Bayangkan setiap detik di Indonesia, jutaan transaksi digital terjadi. Mulai dari belanja baju lewat marketplace, pesan makanan via aplikasi, hingga membayar ojek daring yang hanya butuh beberapa sentuhan layar. Semua berlangsung begitu cepat, menembus ruang dan waktu, tanpa mengenal batas geografis.
Menurut Bank Indonesia, nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai Rp401 triliun pada 2022 dan diproyeksikan melonjak hingga Rp1.000 triliun pada 2025. Angka yang fantastis. Namun di balik besarnya arus transaksi itu, ada pertanyaan besar: bagaimana negara memastikan setiap rupiah pajak bisa masuk dan tercatat dengan baik?
Jika dikelola dengan tepat, potensi itu bisa menjadi fondasi fiskal yang kuat untuk membangun pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga program pemberdayaan masyarakat. World Bank mencatat, kenaikan tax ratio sebesar 1% saja bisa menambah penerimaan negara hingga Rp200 triliun. Tetapi jika transaksi digital ini dibiarkan tanpa pengawasan yang modern, peluang besar tersebut bisa berubah menjadi kebocoran penerimaan.
Di sinilah dua inovasi penting hadir: Coretax Administration System dan Payment ID. Keduanya bukan sekadar instrumen teknis, melainkan pondasi baru yang bisa menjaga setiap rupiah agar sampai ke kas negara secara tepat, transparan, dan akuntabel.
Coretax di Era Digital: Peluang atau Beban?
Masih banyak masyarakat masih menganggap pengurusan pajak itu berbelit. Prosesnya panjang, penuh dokumen, dan kadang membingungkan. Data Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan, tax ratio Indonesia baru sekitar 10,3% dari PDB, jauh di bawah rata-rata ASEAN yang mencapai 17%. Jika dibandingkan dengan negara-negara OECD, perbedaan semakin mencolok karena mereka bisa mencapai rata-rata 34%.
Masalah semakin terasa ketika ekonomi digital tumbuh begitu pesat. Menurut laporan McKinsey, ekonomi digital Indonesia tumbuh 49% pada 2021 dan masih terus meningkat dengan laju yang sama. Artinya, jutaan transaksi berlangsung setiap hari, tapi sebagian tidak tercatat optimal.
Coretax bisa dibilang sebagai "otak baru" sistem pajak Indonesia. Semua layanan perpajakan terintegrasi ke dalam satu platform digital. Jadi, wajib pajak tidak perlu lagi berpindah-pindah sistem.
Bagi masyarakat, Coretax berarti layanan yang lebih simpel: lebih cepat, lebih jelas, dan tidak membingungkan. Bagi negara, Coretax adalah mesin analisis cerdas yang tidak hanya mencatat, tetapi juga bisa memantau, mengawasi, dan mempercepat pelayanan. Menurut Kementerian Keuangan, penerimaan pajak diperkirakan bisa naik hingga 20% dalam lima tahun sejak Coretax berjalan, sekaligus meningkatkan kepatuhan wajib pajak hingga 80%.
Payment ID: Setiap Rupiah Punya Jejak
Jika Coretax adalah otak, maka Payment ID bisa disebut sebagai "sidik jari" setiap transaksi.
Dengan sistem ini, setiap pembayaran pajak diberi identitas unik berupa kode pembayaran. Ibarat nomor resi saat belanja online, Payment ID memastikan uang pajak tidak salah alamat. Sistem ini menutup peluang salah catat, duplikasi, atau pembayaran yang tercecer.