Mohon tunggu...
Annisa Tang
Annisa Tang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - www.bombonasam.club

Single Mom of 2 (Mom AFE). www.bombonasam.club / www.annisatang.com Blogger, Penulis, Mom, Social Media Life. Mami Keceh yang bawel, ceriwis, tajam setajam silet, namun hanya di atas kertas. Aslinya pendiam, hati saja yang masih suka berbicara menyuarakan keluh saat lidah sedang kelu. Walau sudah sendiri sejak 2019 silam, tapi bukan berarti menyendiri, karena asa berakhir ketika kontrak di dunia pun telah usai.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Net Zero Emissions - Upaya Menjadikan Bumi Lebih Ramah untuk Masa Depan

14 Oktober 2021   06:00 Diperbarui: 14 Oktober 2021   06:03 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jika sang bumi bisa bicara, kutahu ia akan bertanya, sampai kapankah kau hanya terima, tanpa pernah beri kembali ..."

Sebuah lagu yang dinyanyikan oleh musisi sekaligus duta lingkungan hidup, Nugie, bersama sang kakak yang juga seorang musisi (Katon Bagaskara) itu memang memiliki makna yang sangat dalam, khususnya ketika kita akan berbicara mengenai alam, tempat kita bernaung dan bernapas ini.

Betapa penggalan bait syair lagu itu mampu membuat setiap nurani yang peka tersedak oleh kesadaran akan kondisi bumi yang tengah meringis, karena tak mampu meraih haknya dalam menerima timbal balik atas semua hal yang telah ia sediakan, untuk para penghuni semesta alam ini.

Terutama manusia yang telah banyak mengambil keuntungan dari bumi. Mereka dengan rakus masih terus-menerus menjajah isi bumi, membuat hutan menjadi gundul, laut tak lagi jernih, limbah mencemari sungai, gunung dikeruk, kawasan rindang berganti menjadi gedung bertingkat, sampah menghiasi setiap sudut kota, bahkan langit pun tak lagi biru karena ulah manusia.

"Kini saatnya untuk berbuat, memberi apa yang dia butuhkan. Tanah,  air, udara, kan bersuka, hidup harmoni tetap terjaga."

Sambungan dari syair lagu di atas itu sangat mengena, yaitu mengajak setiap insan agar mulai melakukan sesuatu untuk bumi.

Wahai manusia, tidakkah tergugah dengan apa yang telah disampaikan oleh Nugie dan Katon dalam lagunya yang berjudul 'Jika Bumi Bisa Bicara' itu? Sedangkan lagu tersebut memang khusus diciptakan sebagai dedikasi atas kecintaan mereka terhadap bumi, dimana hasil penjualannya pun didonasikan untuk konservasi alam melalui WWF Indonesia.

Lalu, jika kita bukan duta lingkungan hidup, juga bukanlah musisi yang dapat menyuarakan kampanye tentang alam melalui sebuah lagu, serta bukan bagian dari lembaga yang bergerak langsung dalam bidang pelestarian alam, apa yang dapat kita lakukan untuk bumi?

Bagi penulis sendiri, setiap tarikan napas yang masih dapat dihirup di dunia ini adalah anugerah tak terkira. Karena itu berarti kita masih hidup di dunia, sehingga tetap memiliki asa untuk meraih mimpi di masa depan.

Tapi bagaimana jika seandainya bahkan udara yang kita hirup justru membawa petaka bagi kehidupan kita semua? Masih adakah masa depan yang menanti kita? Masih adakah harapan generasi mendatang untuk memiliki hidup yang lebih baik?

Sedangkan Pulau Kalimantan, tempat penulis bernaung sepanjang usia, pada belasan tahun yang lalu saja, hak setiap warganya untuk bernapas dengan baik sudah sempat terampas paksa akibat polusi kebakaran hutan. Bahkan tidak terjadi pada saat itu saja, melainkan sudah beberapa kali setelahnya, sehingga jauh sebelum pandemi menerjang negeri, warga Kota Balikpapan sudah sempat bergaul akrab dengan masker ketika akan pergi keluar rumah.

Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, tempat penulis berpijak. (dokumen pribadi)
Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, tempat penulis berpijak. (dokumen pribadi)

Begitulah ketika alam mulai jenuh dan marah akan perbuatan kita yang tak henti menyakitinya. Bencana pun datang silih berganti, keadaan menjadi terbalik. Alam yang biasanya bersikap manis walau disakiti, pada akhirnya akan balas menyakiti.

Jika demikian, apakah berarti sudah terlambat bagi kita untuk melakukan sesuatu terhadap bumi?

Tentu saja tidak. Kita masih memiliki waktu untuk menjadikan bumi jauh lebih baik dari sebelumnya. Caranya adalah dengan melakukan kebiasaan baik, mempunyai kesadaran penuh akan kelestarian lingkungan alam sekitar kita, serta memegang prinsip bahwa alam adalah kita, begitupun sebaliknya.

Net - zero emissions adalah salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk alam, juga untuk diri kita dan orang-orang yang kita cintai.

Sebagian dari kita mungkin masih awam dengan istilah itu, dimana jika diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah emisi nol bersih yang merupakan tujuan akhir kita setelah berusaha mengurangi polusi sejak kini.

Dicanangkan bahwa selambat-lambatnya tahun 2060, net - zero emissions dapat tercapai, dengan adanya kesadaran diri dari setiap insan di dunia.

Melalui tulisan ini, penulis ingin sekedar berbagi, hal-hal yang telah penulis dan keluarga lakukan untuk bumi tercinta, agar dapat turut berperan serta dalam mewujudkan net - zero emissions.

1. Ucapkan selamat tinggal pada 'kompek'

Istilah 'kompek' mungkin sangat asing di telinga sebagian pembaca, tetapi tentu akan lebih familiar dengan istilah kresek atau dikenal juga dengan sebutan kantong plastik. Orang Balikpapan menyebutnya sebagai 'kompek'.

Masyarakat Kota Balikpapan sendiri sudah taat dengan pelarangan penggunaan kresek yang biasa dipakai untuk membawa barang dari tempat perbelanjaan, sejak diturunkannya peraturan daerah tentang hal itu pada tanggal 03 Juli 2018.

Sebagian besar masyarakat kota pada saat itu pun selalu berupaya untuk membawa tas kain ketika berbelanja, sampai akhirnya mulai diperkenalkan reuseable bags di setiap pusat perbelanjaan, dan kini menjadi sangat populer.

Begitupun dengan penulis dan keluarga yang sudah meninggalkan 'kompek' sejak beberapa tahun yang lalu untuk beralih pada reuseable bag dalam rangka meminimalkan limbah plastik.

Reuseable Bags milik penulis dan keluarganya di rumah. (dokumen pribadi)
Reuseable Bags milik penulis dan keluarganya di rumah. (dokumen pribadi)

2. Menghijaukan halaman depan dan belakang rumah

Sejak pandemi melanda negeri, satu-satunya udara yang bisa dihirup dengan bebas tanpa masker hanyalah lingkungan di rumah dan sekitarnya. Di samping itu, penulis juga harus berusaha menjaga daya tahan tubuhnya bersama keluarga agar tak rapuh dan mudah tumbang, sehingga penulis memutuskan untuk menanam pohon markisa yang merambat di halaman depan dan belakang rumah.

Pohon markisa dengan daunnya yang rindang dan hijau membuat halaman rumah menjadi lebih asri. Udaranya pun menjadi jauh lebih sehat untuk dihirup pada pagi sampai sore hari. Buahnya yang kaya akan vitamin C juga dapat membantu dalam menjaga kondisi tubuh di masa-masa sedang mewabahnya penyakit menular ini.

Pohon Markisa di halaman depan rumah penulis. (dokumen pribadi)
Pohon Markisa di halaman depan rumah penulis. (dokumen pribadi)

3. Bebas polusi tanpa kendaraan bermotor

Jalan kaki menjadi alternatif terbaik untuk menciptakan udara yang sehat dan bebas dari emisi bahan bakar. Penulis mulai jarang menggunakan kendaraan bermotor ketika akan pergi berbelanja ke toko yang jaraknya hanya sekitar 500 meter dari rumah.

Rutin berjalan kaki bersama keluarga setiap harinya juga dapat membuat tubuh menjadi lebih tangguh dan mengurangi polusi udara.

Alternatif yang kedua adalah menggunakan sepeda taman untuk pergi ke tempat yang masih tergolong aman jika dilalui oleh kendaraan kayuh tersebut.

Bersepeda di lingkungan perumahan. (dokumen pribadi)
Bersepeda di lingkungan perumahan. (dokumen pribadi)

4. Menggunakan bahan bakar ramah lingkungan

Meskipun berupaya tidak menggunakan kendaraan bermotor, namun tak bisa dipungkiri juga jika kita berada pada masa mobilitas tinggi sehingga kadang terpaksa harus bepergian menggunakan kendaraan pribadi.

Untuk itu, bahan bakar ramah lingkungan dapat menjadi solusi terbaik saat ini sebagai makanan utama kendaraan pribadi yang kita miliki.

Indonesia masih menyediakan 3 pilihan bahan bakar jenis bensin untuk digunakan, yaitu premium, pertalite, dan pertamax. Walau pertamax terbagi lagi sesuai tingkatan research octan number (RON), tapi dari ketiganya, pertamax adalah yang paling ramah lingkungan.

Tingkatan RON pertamax dimulai dari RON 92. Setelahnya adalah pertamax plus dengan RON 95. Selain itu, ada juga pertamax turbo dengan RON 98, tapi baru tersedia pada beberapa SPBU saja di Indonesia. 

Penulis sendiri selalu memilih pertamax sebagai bahan bakar kendaraan pribadi, karena banyak keuntungan yang bisa didapatkan dengan menggunakan bahan bakar jenis ini. Salah satunya adalah semakin tinggi tingkat oktan, maka lebih ringan pula kerja mesin dalam melakukan pembakaran, sehingga selain dapat membuat mesin kendaraan menjadi lebih awet, juga dapat membuat udara tidak begitu tercemar karena emisi yang dibuang lebih sedikit.

Penulis berkendaraan pada gambar sebelum pandemi. (dokumen pribadi)
Penulis berkendaraan pada gambar sebelum pandemi. (dokumen pribadi)

5. Lebih sedikit makan daging lebih baik

Hal lainnya yang ternyata membawa dampak menyedihkan bagi bumi juga adalah lahan peternakan, karena termasuk salah satu penyumbang emisi yang besar juga bagi alam. Sehingga menghentikan konsumsi daging khususnya daging sapi, domba dan babi dapat membantu memperlambat perubahan iklim di dunia.

Peternakan sapi adalah penyumbang gas metana terbesar dari keseluruhan hewan ternak, dimana termasuk emisi efek rumah kaca yang dapat mempengaruhi pemanasan global.

Metana adalah gas tidak berbau yang menimbulkan efek rumah kaca. Pada lahan peternakan, metana berasal dari sendawa dan kotoran hewan ternak.

Oleh karenanya, mengalihkan konsumsi daging pada nabati, dapat mengurangi pencemaran udara karena diharapkan semuanya akan kembali ke hutan, tak ada lahan khusus peternakan lagi.

Setelah penulis mengetahui informasi mengenai pemanasan global yang disebabkan oleh lahan peternakan juga, walau belum sepenuhnya beralih pada nabati, tapi penulis dan keluarga sudah mulai mengurangi konsumsi daging merah sebagai wujud pengambilan peran dalam melestarikan lingkungan hidup.

Ilustrasi. (desain pribadi)
Ilustrasi. (desain pribadi)

6. Jangan meninggalkan 'bekas kehadiran' di setiap persinggahan

Kata-kata ini yang selalu diucapkan oleh ibu penulis setiap mengunjungi suatu tempat, ketika sering kali penulis dan ibunya itu menjumpai kotak minuman atau bungkus makanan yang teronggok begitu saja pada fasilitas umum.

Entah apa alasan sebagian orang yang tega meninggalkan 'bekas kehadirannya' itu, tetapi memang ada beberapa orang yang cara berpikirnya harus diubah.

Karena penulis pernah menjumpai seseorang dengan paradigma, "dunia ini hidup dengan siklus, kalau tidak ada sampah di jalanan, apa kerjaannya tukang sapu jalanan dan petugas kebersihan?"

Penulis sampai tercengang dibuatnya.

Bayangkan saja jika seluruh warga dunia berpikiran hal yang sama, apa jadinya bumi kita tercinta ini? Belum cukupkah alam murka dengan mengirimkan banjir bandangnya di sebagian belahan dunia beberapa waktu yang lalu?

Maka, tinggalkanlah hanya jejak langkah kaki di setiap persinggahan.

Penulis selalu menyediakan tempat sampah di dalam kendaraan pribadi. Membawa makanan dan minuman sendiri dari rumah tanpa menggunakan wadah sekali pakai juga dapat menjadi solusi dalam mengurangi limbah dunia.

Yuk perlakukan bumi dengan baik agar ia memperlakukan para penghuninya dengan baik juga.

Ilustrasi sampah. (desain pribadi)
Ilustrasi sampah. (desain pribadi)

Setiap manusia memiliki caranya dalam menjalankan hidup, tetapi pilihan yang tepat akan membawa kita pada masa depan yang cerah dan mewariskan dunia yang baik pada generasi mendatang.

Bantu dunia dalam mewujudkan net - zero emissions dari sekarang, agar selambat-lambatnya pada tahun 2060 sudah tercapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun