Mohon tunggu...
Anissa Safitri
Anissa Safitri Mohon Tunggu... Mahsiswa Hubungan Internasional.

Mahasiswa Hubungan Internasional.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Brexit dan Merkantilisme di Inggris.

14 April 2025   14:10 Diperbarui: 14 April 2025   14:10 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Wealth consist not the possession of gold and silver, but in the productivity of its people." Jean Baptiste Colbert

Salah satu paham ekonomi yang dikenal dunia adalah merkantilisme. Merkantilisme diartikan sebagai sebuah paham ekonomi untuk tujuan memperoleh kekayaan suatu bangsa yang perekonomiannya diatur oleh pemerintah. Sistem merkantilisme ini memiliki skema yang disebut dengan "Mother Country" atau negara induk. Dimana negara induk akan mengatur segala kegiatan perdagangan di daerah koloni atau daerah yang mereka duduki. Awal abad ke-16 hingga 18, banyak negara di eropa yang berlomba-lomba untuk menguasai dunia lewat perdagangan dan kolonisasi. Inggris, di bawah pemerintahan monarki Tudor dan Stuart, mulai mengadopsi prinsip merkantilisme. Bergabung nya inggris dalam arus merkantilis bukan hanya sekedar persoalan ekonomi, namun juga langkah strategis untuk menjadi kekuatan global yang dominan.

Brexit (British Exit) jika ditinjau dari perspektif sejarah ekonomi, Brexit dapat dibaca sebagai bentuk modern dari kebangkitan merkantilisme---sebuah ideologi ekonomi yang menempatkan kepentingan nasional di atas kerja sama multilateral dan menekankan pentingnya kemandirian ekonomi serta kontrol negara terhadap perdagangan. Inggris memilih keputusan untuk meninggalkan Uni Eroa dengan dilandasi berbagai faktor salah satunya agar Inggris memiliki control penuh atas perdagangannya sendiri. Para pendukung Brexit beragumen bahwa Inggris akan mengalami kemajuan jika tidak terikat sistem dan aturan Uni Eropa yang dianggap menghambat perdagangan bebas dan daya saing Inggris

Dengan adanya Brexit, Inggris dengan bebas bisa membuat perjanjian dengan negara-negara dengan ekonomi tinggi di Asia dan Amerika Serikat. Inggris membentuk Departemen Perdagangan Internasional baru dan sigap untuk menyegel sejumlah besar FTA antara tahun 2019-2020. Sebanyak 36 FTA Inggris yang mengesankan berlaku sejak 2021 termasuk Perjanjian Perdagangan dan kerja sama UE-Inggris. Selain itu, Inggris juga menyelesaikan perjanjian baru dengan Australia dan Selandia Baru. Keberhasilan inggris dengan negoisasinya menjadi lambing kebijakan perdagangan pasca-brexit

Namun, keberhasilan kebijakan perdagangan Inggris tidak selamanya berjalan mulus. Sebagian besar FTA Inggris merupakan perjanjian yang sudah ada sebelumnya. Pendekatan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dengan mempertahankan kondisi yang sudah ada, namun tidak berhasil membuka akses ke pasar baru. Sementara itu, upaya menjalin kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat tidak membuahkan hasil, terutama karena berkembangnya sikap proteksionis di pemerintahan Washington.

Meskipun Inggris telah berhasil menjalin hubungan dagang baru di berbagai belahan dunia pasca-Brexit, dampak ekonominya tidak sepenuhnya memenuhi ekspektasi awal. Perjanjian perdagangan bebas (FTA) memiliki pengaruh yang terbatas terhadap sektor jasa, sementara letak geografis Inggris tetap tidak berubah dan ketergantungan terhadap rantai pasok Uni Eropa masih kuat. Inggris memang perlu terus mengejar FTA sebagai salah satu upaya mendorong pertumbuhan, namun jumlah negara mitra potensial semakin menyusut, sehingga efektivitas FTA baru di masa depan kemungkinan akan menurun. Karena itu, Inggris perlu mencari strategi lain untuk merangsang pertumbuhan ekonomi---dan memperkuat hubungan dengan Uni Eropa, sebagai mitra dagang utama, menjadi langkah yang paling logis.

Namun demikian, kebijakan perdagangan yang efektif seharusnya berakar dari dalam negeri, dimulai dengan peningkatan investasi pada infrastruktur, riset, dan pelatihan tenaga kerja, agar pelaku usaha dapat tumbuh secara optimal. Lebih dari sekadar perjanjian dagang, solusi jangka panjang bagi Inggris terletak pada perbaikan produktivitas dan peningkatan investasi domestik yang selama ini masih rendah. Inilah kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan memperkuat ekspor nasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun