashion mendapat pujian, karena pakaian, sepatu adidas dan tas selendangnya.

 

Analisa dan pendapat saya atas poin-poin di atas adalah:

1. Secara pribadi, saya selalu heran, apabila ada pelanggaran lalu lintas, kenapa kita harus diarahkan ke seorang polisi yang berada di Pos atau di tempat yang terlindungi dari pandangan umum? Coba jawab dengan jujur, dalam hati saja.

2. Apakah seorang Polantas itu demikian gampang dilumpuhkan? Apakah Polantas boleh tidak bersenjata? (karena saya dengar Polantas di sana tidak menyandang pistol) Apabila seorang Polisi yang bertugas di garda depan tidak diperlengkapi dengan pistol karena tidak lulus psikotes atau secara sendiri menolak dipersenjatai, lebih baik bertugas administrasi saja atau sebagai juru periksa?

3. Kalau hal ini benar, ini adalah hal yang sangat memalukan. Sebaiknya rekrutmen polisi diperbaiki. Revolusi mental jelas diperlukan di tubuh POLRI.

4. Saling klaim kepahlawanan ini mulanya membawa decak kagum, tetapi lama-lama saya sadar, kan emang sudah tugas seorang polisi menghadapi orang bersenjata yang mengamuk di jalanan?

Kemudian ada beberapa fakta yang tidak matching mengenai AKBP Untung Sangadji. Pertama, Untung mengaku begitu mendengar bom, segera ke arah suara bom, menyelamatkan Polantas yang terluka dan kemudian tembak menembak dengan teroris sampai kemudia melumpuhkan dan membunuh teroris. Tetapi kesaksian Ipda Tamat, mereka (Untung dan Tamat) memang segera berlari ke lokasi bom pertama, membantu polantas yang terluka, kemudian ketika dua teroris menembak secara membabi buta, dia dan Untung berlari dan berlindung kemudian tiarap di belakang CRV karena terus menerus ditembaki oleh teroris. Ketika suasana sudah hening, Untung baru ketempat teroris yang sudah terkapar, kemudian menembak mati teroris yang dalam keadaan terluka dan terbaring, dengan alasan khawatir ada bom yang lebih besar. Menurut saya, ini tindakan yang sangat brutal dan tidak cerdas. Teroris yang sudah dilumpuhkan harusnya dibiarkan hidup untuk mengorek sebanyak mungkin informasi, bukan dibunuh di depan umum dengan ditembaki beberapa kali. Persis seperti pemburu menembak babi buruan atau lebih mirip tindakan penuh dendam kesumat.

Ternyata ada beberapa fakta menarik tentang Untung Sangadji. Untung bukanlah seorang polisi dari awalnya. Dia adalah seorang tentara, yang kemudian entah bagaimana berganti baju dari hijau menjadi coklat, menjadi polisi. Untung adalah seorang ahli bom dan bahan peledak. Dia pernah bertugas di Satgas Bom. Dia juga penggemar bela diri. Keberadaannya di lokasi, karena dalam rangka pengamanan jalur lintas Presiden, padahal sekarang AKBP Untung bertugas di Polair. Kok makin gak nyambung, ya? Pernyataannya, "lebih baik teroris atau saya yang mati, daripada ribuan masyarakat yang mati" sedikit berlebihan menurut saya. Agak lebay. Karena, ketika dia membunuh teroris, teroris sudah terkapar, tidak berdaya dan tidak ada ribuan atau ratusan masyarakat yang terancam.

Kemudian, bukan mengurangi keberanian dan jasa para Pamen POLRI di atas, tetapi, apakah dalam menghadapi penjahat bersenjata api di jalanan, harus seorang Karo Ops Polda, dua orang Kapolsek, seorang Kabag Ops Polres ditambah dengan AKBP Untung Sangadji? Di mana para bintaranya? Apakah polisi yang pemberani hanya kalau sudah AKBP ke atas? Agak mengherankan.  Oleh karena itu, meski saya lebih percaya cerita versi AKBP Dedi, tetapi ada baiknya,  cerita heroik ini ditutup sampai di sini saja. Biarlah yang sudah diceritakan sampai sana saja. Mungkin banyak pahlawan lainnya di sana, yang tidak ingin dikenal, yang keberaniannya tidak kalah dengan cerita-cerita heroik.

Jadi biar uji forensik saja yang menentukan siapa yang menembak teroris. Lebih fair, jangan semua berebut jasa, fakta yang penting!

5. Sebaiknya untuk foto polisi berlindung itu, diperiksa apakah hanya photoshop atau beneran. Kalau beneran, maka memang bisa dibilang, secara umum polisi belum siap berkonfrontasi langsung dengan penjahat bersenjata api. Baik mental, skill maupun keberanian memang tidak tercermin dari foto tersebut.

6. Polisi ganteng yang menjadi trend sampai dibahas orang tua dan kakeknya. Anak siapa, cucu siapa. Ini mungkin pengaruh dari film-film detektif, di mana kalau polisi nya ganteng maka pasti jagoan. Ya, biarlah ini menjadi hiburan tersendiri dalam kasus Bom Sarinah.

7. Mengenai fashion, seharusnya para perwira polisi, mengingat himbauan Presiden Jokowi untuk hidup sederhana. Meski, saya masih belum sanggup menalar dan bekerja sama dengan kalkulator untuk menghitung penghasilan para perwira dengan fashion mereka. Kata orang, tas sandang itu saja 8 jutaan rupiah. Belum lagi pakaian dan sepatunya. Kalau ada pakai cincin? Seharusnya ini dianggap kritik, karena semua penghasilan di luar gaji dan tunjangan, adalah gratifikasi. Dan apabila ada usaha sampingan, itu dilarang menurut undang-undang kepegawaian. Demikian juga dengan kaum istri2 nya, sebaiknya belajar hidup sederhana dan mengurangi perlombaan kemampuan finansial supaya tidak menjadi tekanan bagi kaum Bapaknya dalam menjalankan tugas.

Kenapa teroris menyerang Polisi? Memang mereka bertujuan menyerang negara, yang diwakili oleh pejabat nya. Tetapi, hal ini kalau kita jujur, juga menggambarkan perlawanan sipil terhadap arogansi dan otoritas oknum polisi yang sering sewenang-wenang. Ceita-cerita hilang kambing, lapor polisi menjadi hilang lembu, harus menjadi cerita masa lalu. Maka, koreksi diri adalah suatu keharusan.

Demikian analisa singkat saya tentang Bom Sarinah dan kepolisian.

Dan saran saya, dibuatkan UU Terorisme yang lebih tegas dengan otoritas yang lebih besar. Ancaman teror semakin hari semakin besar dan nyata. Juga, sebaiknya bagi para ulama, diberikan pemahaman pentingnya memberikan dakwah dan kutbah jumat yang damai dan sejuk, tanpa mengurangi nilai-nilai ke-Islaman kita. Masyarakat perlu mengerti, bahwa kita telah bersepakat menjadi suatu negara yang menjunjung tinggi keragaman. Kaum Muslimin percaya agama mereka benar dan diridhoi ALLAH SWT, demikian juga kaum Nasrani percaya Yesus Kristus adalah jalan ke surga, Kaum Budha percaya mereka perlu mencapai pencerahan dan berbuat baik, begitu juga dengan Saudara Hindu dan Aliran Kepercayaan mengimani dan percaya dengan ajaran mereka. Maka, biarlah kita tetap mengimani agama dan kepercayaan kita masing-masing, tanpa harus menyerang iman dan kepercayaan orang lain. Karena di Indonesia, tidak ada 'orang lain', kita semua bersaudara. Biarlah perbedaan menjadi kerlap kerlip keindahan dan pelangi kehidupan bukan sumber perpecahan.

Hormat Saya,

Anto Medan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun