Saat berpidato di perayaan Hari Sepuluh Kembar Taiwan pada 10 Oktober, Presiden Tsai mengatakan bahwa pemerintahannya "bersedia untuk bekerja dengan otoritas Beijing untuk menemukan pengaturan bersama demi menegakkan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan", asalkan negosiasi dilakukan dengan "rasionalitas, kesetaraan dan mutualitas".
"Saya ingin menjelaskan kepada pihak berwenang Beijing bahwa konfrontasi bersenjata sama sekali bukan pilihan bagi kedua pihak kami," lapor Taipei Times mengutip pernyataan Tsai.
"Hanya dengan menghormati komitmen Taiwan terhadap kedaulatan, demokrasi dan kebebasan merekalah, dapat ada landasan untuk melanjutkan interaksi konstruktif di Selat Taiwan."
Menurut Tsai, China telah mengancam perdamaian dan stabilitas di Selat dan kawasannya melalui intimidasi militer, tekanan diplomatik, hambatan perdagangan dan upaya untuk menghapus kedaulatan Taiwan.
"Selama 73 tahun terakhir, orang-orang Taiwan telah hidup dan tumbuh bersama di tanah ini, serta telah membentuk rasa identitas dan kepemilikan mereka sendiri yang kuat. Konsensus terluas di antara orang Taiwan dan berbagai partai politik adalah bahwa kita harus mempertahankan kedaulatan nasional kita dan cara hidup kita yang bebas dan demokratis. Pada titik ini, kami tidak memiliki ruang untuk kompromi," ujar Tsai.
"Otoritas Beijing seharusnya tidak membuat penilaian yang salah karena sistem demokrasi Taiwan yang kuat. Mereka tidak boleh berpikir ada ruang untuk kompromi dalam komitmen Taiwan terhadap demokrasi dan kebebasan, atau mencoba untuk memecah belah masyarakat Taiwan dengan mengeksploitasi persaingan sengit antara partai politik kita," tekan Tsai.
Tsai telah menyerukan untuk mengurangi ketegangan di Selat Taiwan.
"Kami menantikan untuk dimulainya kembali pertukaran masyarakat lintas selat yang sehat dan tertib secara bertahap setelah pelonggaran pembatasan perbatasan di kedua sisi, sehingga mengurangi ketegangan di Selat Taiwan," ungkapnya.
China telah menjadi ancaman keamanan yang besar tidak hanya bagi Taiwan tetapi juga bagi Asia dan dunia. Mereka telah mengembangkan senjata mematikan seperti bom nuklir, rudal hipersonik, kapal induk dan jet tempur canggih untuk memenuhi ambisi globalnya.
Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.