Pas SMA 2, aku menang lomba beasiswa. Jadi, aku langsung kuliah, tidak perlu SMA 3 lagi. Itu sebabnya, aku lulus 2 tahun lebih awal dibanding rata-rata teman seusiaku.
Nah, setelah lulus, aku sempat kerja. Lalu, boss aku ajak buka usaha branding sendiri buat 1 proyek gede. Selesai proyek itu, karena udah ngerasain enaknya usaha sendiri, aku gak mikir mau kerja ikut orang lagi.
Pada saat itu, dua orang kakakku sudah mandiri dan karier mereka sedang melejit. Selain itu, Papa dan Mamaku juga sudah pensiun. Sebagai anak cowo satu-satunya, aku jadi ingin cepat-cepat mandiri juga.
Jadi aku bilang ke Mama, aku gak mau uang jajan lagi, aku mau serba mandiri. Eh, ternyata susah banget, aku sampai sempat ganti kendaraan jadi naik motor karena bensin mobil mahal. Dari situ aku jadi tau cari duit susah banget hahaha, jadi semangat.
Baiklah, Joe. Terima kasih sudah berkenan memenuhi undangan wawancara ini. Semoga kisah kamu dapat menginspirasi teman-teman milenial yang lain. Sukses selalu untuk dapurfit!
Terima kasih kembali, tante. Aku senang diberi kesempatan untuk berbagi
Jadi, rekan Kompasianers yang budiman, siapa bilang milenial identik dengan gaya hidup foya-foya? Kehidupan Julius jauh dari kesan foya-foya. Kiprahnya menyediakan katering makanan lewat bisnis dapurfit telah membantu banyak orang dengan kebutuhan medis tertentu. Langkahnya berpartisipasi dalam NGT adalah bukti komitmen terhadap stakeholders dan kecintaan terhadap negara.
Saya berdoa semoga dapurfit semakin berkembang agar Julius dapat berbuat lebih banyak bagi sesama. Dan saya percaya, ada banyak milenial yang inspiratif seperti Julius Sathya. Mari dukung mereka untuk tetap berkarya!Â
Jakarta, 13 Agustus 2020
Siska Dewi