Sebuah ketukan menyadarkanku dan kulihat Wiwid masuk dan tersenyum padaku . Matanya tampak sembab dan kutahu dia menahan tangis untukku . Tapi aku bahkan belum menangis untuk semua ini . Aku hanya merasakan tusukan kecil di dadaku tiap detik . Tapi itu tak membuatku menangis . Belum .
“Hai , aku datang jam 10 tadi , langsung beli buku , terus kesini!” .
“Iya , Mey udah bilang!” . Wiwid duduk disampingku .
“Seto suka sekali ma foto itu!” , ujarnya sambil menunjuk foto yang sudah ku kembalikan ke jendela tadi .
“Kalau dia suka ma sesuatu dia selalu meletakkannya di jendela , katanya biar bisa dia lihat pas bangun!” .
“Entah kenapa dia selalu bangun dengan posisi menghadap jendela!” , Wiwid tersenyum .
“Mereka udah datang?” , tanyaku saat mendengar suara tangis orang-orang karena pintu kamar ini yang terbuka . Wiwid mengangguk dan air matanya sudah tidak bisa ditahannya lagi .
“Kalau gitu ayo kedepan!” , ucapku . Kami bergandengan tangan kedepan , dan mendapati Bunda yang sudah menangis ditemani Andra , Anggra , Alaya , Andira . Aku menghampiri mereka dan duduk disebelah Anggra .
“Hai , kamu pasti Anggra!” , ucapku pada gadis yang terlihat masih SMA ini .
“Kamu persis seperti yang digambarkan kakakmu!Cantik!” , sapaku .
“Kakak juga!Cantik , seperti yang Kak Seto selalu bilang , tiap kali cerita tentang kakak!” , balasnya sambil tersenyum . Aku merasakan tusukan di dadaku terasa semakin keras . Membuatku susah tersenyum balik untuk Anggra . Anggra menggenggam tanganku dan kami pun lalu khusyuk membacakan surat Yasin untuk Seto . Acara berjalan terlalu cepat untukku . Aku seakan melihat kelebatan peristiwa saat Bunda dan adik-adik melihat wajah Seto untuk terakhir kalinya sebelum dia dibungkus kain kafan . Tangisan sahabat-sahabatnya juga hampir tak terdengar , karena aku sibuk menahan rasa sakit di dadaku yang semakin kencang ini . Lalu tiba-tiba saja aku sudah berada di samping kubur dan melihatnya diturunkan . Yang kuingat hanya Mey menyentuh lenganku sebelum semuanya gelap .