Mohon tunggu...
Andrean Pasaribu
Andrean Pasaribu Mohon Tunggu... Melihat Dunia -

Seorang yang ingin menjadi HEBAT!!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membela Gelar Pahlawan Bagi RA. Kartini

21 April 2013   02:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:52 1631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Haruskah 21 April di Indonesia diperingati sebagai Hari Kartini yang melambangkan gerakan emansipasi wanita?.

Belakangan ini terjadi pro-kontra mengenai penetapan tanggal lahir Kartini sebagai hari besar bahkan pelabelan Kartini sebagai pahlawan pun mulai dipertanyakan. Banyak opini yang melatari penolakan tersebut dengan argumentasi masing-masing pihak.

Seperti misalnya alasan bahwa wilayah perjuangan Kartini hanyalah sebatas pada wilayah daerah Jepara dan Rembang, bukan skala nasional. Lalu ada yang berpendapat bahwa Kartini bukanlah pahlawan yang membantu mengusir penjajah dari tanah air dengan memanggul senjata. Belum lagi adanya pendapat diskriminasi pahlawan wanita dimana masih banyak pahlawan-pahlawan wanita lainnya yang lebih heroik dibanding Kartini.

Kesibukan para pengkritik meragukan label Kartini justru membuat mereka lupa akan esensi dari Hari Kartini. Sikap membela Kartini malah menciptakan fanatisme tersendiri yang membuat kita menghujat pahlawan perempuan lainnya sementara kritik terhadap Kartini justru menciptakan rasa benci terhadap beliau.

Tulisan ini  bertujuan untuk tidak hanya melakukan pembelaan terhadap Hari Kartini tapi juga penggalian esensinya yang biasa kita peringati setiap tanggal 21 April dimana pada tanggal itulah Raden Ajeng Kartini lahir.

=====

Kartini memanglah bukan seorang pejuang kemerdekaan. Beliau tidak bisa dikatakan berjuang jika hanya mengandalkan curhatan-curhatannya pada Abendanon. Dan memang benar Kartini tidak berjuang atas nama bangsa Indonesia, hanya saja Kartini berjuang atas nama haknya sebagai Wanita.

Jika dibandingkan dengan pahlawan lainnya seperti Cut Nyak Dhien, Tjoet Nyak Mutia, Martha Christina, dan pahlawan wanita lainnya yang berjuang melalui medan perang, ada perbedaan mengenai sesuatu yang diperjuangkan. Selain mempertimbangkan kepentingan masing-masing pahlawan tersebut, kita juga harus mempertimbangkan sisi sosio-historisnya.

Lingkungan para pahlawan wanita medan perang berbeda dengan lingkungan Kartini yang berlatar keraton. Wanita dalam keraton berada dalam keadaan terkungkung dimana mereka hanya menurut dengan apa yang dikatakan laki-laki disana, selain itu adanya perbedaan prioritas pendidikan menjadi sorotan utama Kartini dalam hal ini.

Kartini bisa dikatakan melakukan perjuangan dalam aspek pendidikan khususnya perempuan. Tapi, bukankah bukan hanya Kartini yang berjuang dalam jalur pendidikan perempuan?. Bukankah masih ada pahlawan wanita lainnya seperti halnya Siti Walidah alias Nyai Ahmad Dahlan, suami pendiri Muhammadiyah dan juga Dewi Sartika?.

Mari kita kembalikan lagi dari sisi historisnya. Siti Walidah bisa dibilang lebih heroic dibanding Kartini meskipun namanya tidak sepopuler Kartini. Siti Walidah melalui Muhammadiyah mendirikan sekolah perempuan bernama Aisyiyah yang bertujuan memberikan pendidikan yang menyeluruh bagi perempuan baik itu jasmani maupun rohani, selain itu beliau juga turut membantu perjuangan suaminya dimedan perang dengan menganyomi para perempuan untuk mendirikan Dapur Umum dan Rumah Sakit darurat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun