Kenapa via makanan? Karena makanan itu yang impact-nya paling besar. Orang kalo gym doang tanpa jaga makan, gak bisa sixpack. Orang dengan penyakit kronis/penyakit tidak menular/sindrom metabolik, penanganan utama selain obat adalah makanan.
Makanan itu paling impactful, baru setelahnya olahraga, dll.
Aku mikir waktu itu ada peluang untuk jadi yang pertama. Walaupun ujung-ujungnya first mover advantage itu cuma sementara, tapi aku merasa it helps a lot buat kick-start bisnis modal kecil. Waktu itu aku mulai berdua doang sama pacar kakakku, tanpa modal dari orangtua.
Jadi kami mulai dengan modal 1 koki, 1 kompor, dan 1 kurir doang. Semua profit kami gulung buat beli kompor yang lebih bagus, hire kurir yang lebih banyak, sewa ruko, dll. Kami gak ada budget marketing sama sekali.
Tapi kami beruntung, karena kami yang pertama, kami banyak dapat free liputan. Dari lokal, sampai internasional kayak ELLE Magz, NHK World, dan NIKKEI. Penyebaran mulut ke mulut juga cepat banget karena kami satu-satunya solusi cepat yang gak ribet.
Dan kami mulainya instagram-based, pas tahun itu instagram booming, kami jadi kebawa naik juga.
Apa kiat kalian agar dapat bertahan di era pandemi?
Kami buat "delidiet" dengan image yang lebih 'kekinian', less idealistic dan harga lebih ekonomis buat kejar wider market. Kami juga buat "heat&eat" untuk orang-orang yang mau 'less physical contact' sama kurir (1x antar instead of daily) dan orang-orang luar kota.
Market dapurfit memang niche banget, sangat idealis, dan sangat mementingkan kualitas. Di era pandemi, banyak orang yang income-nya berkurang dan perlu ngirit. "Delidiet" dan "heat&eat" hadir untuk mereka.
Terakhir, saya dengar kamu mendirikan dapurfit saat masih berusia 20 tahun. Mengapa tertarik berbisnis dalam usia semuda itu?
