Mohon tunggu...
Anni Rosidah
Anni Rosidah Mohon Tunggu... Guru - Penulis Buku Arah Cahaya

Jaga Selalu cita-cita dan mimpimu. Jangan Pernah kau padamkan. Mesti setitik, cita-cita dan mimpi itu akan mencari jalannya

Selanjutnya

Tutup

Book

Arah Cahaya Part 14 (Wow, Jurinya Bapak Karni ILyas)

19 Agustus 2023   18:16 Diperbarui: 15 September 2023   13:03 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengikuti kuis di media massa seperti surat kabar, radio, televisi atau media lain sepertinya sudah menjadi kebiasaan Cahaya sejak anak-anak. Tak jarang ia mengirimkan kemasan kosong sabun, shampo, kopi, atau susu kental manis yang dibelinya untuk mengikuti kuis yang menawarkan hadiah beragam. Ada yang menawarkan uang, tabungan, emas, barang-barang elektronik, hingga paket umroh.

                Sekitar tahun 90-an, memang kuis dengan mengi-rimkan bungkus kosong produk yang dijual menjadi trend acara di televisi. Bahkan, malam pengumuman pemenang juga tak jarang disiarkan secara langsung. Meski kesem-patan menang sangat tipis karena berebut peluang dengan ribuan bahkan jutaan peserta lain. Mencoba hingga puluhan kali tapi belum juga pernah menang, seakan tak mampu menyurutkan minat Cahaya dan kakaknya untuk mengikuti kuis. Rasa penasaran dan pikiran siapa tahu rezeki selalu berada dalam pikiran Cahaya.

                Tak terkecuali saat kuliah di Surabaya. Ia tetap hobi ikut kuis di radio, koran atau televisi. Tak jarang ia menelepon di wartel hingga bermenit-menit untuk ikut menjawab pertanyaan acara tanya jawab agama di RRI Surabaya menjelang Magrib.

                "Pasti yang telepon banyak sekali, sehingga teleponku susah sekali masuk," gumam Cahaya dalam hati saat menelpon di wartel untuk mengikuti kuis ramadan hari itu.

                Hari itu, tanggal 22 Desember. Cahaya yang selalu mendengarkan Radio di setiap waktu luangnya, tidak sengaja mendengar kuis dengan tema hari ibu.

                "Oke sobat muda, siapa lagi nih yang mau ikutan kuis kita pagi ini dengan tema hari ibu? masakan apa sih yang paling kamu suka dari ibumu, langsung kirim sms kamu di nomer kita," kata seorang penyiar wanita dengan suara riangnya.


                "Ada hadiah menarik buat kamu yang beruntung. Nanti  kita pilih jawaban kamu yang paling menarik untuk mendapatkan hadiahnya," sambut seorang penyiar laki-laki.

                Mendengar itu, langsung saja Cahaya mengambil HP di meja kamar kosnya. Hp Nokia 3315 pemberian kakaknya dengan casing bunga-bunga berwarna merah menyala itu langsung digunakan mengetik komentarnya.

                "Paling suka sama masakan emikku (panggilan sayang untuk ibukku yaitu, sayur asem, ikan asin, lentho kacang ijo, rempah daging dan sambel terasi. Hmmm, ngiler deh pokoknya," ketiknya waktu itu.

                "Oke, terima kasih sobat muda yang sudah mengirimkan komentarnya. Banyak sekaliiii. Kita pilih tiga jawaban paling menarik. Nanti kami akan menghubungi ketiga nomer kamu yang jawabannya terpilih," ucap penyiar perempuan.

                "Nah, ketiga peserta yang terpilih komentarnya, akan kita kasih pertanyaan rebutan. Siapa yang bisa menjawab duluan, dialah pemenangnya," sambung penyiar laki-laki.

                "Berikut nama tiga peserta terpilih, Cahaya, Hessa dan Hilman. Selamat, kami akan hubungi kamu untuk menjawab pertanyaan selanjutnya. Siap?" kata penyiar laki-laki.

                Cahaya pun langsung menjawab telepon yang berdering di hpnya. Tampak tulisan My Radio sedang menelepon. Ia pun langsung mengangkat telepon tersebut. Begitu juga dua peserta lainnya.

                "Oke, tiga peserta terpilih sudah siap di ujung teleponnya masing-masing. Sebelum kita kasih pertanyaan coba kita sapa terlebih dahulu. Halo Cahaya. Halo, Halo Hessa."

"Hello juga, Hai Hilman..." 

                "Hai juga."

"Oke , sudah siap yah?"

"Siappp," jawab mereka kompak.

                "Ada seorang wanita, dia penyanyi, pemain film dan dikenal sebagai pelakon tiga generasi, siapakah dia?" tanya penyiar laki-laki.

"Titik Puspa!" jawab Cahaya dengan cepatnya.

                "Bener banget Cahaya. Yeee, selamat Cahaya pemenangnya, buat kalin yang belum beruntung jangan kecewa." 

"Cahaya, menu apa sih yang paling kamu suka dari ibumu?" tanya Rendra.

                "Semua masakan ibuku itu enak siiih. Cuma ibuku itu punya kolaborasi masakan khas yang enak banget, yaitu sayur asem, ikan asin, lentho kacang hijau dan rempah daging serta sambel trasi. Kayaknya jarang dijumpai sepaket masakan ini di mana-mana. Sambel trasinya ibuku mantappp," jawab Cahaya dengan semangatnya.

                "Wow, jadi penasaran pingin makan sayur asem, ikan asin, lentho kacang hijau dan rempah daging serta sambel trasi buatan ibunda. Selamat Cahaya. Hadiah bisakamu ambil di My Radio pada jam kerja ya," terdengar dari Radio yag didengar Cahaya.

                Cahaya memang hobi sekali ikut kuis di Radio. Beberapa ada yang menang dan banyak pula yang tidak. Hadiah dari ikut kuis yang ia menangkan memang tidak banyak. Namun itu sudah cukup menyenangkan hati Cahaya. Hadiah berupa majalah remaja, voucer makan di kafe, voucer cuci mobil dan masih banyak lagi yang lainnya.

                Hari ini Cahaya berencana ikut lomba presenter yang diadakan oleh salah satu TV Swasta nasional. Agenda tahunan TV Swasta nasional untuk mencari presenter berita TV dari seluruh kampus di Indonesia ini memang setiap tahun digelar, namun baru tahun ini Cahaya mengikutinya. Biasanya, ia hanya mengikuti rangkaian acara seminarnya saja.

                Cahaya, Rida dan Noura yang sudah mendaftar lomba dua minggu sebelumnya pun sudah mendapatkan nomer urut lomba. Dua hari sebelum lomba adalah seminar tentang jurnalistik yang di dalamnya terdapat materi presenter berita yang diselenggarakan di universitas Airlangga Surabaya. Dan hari ini adalah rangkaian acara yang terakhir, yakni lomba presenter berita.

                Cahaya membawakan berita politik tentang pengumuman nomer urut pemilihan presiden tahun 2004, Rida membawakan acara olah raga dan Noura mem-bawakan acara belanja. Tepat pukul 21:00 WIB, Malam sebelum lomba adalah pengumuman nomor urut peserta pilpres beserta wakilnya. Acara disiarkan secara langsung hampir di semua TV nasional. Karena ingin beritanya aktual, Cahaya yang dari kemarin sudah menyiapkan naskah berita mengubah naskahnya menjadi berita penentuan nomor urut pilpres tersebut. Bahkan ia sampai lembur hingga dini hari untuk menyiapkan penampilannya besok.

                Keesokan harinya, Cahaya, Rida dan Noura yang sudah janjian menuju tempat lomba di depan kampus mereka pukul delapan pagi. Cahaya yang berjalan kaki dari kosnya segera menuju tempat janjian mereka. Tak begitu lama menunggu, tampak Noura dan Rida turun dari angkutan kota. Segera mereka bertiga saling cipika cipiki.

"Nanti kalau kita naik angkot, bisa oper sampai tiga kali. Menghabiskan waktu. Apalagi kalau menunggu angkotnya penuh," terang Rida yang memeang mengetahui rute tempat lomba, yakni setasiun televisi swasta yang ada di Surabaya Barat.

                "Trus kita naik apa enaknya?" tanya Noura.

                "Bagaimana kalau naik taksi saja?" tanya Cahaya kepada kedua temannya.

                "Iya, nanti kita tanya dulu ke Darmo Indah berapa? Nanti kalau mahal bagimana?" tanya Rida.

                " Oke," jawab mereka setuju.

                Segera mereka menghentikan taksi yang lewat di depannya. Taksi warna biru dengan sopir lelaki tua tampak berhenti di depan mereka.

                "Pak, maaf mau tanya dulu. Ke Darmo Indah berapa ya ongkosnya?" tanya Cahaya.      "30 ribu saja," jawab sopir yang tampak beruban itu.

                "Tiga puluh ribu. Bagaimana?" tanya Cahaya kepada teman-temannya. Kedua temannya pun mengangguk tanda setuju. Segera mereka bertiga masuk di taksi biru tersebut.

                Argo harga taksi pun dimatikan oleh sopir taksi yang tak banyak bicara tersebut. "Maaf ya Pak, kita naik taksi gak pakai harga argo, takutnya mahal. Apalagi kalau pas macet," ungkap Naura yang duduk di depan bersama sopir.

"Gak apa-apa Mbak," jawab sopir itu sambil ter-senyum.

                Setelah hampir tiga puluh menit kemudian, sam-pailah mereka bertiga di tempat yang dituju. Tampak begitu banyaknya peserta lomba dengan penampilan yang 'wah' layaknya presenter berita sesungguhnya. Sedangkan mereka bertiga, berpakaian dan berdandan ala kadarnya seperti saat kuliah. Kecuali Noura yang memang selalu tampil modis dengan riasannya.

                Meski agak tidak pede awalnya, namun Cahaya mencoba mengumpulkan semangatnya. Segera mereka menuju tempat yang telah disediakan. Tepat pukul sembilan pagi, para juri mulai memasuki ruangan yang telah ditetapkan. Tampak Karni Ilyas, Bayu Sutiyono, Jeremi Teti, Aryana Herawati, Arief Suditomo dan Eva Yusnizar memasuki ruang juri.

                Detak jantung Cahaya semakin berdegup kencang. Tampak beberapa peserta perempuan mengeluarkan bedak, lipstik  'dan merapikan kostum serta make up mereka. Cahaya hanya melihat sambil melirik dan mengambil kertas putih yang ada di dalam tasnya.

"Peserta nomer 1-30 silakan menempati tempat sebelah selatan. Peserta nomer 31-60 di tengah dan 61-90 disebelah utara," terang panitia acara berseragam TV dengan pengeras di meja.

                Cahaya, Rida dan Noura berada di tempat yang berbeda. Cahaya nomer urut 29, Noura 40, dan Rida 48. Mereka duduk saling terpisah meski masih bisa saling melihat dan memberi semangat. Selama hampir dua jam menunggu, giliran Cahaya masuk di ruang juri.

"Peserta nomor 29 silakan masuk di ruang sebelah kiri," kata seorang panitia perempuan berjilbab. Segera Cahaya memasuki ruangan besar di sebelah kiri. Tampak dari dalam seorang pembawa acara televisi yang setengah baya yang biasa ia lihat di TV. "Kalau di TV kelihatan tua. Padahal masih muda dan kulitnya putih. Beda dengan di TV," gumam Cahaya dalam hati.

                "Assalamualaikum," sapa Cahaya kepada pria setengah baya di depannya.

"Walakaimu salam," jawab pria tersebut. "Cahaya Insani?" tanya pria di depannya.

Cahaya mengangguk sambil tersenyum.

"Silakan duduk," tambah pria itu lagi.

"Cahaya, kamu berasal dari mana?" tanya pria itu lagi.

"Jombang Pak," jawab Cahaya singkat.

"Jombang mana?" tanyanya lagi.

"Dusun Gebangsari, Kecamatan Sumobito Pak," jawab Cahaya.

"Dekat dengan Cak Nun ya?" tanya juri itu kembali.

"Iya Pak, desa saya tetangga desa sama desanya Cak Nun," jawab Cahaya.

                "Saya pernah ke sana. Dari tempatnya Cak Nun ke mana?" tanya nya lagi,"

                "Ke Barat Pak, sekitar lima kilo ke Barat, Selatannya sungai," jawab Cahaya.

                "Kamu di Surabaya kos?" imbuhnya pria yang tampak beberapa uban di rambutnya.

                "Iya Pak," jawab Cahaya gugup.

                "Kamu ikut lomba izin dulu nggak sama ibumu?" tanya juri penasaran.

                "Nggak Pak," jawab Cahaya.

                "Kenapa?" jawabnya lagi.

                "Di rumah tidak ada telepon dan HP, Pak. Biasanya telepon rumah paman yang ada di desa sebelah. Nanti anaknya paman memanggilkan ibu. Saya tidak mau merepotkan mereka," jawab Cahaya jujur.

                "Baik, silakan kamu presentasikan beritamu," pinta juri.

                Cahaya yang dari tadi membaca doa dalam hati agar diberi kelancaran tampak bersemangat. Hampir lima menit mempresentasikan beritanya, Cahaya tidak menduga dapat menyampaikan beritanya dengan lancar tanpa kendala. Tak ada lagi gugup dan gemetar yang ia rasa.

"Berita ini baru tadi malam, tapi kamu sudah sangat menghafal ya. Bagus, lancar. Jangan lupa kalau ikut sesuatu, pamit dulu sama ibu," pesan juri di depannya yang ternyata adalah seorang jurnalis ternama, Karni Ilyas.

                Jam menunjukkan pukul dua belas siang. Acara pending satu jam untuk salat dan makan siang. Setelahnya baru dilanjutkan. Pukul tiga sore, semua peserta sudah selesai tampil di depan lima juri masing-masing. Butuh waktu hampir satu jam untuk juri mengumumkan 10 pemenang. Tepat pukul empat sore, panitia menempel pengumuman pemenang di tiga tempat yang sudah disediakan.

                Tampak ratusan peserta yang dari tadi bersantai sambil mengobrol segera menuju paman pengumuman. Tak terkecuali Cahaya, Noura dan Rida. Setelah mencermati beberapa lama, tak ditemukan ketiga nama mereka. Meski kecewa, namun mereka bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang yang selama ini menjadi idolanya.

"Seperti mimpi memang bertemu dengan idola, siapa sangka bisa bertemu jurnalis sekaliber Karni Ilyas yang selama ini hanya bisa dilihat di TV saja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun