Mohon tunggu...
antaresta p w
antaresta p w Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UPNVJT

No Matter What Happened Keep Chasing Your Dream

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sesak Pandemonium Covid-19 di Timur Tengah

15 Juni 2020   22:00 Diperbarui: 15 Juni 2020   22:05 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Titik ekuilibrium di zona kekacauan perang terjadi saat Covid-19 memaksakan perdamaian “semu” bagi negara-negara konflik di Timur Tengah. Pandemi berhasil menyingkirkan ekstrimis radikal dan aksi separatis ke lubang pesakitan yang sama, yaitu krisis kelaparan.

Bagi, sejumlah negara konflik kehadiran pandemi Covid-19 menggerus perekonomian teramat sangat. Negara-negara ekonomi sulit macam Suriah, Yaman, dan Jordania harus berjuang keras menghidupi rakyatnya—suatu kondisi yang dalam kondisi perang kerap terabaikan kini menjadi prioritas.

Kemungkinan baru lahir akibat laju sampar yang cepat dan senyap. Sejumlah ahli memperkirakan new normal pada zona perang berpeluang membalikkan stabilitas yang sengkarut. Dampak jangka panjang virus yang tak tertebak bisa jadi menghadirkan penyelesaian-penyelesaian alternatif atas perang.

Kali ini, di tengah kericuhan perang, pertama kalinya stabilitas keamanan, ekonomi, dan politik menjadi prioritas utama.

Polarisasi ekonomi terlihat jelas bila menilik metode penanganan sampar oleh rerumpun bangsa regional Timur Tengah. Negara-negara lemah ekonomi sulit akan mengutamakan genctan senjata untuk mengundang bantuan logistik asing, serta menyambut dengan kehangatan campur tangan PBB agar ketahanan kesehatan mampu menyelamatkan banyak nyawa dari sampar. Perang harus berhenti atau masyarakat menderita hingga mati!

Tampaknya, bagi negara ekonomi sulit pemutusan konflik absolut harus tereksekusi.

Namun sebaliknya, negara dengan kekayaan ekonomi akan menghadapi kebuntuan. Jika di masa-masa pra-pandemi program perekonomian berjalan dengan sentosa, kali ini ancaman krisis menghambat devisa negara. Berbeda dengan negara konflik, negara kaya di semenanjung Arab berhadapan dengan kesenyapan pariwisata, sektor perdagangan yang tertatih-tatih, perputaran uang macet, dan sumber-sumber dari perdagangan luar negeri berhenti. Hal ini dapatlah disebut sebagai kiamat kecil bagi industri minyak yang selama ini menjadi tumpuan utama. Negara-negara seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab secara bersamaan tidak mampu mengembangkan diversifikasi.

Paranoia atas hal-hal buruk menyeruak. Belum ada vaksin konkrit untuk membunuh Covid-19, hal ini berarti terbentang kemungkinan tak terbatas mengenai penanganan sampar. Gelombang kedua, ketiga, atau keempat mengintai. Sehingga masih banyak variabel hal buruk dapat timbul.

PBB memperingatkan dengan aktif agar segera menghentikan segala konflik untuk mengantisipasi “hal-hal paling buruk yang dapat terjadi”.

Sandekala di negara konflik

Di negara manapun, sandekala ialah simbolisasi kultural atas momen kesunyian. Pandemonium yang terjadi di Timur Tengah menghadirkan sandekala menuju ke era post-Covid-19. Kondisi dan situasi ini ibarat segala kegiatan harus berhenti ketika adzan maghrib berkumandang, satu linimasa yang bisa dimanfaatkan untuk mengaji kembali pilihan-pilihan yang jernih dan tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun