Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pentingnya Komunitas Pasutri

3 Oktober 2020   15:50 Diperbarui: 3 Oktober 2020   19:41 1391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Designed by pressfoto / Freepik

Sekalipun relasi pasutri sudah baik, selalu ada peluang untuk menjadikannya lebih baik.

Relasi pasutri seperti seseorang yang memiliki sebuah mobil. Anda mengendarai mobil itu setiap hari, tetapi Anda tak pernah memberinya perawatan rutin.

Apa yang terjadi? Tetiba mesin mobil sulit dinyalakan di pagi hari. Tetiba mesin tersendat pada saat pedal gas diinjak. Tetiba Anda mendapati mesin mobil tak bertenaga, atau lampu indikator oli terus menyala.

Apakah semua permasalahan mobil terjadi dengan tiba-tiba? Tentu tidak! Diperlukan perawatan rutin agar mobil tetap berada di jalurnya. Demikian juga halnya dengan relasi pasutri.

Cikal bakal Komunitas ME

"Marriage Encounter" (disingkat ME) adalah nama sebuah komunitas yang bertujuan menggugah setiap pasutri agar lebih saling mencintai, lebih saling memperbarui dan saling memperkuat relasi.

Dikisahkan, pada tahun 1952 di kota Barcelona, sepasang suami istri mendatangi Pastor Gabriel Calvo dan menyatakan secara berpasangan ingin membaktikan diri bagi kerasulan untuk suami istri.


Sekitar sepuluh tahun lamanya, Pastor Calvo dan pasangan tersebut mempersiapkan suatu program yang dianggap sesuai bagi kerasulan untuk pasangan suami istri. Pada tahun 1962, diadakanlah Weekend Marriage Encounter (WEME) yang pertama di Barcelona. Dalam bahasa Spanyol, program tersebut dikenal dengan nama Encuentro Conyugal.

Perkembangan Komunitas ME

Setelah sukses di Spanyol, pada tahun 1966 Pastor Calvo memperkenalkan program WEME dalam pertemuan Konferensi Internasional Christian Family Movement (CFM) yang diadakan di Venezuela.

Dari sana, para pemimpin CFM membawa program tersebut ke hampir seluruh negara di Amerika Latin. Pada tahun 1967, Encuentro Conyugal sampai di Amerika Serikat, namun masih terbatas bagi mereka yang berbahasa Spanyol.

Pada Agustus 1967, program WEME dibawakan dalam bahasa Inggris di Notre Damme. Perkembangan terjadi sangat cepat. Pada musim panas tahun 1968, ada sekitar 50 pasutri tim dan 29 Pastor dari Spanyol diundang ke Amerika untuk mengadakan WEME di mana-mana.

Secara resmi, Worldwide Marriage Encounter berdiri pada pertengahan tahun 1968 dan mulai menyebar ke seluruh dunia. Hingga saat ini, WEME sudah dilaksanakan dalam berbagai bahasa dan dialek di lebih dari 90 negara di dunia.

Sejarah ME di Indonesia

Pada tahun 1975, Uskup Agung Jakarta, Almarhum Mgr. Leo Sukoto S.J. mendengar adanya suatu gerakan baru untuk pembinaan kehidupan keluarga bernama ME.

Beliau menugaskan Pastor Adolf Heuken, S.J. untuk mencari informasi mengenai gerakan tersebut dari Pastor Guido Herbaut di Belgia.

Pastor Guido menjelaskan bahwa informasi mengenai ME hanya mungkin diperoleh dengan mengikuti WEME. Maka Pastor Heuken mengikuti WEME di Belgia, berpasangan dengan seorang Imam Belgia.

Sekembalinya ke Indonesia, Pastor Heuken melaporkan kepada Mgr. Leo Sukoto dan menilai bahwa gerakan ME adalah baik, namun belum tentu cocok untuk orang-orang Indonesia. Akhirnya, diputuskan untuk mengundang Pastor Guido dan tim ke Indonesia dan memberikan WEME.

Sejumlah pasutri yang masih mengenal bahasa Belanda diundang oleh Mgr. Leo Sukoto untuk mendapatkan penjelasan dan diminta untuk menjadi peserta WEME yang pertama di Indonesia, yang diadakan di Jakarta pada tanggal 25-27 Juli 1975. Tanggal bersejarah itu dicatat sebagai tanda masuknya ME pertama kali di Indonesia.

Perjuangan Merawat Relasi Pasutri

Designed by rawpixel.com / Freepik
Designed by rawpixel.com / Freepik

Saya dan suami mengikuti WEME pada tahun 2011. WEME adalah nama sebuah program akhir pekan yang wajib diikuti oleh calon anggota ME. 

WEME memberi suasana kondusif bagi kami untuk menghabiskan waktu bersama, jauh dari gangguan dan tekanan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kami dapat memusatkan perhatian satu sama lain.

Kami dilatih teknik berkomunikasi dengan kasih. Selain itu, kami juga diberi kesempatan untuk melihat jauh ke dasar hubungan kami satu sama lain, dan hubungan kami dengan Tuhan. Ini adalah kesempatan untuk berbagi perasaan, harapan dan mimpi-mimpi satu sama lain.

"Cintai satu sama lain seperti Aku mencintaimu" adalah visi ME yang menyentuh hati saya. Bagaimana cara Dia mencintai saya? Dia mencurahkan cinta sehabis-habisnya kepada saya dengan memberikan nyawaNya! Kami sebagai pasutri diajak untuk mencintai satu sama lain dengan cara yang sama.

Bagi saya, menjalani visi ME sungguh tidak mudah. Dengan semua kelemahan manusiawi yang ada pada diri kami, relasi kami mengalami jatuh bangun meskipun sudah mengikuti WEME dan menjadi anggota ME selama hampir satu dasawarsa.

Manfaat Berada dalam Komunitas ME

Dengan tetap berada dalam komunitas ME, kami mendapat teman-teman seperjalanan di dalam perjuangan merawat relasi kami sebagai pasutri. Di bawah ini adalah beberapa manfaat yang saya rasakan.

1. Pasutri senior yang menjadi panutan

Beberapa anggota di dalam komunitas kami sudah menjalani hidup perkawinan lebih dari 40 tahun atau 50 tahun. Sebelum pandemi Covid-19 melanda, kami menggelar Misa Hari Ulang tahun Perkawinan (HUP) setiap bulan.

Para pasutri dengan HUP 50 tahun atau lebih, akan diminta maju ke depan untuk menerima buket bunga. Ini adalah tanda penghargaan kepada mereka dan mengingatkan kami yang lebih muda agar dapat mempertahankan bahtera rumah tangga seperti mereka.

Selain Misa HUP bulanan, kami juga mengadakan pertemuan tiga bulanan. Dalam pertemuan ini, para pasutri senior kami minta berbagi pengalaman. Dari pengalaman yang mereka bagikan, kami dapat memetik pelajaran.

Selama masa pandemi, kegiatan berbagi pengalaman dialihkan ke grup WA. Para pasutri senior ini dengan rajin berbagi renungan dan video yang penuh inspirasi, sesekali juga berbagi pengalaman untuk menyemangati kami.

Designed by tirachardz / Freepik
Designed by tirachardz / Freepik

2. Bertumbuh bersama teman-teman seperjalanan

Dalam pertemuan-pertemuan luring maupun daring, kami saling berbagi pengalaman. Sering kali, pengalaman yang dibagikan oleh anggota lain, juga kami alami.

Dari sesi saling berbagi pengalaman ini, kami dikuatkan bahwa ternyata kami tidak sendiri. Kami disadarkan bahwa jatuh bangun yang kami alami bukanlah sesuatu yang luar biasa atau memalukan. Banyak pasutri lain juga mengalami hal yang sama.

Yang terpenting adalah, menerapkan teknik berkomunikasi dengan kasih yang telah kami pelajari. Kami saling mengingatkan untuk mengungkapkan perasaan tanpa menyerang pribadi pasangan.

Terkadang, dari pengalaman yang dibagikan teman-teman seperjalanan, kami juga diingatkan akan kuasa doa dalam kesesakan, serta indahnya pengampunan. Lewat acara-acara kebersamaan, kami mengalami suka cita dan bertumbuh bersama.   

3. Saling berbagi kebaikan sesama anggota

Saling berbagi kebaikan sesama anggota komunitas tampak nyata terutama dalam peristiwa suka, dalam masa kesesakan, maupun dalam peristiwa duka.

Saya ingat benar, ketika Ibu saya sakit, seorang anggota komunitas ME yang dapat berbahasa mandarin, beberapa kali menyempatkan diri untuk menemani Ibu saya ngobrol di rumah sakit dan mengajak Ibu berdoa, pada saat ada keperluan yang mengharuskan saya ke kantor.

Sehari menjelang Ibu saya menjalani operasi, hanya dalam waktu beberapa jam, teman-teman seperjalanan kami di ME dan keluarga mereka yang bergolongan darah A, dengan gembira menyumbangkan darah untuk persiapan operasi Ibu.

Darah yang mereka sumbangkan lebih dari yang dibutuhkan Ibu sehingga dapat digunakan untuk pasien lain yang membutuhkan, beberapa hari kemudian.    

4. Bersama-sama menebar kebaikan

Bakti sosial (baksos) ke Panti Asuhan atau Panti Wreda adalah kegiatan tahunan di komunitas ME kami. Melalui kegiatan baksos, kami berbela rasa kepada kaum papa. Di awal  merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia, kegiatan baksos dialihkan untuk membantu para pengemudi OJOL. Kisahnya pernah saya singgung di artikel ini.

Akhirulkalam, dengan mengikuti program WEME, kami mendapatkan bekal untuk memiliki relasi yang sehat. Meskipun masih jatuh bangun, bersama teman-teman sekomunitas, kami berusaha membangun komunikasi dalam kasih.

Kami menyadari bahwa merawat relasi pasutri adalah proses yang berkelanjutan. Proses yang berkelanjutan ini dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan bahtera rumah tangga kami.

Saat anak-anak dewasa dan masing-masing membangun keluarga sendiri, rumah kami akan menjadi sarang kosong. Di dalam sarang kosong itu, kami akan terus merawat relasi kami.

Dengan dukungan dari teman-teman sekomunitas, kami akan terus belajar saling mencintai sebagaimana Ia mencintai kami, hingga salah satu dari kami dipanggil untuk menghadapNya.

Catatan: Komunitas ME memang merupakan komunitas yang bernaung di bawah Gereja Katolik. Namun demikian, gagasan komunitas pasutri dapat diterapkan di kelompok mana pun. 

Jakarta, 03 Oktober 2020

Siska Dewi

Referensi: 1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun