Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pada Usia 25 Tahun, Saya Melepas Karier yang Sudah Mapan

13 Mei 2021   06:24 Diperbarui: 13 Mei 2021   17:45 1421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menua bersama (foto oleh Gustavo Fring/pexels)

Apa ingatan pertama Anda tentang mimpi masa kecil? Saat masih kecil, pernahkah Anda memimpikan seperti apa hidup Anda kelak setelah dewasa?

Jika Anda refleksikan saat ini, apakah sebagian besar mimpi Anda menjadi nyata? Ataukah hanya sebagian kecil? Ataukah tiada satu pun impian Anda yang terwujud sesuai rencana?

Pepatah berkata, "Jika kamu ingin membuat Tuhan tertawa, katakan pada-Nya rencanamu." 

Disadari atau tidak, pada beberapa titik dalam perjalanan hidup, kita pernah mengalami bahwa kenyataan hidup tidak berjalan sesuai rencana.

Itulah yang saya alami dua minggu setelah saya merayakan ulang tahun yang ke dua puluh lima. Saya meninggalkan karier yang sudah mapan, yang saya perjuangkan selama beberapa tahun sebelumnya.

Kini, setelah tiga puluh satu tahun berlalu, menanggapi “Topik Pilihan” dari Admin Kompasiana, perkenankanlah saya berbagi cerita tentang quarter life crisis versi saya.

Quarter life crisis (foto oleh Mentatdgt/pexels)
Quarter life crisis (foto oleh Mentatdgt/pexels)

Usia 20 tahun, quarter life crisis - the beginning

Usia saya 20 tahun. Saya belum punya pacar. Dalam acara-acara keluarga besar, ada saja yang bertanya, "sudah punya pacar belum?"

Sejujurnya saya malas menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Memang kenapa kalau saya belum punya pacar?

"Anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, tidak boleh terlalu pintar, nanti tidak ada yang berani dekati kamu." Itu nasihat kakek saya, ayah dari ibu saya.

Ah, apa salahnya anak perempuan bersekolah tinggi? Mengapa pula anak perempuan tidak boleh terlalu pintar? Sungguh diskriminatif! 

Betapa menyedihkan bahwa pelakunya adalah kakek saya sendiri. Lebih menyedihkan lagi, korbannya adalah diri saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun