Mohon tunggu...
Annisaa Ganesha
Annisaa Ganesha Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kumpulan Mahasiswi Ideologis

Berdakwah dengan pena digital

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Polemik RKUHP Vs Kesederhanaan Hukum Islam

30 Oktober 2019   14:55 Diperbarui: 30 Oktober 2019   15:16 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita pun belajar dari kisah ketika Jariyah bin Qudama as-Sa'adi datang mengunjungi Mu'awiyah bin Abu Sufyan ra yang saat itu menjabat sebagai Khalifah lalu menghardiknya dengan sangat keras. Jariyah saat itu mengatakan, "Engkau yang harus diam wahai Mu'awiyah (Jariyah tidak memanggilnya dengan gelar kehormatan "Amirul Mukminin") karena aku punya seorang ibu yang memberiku pedang yang pernah kupakai menghadapimu. Kemudian kami pernah memberikan bai'at kami kepadamu, untuk mendengar dan mematuhimu selama engkau memerintah kami berdasarkan firman Allah. Jadi, bila engkau penuhi janjimu, ingatlah bahwa di belakang kami, berdiri para kesatria bersenjata, yang tidak akan tinggal diam melihat penyimpanganmu."

Andai Jariyah ra hidup pada masa ini, apa yang dilakukannya mungkin akan dijatuhi pasal penghinaan pada presiden dan tindakan makar. Namun, apa yang dilakukan oleh Mu'awiyah mendengar ancaman yang disampaikan oleh Jariyah? Ia berkata, "Semoga Allah membekali kami dengan apa yang engkau harapkan!"

Lagi-lagi tanpa takut Jariyah menjawab: "Engkau (tanpa memanggil gelar Amirul Mukminin) katakan sesuatu dengan baik dan sopan, karena tempat untuk penguasa yang buruk adalah di neraka." Jariyah kemudian berlalu dengan menahan kemarahannya tanpa meminta izin untuk pergi dari Mu'awiyah.

Peristiwa tersebut disaksikan oleh utusan Romawi yang menghadap Mu'awiyah. Mereka pun keheranan dengan apa yang dilakukan oleh Jariyah. Dalam tradisi Romawi, orang-orang yang serupa dengan Jariyah akan dicincang atau dibakar karena telah lancang terhadap penguasa. Namun, Mu'awiyah justru berkata kepada mereka, "Aku memerintah orang-orang yang tak kenal rasa takut dalam menegakkan kebenaran, dan semua rakyatku memiliki sifat seperti orang Arab gurun tadi. 

Tidak satu pun di antara mereka yang lemah dalam menegakkan kalimat Allah, tidak ada di antara mereka yang diam melihat ketidakadilan, dan aku pun tidak berada di atas mereka, selain dalam masalah keimanan. Aku telah berkata-kata kasar pada orang tadi dan ia pun berhak menjawab. Aku yang memulai dan aku pula yang layak disalahkan, bukan dia."

Dalam Islam, penetapan hukum tidaklah melewati proses sebagaimana yang kita saksikan hari ini. Hukum ditetapkan dari sebuah proses yang bernama ijtihad. Ijtihad dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kepakaran dalam hukum Islam. Namun, sumber hukum baku yang dimiliki oleh Islam, baik itu merupakan Alquran, hadis, ijma (kesepakatan) sahabat, maupun qiyas dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Ia tidak berubah dan diajarkan dalam sistem pendidikan yang diterapkan oleh negara. 

Oleh karenanya, ketika hukum Islam yang diterapkan di dalam negara, akan terwujud keadilan dengan ongkos yang sangat murah tanpa melewati sebuah proses yang berujung pada terciptanya polemik baru. Lalu atas alasan apalagi kita masih menolak hukum Islam? // ay

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun