Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bangladesh Masih Menghadapi Ancaman dari Pakistan Setelah 50 Tahun

8 April 2021   20:55 Diperbarui: 8 April 2021   21:12 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengungsi dari Pakistan Timur di sebuah kamp pengungsi pada tahun 1971 di Pakistan Timur (sekarang Bangladesh). | Sumber: ICRC

Oleh Veeramalla Anjaiah

Pada tanggal 2 April, Tulsi Gabbard, mantan anggota Kongres AS dan seorang calon presiden dari Partai Demokrat, menulis di akun Twitter-nya tentang penderitaan minoritas agama di Bangladesh, yang merayakan Golden Jubilee-nya tahun ini. Ia men-tweet pesan berikut di akun Twitter-nya.

"Hindu & agama minoritas di Bangladesh terus menjadi sasaran & dianiaya, seperti yang telah terjadi sejak 1971 ketika tentara Pakistan secara sistematis membunuh, memperkosa & mengusir jutaan Hindu Bengali dari rumah mereka karena agama & etnis mereka."

Militer Pakistan yang brutal yang dipimpin oleh Jenderal yang kejam, Tikka Khan, yang memiliki julukan "Jagal Bengali" dan "Touka (Cleaver)" telah melakukan genosida dengan membunuh 200,000 hingga 3 juta orang hanya dalam waktu kurang dari 10 bulan di Pakistan Barat. Masih sangat sulit untuk mendapatkan angka pasti korban jiwa. Tikka Khan adalah komandan Komando Timur Pakistan dan gubernur Pakistan Timur.

Ia menerima bantuan dari kelompok radikal agama yang disebut Jamaat-e-Islami, sebuah kelompok pro-Pakistan Barat, dalam melakukan genosida ini. Ia memerintahkan tentara untuk membunuh orang Hindu, Kristen, Budha, Sikh dan Muslim yang menentang pemerintahan Karachi, memperkosa wanita Bangla tanpa memandang agama mereka dan membakar rumah. Diperkirakan 200,000 hingga 400,000 wanita Bangla diperkosa oleh tentara Pakistan dan anggota Jamaat-e-Islami. Sayangnya, beberapa pemimpin agama radikal membenarkan kejahatan kejam militer terhadap wanita, anak-anak dan warga sipil tak bersenjata di Pakistan pada tahun 1971. Jutaan orang mengungsi.

Tentara Pakistan pada malam tanggal 25 Maret 1971 menyerang Jagannath Hall, sebuah asrama Hindu di Universitas Dhaka dan tanpa ampun membunuh 5,000 hingga 10,000 orang dalam satu malam. Itulah awal dari genosida.

Keesokan harinya, Tikkha Khan meluncurkan "Operasi Searchlight" untuk membunuh ribuan orang Bangla, yang menentang kekuasan Pakistan Barat dan penerapan bahasa Urdu pada orang Bengali. Tentara Pakistan terutama menargetkan intelektual seperti profesor, guru, dokter, insinyur, seniman dan agama minoritas.

Orang Bangla memberontak melawan kekejaman militer Pakistan dan mencari bantuan dari negara tetangga India, yang penuh dengan jutaan pengungsi dari Pakistan Timur. Setelah menerima laporan mengerikan tentang kebrutalan Tikka Khan, Presiden Pakistan Yahya Khan menarik Tikka Khan dari Pakistan Timur. Namun Pakistan tetap mengalami kekalahan yang memalukan di tangan pejuang kemerdekaan Bangla dari Mukthi Bahini dan militer India dalam perang 1971. 

Senator AS Ted Kennedy mengunjungi Bangladesh, yang muncul sebagai negara baru pada bulan Desember 1971 setelah perang berdarah dengan Pakistan, pada bulan Februari 1972 dan mengatakan hal berikut:

"Tidak ada yang lebih jelas, atau lebih mudah didokumentasikan, selain kampanye teror sistematis - dan konsekuensi genosidanya - yang diluncurkan oleh tentara Pakistan pada malam tanggal 25 Maret," katanya.

"Semua ini secara resmi disetujui, diperintahkan dan diterapkan di bawah darurat militer dari Islamabad. Dukungan besar Amerika terhadap Islamabad tidak lain adalah keterlibatan dalam tragedi kemanusiaan dan politik di Benggala Timur."

Menyuarakan pandangan serupa, sebuah majalah Amerika menggambarkan pemandangan mengerikan di Bangladesh dalam kata-kata berikut:

"Ketika pertempuran usai, ada burung-burung nasar yang hampir terlalu gemuk untuk terbang, dan Bangladesh adalah negeri dengan sedikit rasa kebangsaan yang kuat," kata National Geographic dalam sebuah artikel tentang kelahiran Bangladesh.

Latar Belakang

Sebelum Agustus 1947, hanya ada satu India bersatu yang diperintah oleh tuan kolonial Inggris. India adalah rumah bagi populasi Muslim terbesar di dunia (lebih dari 90 juta orang) dan populasi Hindu terbesar (sekitar 300 juta orang).

Pada masa kemerdekaan Indonesia tahun 1945, jumlah penduduknya hanya 68 juta jiwa. Indonesia adalah negara mayoritas Muslim terbesar kedua di dunia setelah India.

Berdasarkan teori dua negara tersebut, pemimpin Muslim India Mohammad Ali Jinnah telah mengusulkan negara yang terpisah untuk Muslim yang tinggal di India bersatu. Karena pembagian India berdasarkan agama, Jinnah dan penguasa Inggris melakukan kesalahan besar dengan mendirikan negara baru bernama Pakistan pada tanggal 14 Agustus 1947 dengan dua bagian utama: Pakistan Barat (30 juta orang) dan Benggala Timur (30 juta orang). Pada tahun 1955, Pakistan mengubah nama Benggala Timur menjadi Pakistan Timur.

Setelah 1947, Pakistan menjadi rumah bagi populasi Muslim terbesar di dunia. Jutaan orang pindah dari India ke Pakistan dan sebaliknya. Pada tahun 1951, demografi Pakistan telah berubah secara dramatis. Pakistan memiliki total populasi 75 juta dengan 33 juta orang di Pakistan Barat dan 42 juta di Benggala Timur. Dan itu berarti orang-orang di Benggala Timur merupakan 55 persen dari total populasi Pakistan. Tetapi pusat pemerintahan berada di Karachi di Pakistan Barat dan kemudian dipindahkan ke kota Islamabad yang baru dibangun pada tahun 1967.

Dengan luas 148,460 kilometer persegi, Pakistan Timur berpenduduk padat dibandingkan Pakistan Barat yang lebih besar (881,913 kilometer persegi luasnya). Masalah terbesarnya adalah jarak geografis antara Pakistan Barat dan Pakistan Timur karena kedua wilayah tersebut dipisahkan oleh India. Orang-orang dari Pakistan Barat harus menempuh 2,204 kilometer melalui India untuk mencapai Pakistan Timur.

Kedua bagian utama Pakistan ini dipisahkan oleh geografi, bahasa dan budaya. Faktanya, Islam adalah agama utama di dua wilayah ini. Ada banyak sekali perbedaan ekonomi dan politik di antara kedua wilayah ini.

Itu adalah kesalahan terbesar Jinnah karena tidak menyadari pentingnya bahasa dan budaya di Pakistan Timur. Pada dasarnya, Pakistan diperintah dan dikendalikan oleh rakyat dan partai politik dari Pakistan Barat meskipun mayoritas penduduknya tinggal di Pakistan Timur. Aturan minoritas diberlakukan pada mayoritas rakyat. Ada diskriminasi besar-besaran terhadap orang-orang di Pakistan Timur dalam banyak bidang.

Mayoritas orang yang tinggal di Pakistan Timur adalah orang Bengali, yang berbicara bahasa Bengali dan merasa bangga dengan budaya mereka.

Jinnah mengunjungi Dhaka, pusat administrasi Pakistan Timur, pada bulan Maret 1948 dan membuat pernyataan kontroversial tentang bahasa. Ia menyatakan bahwa Urdu akan menjadi bahasa nasional resmi Pakistan. Jika ada yang menentang ini, orang itu akan dianggap sebagai musuh Pakistan. Pada saat itu bahasa Urdu hanya dituturkan oleh 4 persen penduduk Pakistan. Bengali adalah bahasa yang digunakan oleh mayoritas orang di Pakistan.

Pendiri Pakistan Jinnah, yang membagi India berdasarkan agama, kini telah membuka jalan atas pembelahan negaranya sendiri. Ini membuktikan bahwa ia telah melakukan kesalahan besar tentang bahasa.

Akibat kesalahan tersebut, diskriminasi dan kebrutalan militer menyebabkan lahirnya Bangladesh pada tahun 1971. Dengan lahirnya Bangladesh, Indonesia menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia pada tahun 1971.

Performa yang mengesankan

Bangladesh saat ini jauh lebih baik daripada Pakistan dan bahkan India dalam banyak bidang. Bangladesh telah menjadi pemain ekonomi bintang di Asia Selatan dengan pendapatan per kapita yang lebih tinggi, tingkat pertumbuhan ekonomi yang unggul, kesenjangan yang lebih sedikit, ekspor yang meningkat dan indikator sosial yang lebih baik.

Bangladesh sekarang memiliki angka yang jauh lebih baik daripada Pakistan dalam hal defisit fiskal, inflasi, neraca perdagangan barang dagangan, cadangan devisa, investasi langsung asing dan lapangan kerja (terutama bagi wanita). Bangladesh juga memiliki rasio utang publik terhadap PDB dan investasi/PDB yang lebih baik. Mereka memiliki bagian PDB yang jauh lebih besar yang dicatat oleh manufaktur.

Ancaman dari Pakistan

Bahkan setelah 50 tahun kemerdekaannya, Bangladesh masih menghadapi ancaman dari Pakistan, yang mendorong dan memberikan uang kepada kelompok radikal agama untuk mengganggu kemajuan ekonomi negara, mendirikan negara Islam dan akhirnya menyebarkan sentimen anti-India di antara rakyat Bangladesh.

Seperti di Indonesia, radikalisme agama di Bangladesh tumbuh dengan kecepatan yang jauh lebih cepat daripada kinerja ekonominya. Pakistan telah mendukung dan mendanai radikal agama (di Bangladesh), yang menyebarkan kebencian dan intoleransi serta melancarkan serangan kekerasan kepada minoritas agama.

Menurut Gabbard, penganiayaan terhadap agama minoritas di Bangladesh tidak berakhir setelah lahirnya Bangladesh pada tahun 1971. Penganiayaan tersebut tidak dilakukan oleh pemerintah Bangladesh melainkan oleh kelompok radikal yang didanai oleh Pakistan. Tujuan utama mereka adalah menyebarkan sentimen anti-India dan menghapus agama minoritas di Bangladesh.

Pada tahun 1900-an, menurut Gabbard, umat Hindu merupakan 33 persen dari populasi Bangladesh. Saat ini jumlahnya hanya 8.5 persen. Demikian pula, hal itu terjadi pada semua agama minoritas lainnya.

Anggota Hefazat-e-Islam, sebuah kelompok radikal dari Bangladesh, melakukan aksi protes terhadap kunjungan Perdana Menteri India Narendra Modi ke Bangladesh pada bulan Maret di kota Dhaka. | Sumber: www.bbc.com/Salim Parvez
Anggota Hefazat-e-Islam, sebuah kelompok radikal dari Bangladesh, melakukan aksi protes terhadap kunjungan Perdana Menteri India Narendra Modi ke Bangladesh pada bulan Maret di kota Dhaka. | Sumber: www.bbc.com/Salim Parvez
Contoh lain dari intervensi Pakistan terjadi pada akhir Maret tahun ini ketika Perdana Menteri India Narendra Modi mengunjungi Bangladesh untuk menghadiri perayaan Golden Jubilee negara itu. Protes kekerasan diorganisir oleh kelompok pro-Pakistan Hefazat-e-Islam di beberapa kota yang menentang kunjungan Modi dari tanggal 26 Maret hingga 28 Maret di mana ada 14 orang yang tewas.

Sejak lahir pada tahun 1947, Pakistan telah menjadi masalah bagi banyak negara di Asia Selatan. Pakistan dan militernya telah menciptakan monster teror Taliban pada tahun 1994 di Afghanistan dan mengubah negara itu menjadi neraka buatan manusia. Taliban membunuh ribuan orang Afghanistan selama beberapa tahun ini.

Pakistan, yang berperang dengan India untuk empat kali dan selalu kalah dari mereka, telah memberikan uang, pelatihan dan senjata kepada kelompok teror dan separatis untuk meluncurkan serangan pada India dan wilayah Jammu dan Kashmir.

Pakistan, yang rakyatnya miskin tetapi memiliki senjata nuklir, mendukung kelompok radikal di Bangladesh untuk menimbulkan masalah bagi pemerintah di sana.

Kita harus waspada terhadap radikal agama dan teroris, yang menerima dana, senjata dan materi lainnya dari negara-negara nakal. Kelompok-kelompok ini salah menafsirkan agama dan membunuh orang yang tidak bersalah.

Presiden kita Joko Widodo benar mengatakan baru-baru ini bahwa teroris bukan milik agama apapun. Semua agama mengajarkan kerukunan, toleransi, hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati, bukan kebencian dan kekerasan.

Penulis adalah jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun