Mohon tunggu...
Anselmus Puasa
Anselmus Puasa Mohon Tunggu... Dosen - nama panggilan Amos

Amos si penggemar film Kung Fu China

Selanjutnya

Tutup

Politik

Elektabilitas dan Isi Tas dalam Momentum Mencari Pemimpin

18 September 2020   21:13 Diperbarui: 18 September 2020   21:17 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 25 April 2017 (sore) di hotel Surya Pagi Ternate, terjadi diskusi lepas dari beberapa akademisi asal Unhena dan UMMU, terkait dengan hajatan Pemilihan Gubernur Maluku Utara yang sudah ada di depan mata. 

Wakil Rektor satu UMMU, bapak Hasanuddin di depan Rektor Unhena Pdt. M.D.Boediman dan bpk.John  F. Sonoto (Wakil Rektor  dua  Unhena) melontarkan pernyataan menarik. "Selain elektabilitas, juga sangat ditentukan dengan isi tas, dalam pilgub ini."

Dengan kata lain, seorang figur yang menjadi kandidat gubernur, bupati, atau wali kota tidak hanya ditentukan dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap dirinya, tetapi yang tidak kalah panting adalah seberapa banyak isi tas atau uang dari sang kandidat tersebut. 

Itu berarti seorang kandiat yang tidak punya isi tas yang  tebal, akan sangat susah bersaing dengan para kandidat yang punya isi tas tebal. Mengapa isi tas sangat mempengaruhi suksesnya suatu hajatan dalam mencari figur pemimpin ? Pertanyaan inilah yang mau dijawab dalam tulisan singkat ini.

3 M

Sudah sejak lama kita mendengar para analis dan kritikus mengatakan bahwa sukses dalam sebuah ajang pemilihan umum (pilpres, pilkada, pileg) sangat ditentukan dengan 3 M, yakni: Man, Machine, Money.

Pertama, Man atau manusia. Man adalah sang pemimpin itu sendiri dan juga orang yang mendukungnya. Pemimpin tanpa orang yang mengusung atau mengusulkan dan atau yang memilihnya, tidak mungkin ada pemimpin. Keduanya, baik pemimpin maupun yang dipimpin tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling membutuhkan. 

Di beberapa tempat, pemimpinnya datang dari orang-orang populer atau terkenal (publik figur). Misalnya, bintang film dan Sinetron  yang  tidak asing lagi, sebut saja: RanoKarno  (gubernur) di Banten;  penyanyi Pasha Ungu (wakil bupati) di Sulawesi Selatan; bintang film Nurul Arifin menjadi anggota DPR RI (Fraksi Golkar); mantan putri Indonesia,  Angelina Sondak terpilih sebagai anggota DPR RI (fraksi Partai Demokrat). 

Ternyata, publik figur (man) yang memilih untuk meraih jabatan politik itu tidak semua bersih, ada juga yang tersangkut dengan kasus korupsi. Tetu saja, sebagai pemilih, kita tidak dapat mengetahui secara jauh dan mendalam perihal sikap dan karakter dari setiap figur/kandidat yang muncul.  Namun hal itu tidak atau jangan dijadikan  sebagai alasan bagi kita untuk asal pilih atau tidak mau memilih (golput).

Kedua, Machine atau mesin. Yang dimaksud dengan mesin di sini adalah organisasi partai politik yang mengusung seorang kandidat untuk menjadi pemimpin. Undang-undang mengijinkan atau membuka peluang bagi seorang kandidat, untuk tidak memakai mesin partai politik. Itulah yang kita kenal dengan mengambil jalur independen.  

Artinya seorang kandidat, dapat secara langsung mencari dukungan langsung dari masyarakat. Untuk kasus seperti ini, yang menjadi mesinnya bukan lagi partai politik, melainkan orang-perorang (pendukung) yang secara sukarela bekerja dan mensukseskan suksesi kepemiminan tersebut.  Konon, untuk dapat mengendarai mesin partai tersebut, harus ada uang tikenya; dan tiketnya tidak murah. Alias sangat mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun