Mohon tunggu...
Annis Naim
Annis Naim Mohon Tunggu... Difafriends, Les Privat Jogja, Magister Pendidikan Luar Biasa UNY

Konsen Pendidikan Khusus dan Pendidikan Inklusi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjalanan Emosional Orang Tua dari Anak Berkebutuhan Khusus

2 Desember 2024   16:19 Diperbarui: 2 Desember 2024   16:31 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saat orang tua pertama kali mendapati bahwa anak mereka memiliki kebutuhan khusus, mereka sering mengalami perjalanan emosional yang mendalam dan kompleks. Awal mulanya orang tua tidak percaya dengan kondisi yang dialami anaknya. Sehingga hal ini diikuti oleh perasaan seperti kesedihan, ketakutan, kemarahan, dan bahkan perasaan bersalah. Perjalanan ini tidak mudah bagi orang tua, namun sangat penting bagi orang tua untuk melalui setiap tahap emosi ini sebagai bagian dari proses menerima dan memahami kondisi anak mereka.

Dari berbagai orang tua yang pernah ditemui, seringnya orang tua mengalami beberapa tahapan emosional dalam perjalanannya mendampingi anak spesial mereka. Menjadi orang tua dari anak berkebutuhan khusus tidaklah mudah, dan seringnya orang tua kurang memperhatikan dirinya sendiri karena terlalu mengkhawatirkan anak-anaknya, sehingga sering terjadi gejolak emosi yang tidak terkendali.

Tahap Tidak Percaya

Saat seorang anak didiagnosis dengan kebutuhan khusus, banyak orang tua yang mengalami gejolak emosi. Sering mereka merasa tidak percaya akan kondisi anak mereka. Dalam beberapa kasus, orang tua mungkin tidak menyadari gejala-gejala awal dari kondisi anak. Ketika orang tua menyadari keterlambatan perkembangan lalu mendapatkan diagnosis, orang tua akan mengalami gejolak emosi berupa rasa tidak percaya sebagai reaksi pertama.

Bahkan beberapa orang tua tidak langsung percaya dengan diagnosis yang didapatkan, mereka mungkin akan mencari opini kedua atau ketiga dari dokter lain untuk memastikan diagnosis tersebut benar. Rasa tidak percaya akan disertai dengan harapan bahwa mungkin ada kesalahan atau mungkin kondisi anak akan berubah dengan sendirinya. Penting bagi orang tua untuk menyadari bahwa perasaan ini normal dan sering menjadi reaksi awal terhadap perubahan besar dalam kehidupan keluarga mereka.

Tahap Kesedihan dan Kehilangan

Setelah perasaan tidak percaya, orang tua akan merasa sedih dan kehilangan. Kehilangan yang dialami adalah kehilangan akan "harapan" yang mereka miliki tentang masa depan anak mereka. Orang tua tentunya memiliki harapan yang tinggi terhadap masa depan anak-anaknya, misalnya pendidikan, kegiatan, bahkan kehidupan sosial yang akan dijalani anak mereka. Kesedihan adalah bagian yang normal dari proses menerima kenyataan. Banyak orang tua menggambarkan perasaan ini sebagai bentuk "berduka", bukan karena kehilangan anak secara fisik, namun kehilangan harapan dan ekspektasi masa depan.

Rasa berduka yang dirasakan oleh orang tua sebenarnya termasuk dalam reaksi manusiawi, bukan berarti orang tua tidak menyayangi anak-anak mereka. Selama tahap ini orang tua mungkin juga merasakan kesepian, sehingga membutuhkan dukungan baik dari orang terdekat maupun dari kelompok dukungan atau komunitas yang memiliki pengalaman serupa. Dalam hal ini menjadikan orang tua merasa lebih dipahami dan memberikan ruang untuk berbagi perasaan mereka.

 

Tahap Rasa Bersalah 

Perasaan yang sering dialami para orang tua terutama seorang ibu yaitu rasa bersalah. Mereka mulai bertanya-tanya adakah kesalahan yang mereka lakukan saat di fase kehamilan maupun pengasuhan. Meskipun bisa jadi kondisi anak mereka disebabkan karena pola pengasuhan maupun di masa kehamilan, namun tidak ada gunanya saat orang tua terlalu merasa bersalah atas kondisi yang dialami anak-anaknya. Terutama jika memang disebabkan faktor genetik, yang berarti hal ini berada di luar kendali mereka.

Penting bagi orang tua untuk memahami bahwa kondisi anak berkebutuhan khusus bukanlah kesalahan mereka. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab terhadap perkembangan kondisi tersebut, dan sebagian besar tidak dapat dihindari. Orang tua perlu memproses emosi mereka tanpa menghakimi diri sendiri, hal ini dapat dilakukan secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain, misalnya konselor maupun psikolog.

Tahap Marah dan Frustasi

Setelah merasa bersalah, beberapa orang tua merasa marah dan frustasi. Rasa marah yang muncul yaitu rasa marah terhadap kondisi maupun marah terhadap diri sendiri. Selain itu frustasi muncul karena mereka tidak menemukan sistem dukungan yang tepat, dapat karena tidak memadai dari segi fasilitas atau lambat dalam memberikan bantuan. Selain itu stigma di beberapa masyarakat yang memperparah kondisi ini membuat orang tua mengalami tekanan yang berlebihan.

Dalam hal ini orang tua perlu menyalurkan kemarahan dengan lebih adaptif, karena bisa jadi kemarahan ini akan diarahkan ke berbagai arah. Bisa jadi ke tenaga medis yang menangani, ke pihak sekolah tempat anak bersekolah, atau bahkan ke anaknya sendiri. Salah satu rekomendasi yang dapat dilakukan, orang tua dapat menyalurkan kemarahannya melalui upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang anak berkebutuhan khusus dengan bergabung ke berbagai komunitas yang mendukung.

 

Tahap Penerimaan

Tahap akhir dari perjalanan emosional dari orang tua adalah penerimaan, yaitu orang tua mulai menerima kenyataan bahwa anak memiliki kebutuhan khusus. Saat orang tua mulai menerima kondisi ini maka mereka mulai fokus melihat bagaimana memberikan dukungan terbaik bagi anak. Meskipun pada tahap ini bukan berarti perasaan-perasaan sebelumnya sepenuhnya hilang, namun orang tua menjadi lebih mampu mengelola emosi mereka, sehingga fokus pada tindakan yang lebih produktif.

Penerimaan juga memberikan harapan-harapan baru bagi orang tua terkait masa depan anak-anak mereka. Meskipun bisa jadi tidak lagi menggunakan standar umum yang biasanya terjadi di lingkungannya, namun orang tua lebih fokus pada harapan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anaknya. Selain itu, penerimaan juga melibatkan pemahaman bahwa perjalanan ini penuh dengan tantangan, ada banyak dukungan yang tersedia. Para orang tua yang mempunyai penerimaan yang baik ini sering kali menjadi lebih kuat secara emosional, dan berdampak positif pada anak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun