Mohon tunggu...
anisahshintyaayup14
anisahshintyaayup14 Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Yuridis Terkait Jual Beli Tanah Dalam Persepektif Hukum Ekonomi Syari'ah

13 Juni 2025   15:02 Diperbarui: 13 Juni 2025   17:16 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Proses Terjadinya Akad Jual Beli Tanah Menurut Persepektif Hukum Ekonomi Syariah  dan Analisis Yuridis terkait Jual Beli Tanah

Secara etimologis, transaksi jual beli merujuk pada kegiatan pertukaran barang satu dengan yang lain. Terma bay` yang berarti jual beli menyiratkan makna ganda yang berlawanan, serupa dengan istilah syiraa` yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yaitu dalam surat Yusuf (12) ayat 20 dan surat Al-Baqarah (2) ayat 102. Artinya: "Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang sangat rendah, yaitu hanya beberapa dirham, dan hati mereka tidak merasa tertarik kepada Yusuf. Jual beli secara bahasa merujuk pada al-Bai', al-tijarah dan al-Mubadalah. Umumnya, jual beli dilakukan dengan kesepakatan dan secara sukarela dari pihak penjual dan pihak pembeli. Aktivitas jual beli merupakan hal yang umum dalam masyarakat, karena transaksi ini membantu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Proses jual beli biasanya berlangsung ketika kedua belah pihak (penjual dan pembeli) sepakat untuk melaksanakan transaksi tersebut. Berdasarkan Pasal 62 KHES bagian kedua mengenai kesepakatan antara penjual dan pembeli yang tertulis, "Penjual dan pembeli harus sepakat mengenai nilai objek jual beli." Rukun serta syarat dari akad jual beli dalam KHES berakar dari bahasa Arab yang dikenal sebagai al-'Aqd. Akad tersebut merujuk pada perjanjian yang tertulis atau kontrak dalam bentuk formal. Dalam Ensiklopedia Hukum Islam, al-'aqd dapat diartikan sebagai perikatan, perjanjian, dan kesepakatan (al-ittifaq). Menurut kaidah fikih, akad dianggap sebagai hubungan antara ijab, yang merupakan pernyataan untuk mengikat diri, dan kabul yakni pernyataan untuk menerima ikatan tersebut, sesuai syariat Islam, menandakan adanya alih kepemilikan dari satu pihak ke pihak lainnya. Secara istilah, akad diakui sebagai hubungan antara ijab dan qabul yang berdasarkan syara' dan memiliki konsekuensi hukum tertentu. Akad merupakan perikatan yang berada antara ijb dengan qabul yang diakui oleh syara'. Pelaksanaan akad dalam bisnis mengharuskan adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, yang dikenal dengan istilah 'antardhin minkum'. Meskipun kesepakatan tersebut bersifat batiniah, ada tanda dan indikator yang bisa diamati. Ijb dan qabl dalam praktik masyarakat sebagai serah terima adalah bentuk yang dipakai dalam hukum untuk menunjukan adanya kerelaan. Akad atau kontrak berkaitan dengan harta benda (ml), hak atas pemanfaatan harta tersebut, serta pengalihan kepemilikan barang atau hak pemanfaatan harta tersebut antara para pihak.

Dalam Pasal 20 ayat 2 KHES dijelaskan bahwa bai' adalah jual beli antara barang dengan barang, atau tukar menukar antara barang dengan uang. Definisi dalam pasal tersebut mengacu pada pengertian jual beli dalam perspektif fikih, di mana jual beli berarti menjual, menukar, serta mengganti sesuatu dengan yang lain. Jual beli adalah tindakan pertukaran barang atau benda yang bernilai, diiringi dengan pemindahan kepemilikan objek tersebut berdasarkan peraturan hukum dan syara'. Istilah "Benda" di sini dapat diartikan sebagai barang dan uang. Sifat benda tersebut harus memiliki nilai yang bisa diukur, yaitu benda yang berharga dan penggunaannya diperbolehkan sesuai syara'. Benda bisa berupa barang yang dapat dipindahkan, tetap (tidak bisa dipindahkan), dapat dibagi, atau tidak bisa dibagi, dan lain sebagainya. Penggunaan harta diizinkan selama tidak dilarang oleh syara'.

Unsur-unsur pokok jual beli yang diatur dalam KHES diuraikan sebagai berikut:

a.Berakal

Dalam melaksanakan unsur-unsur pokok jual beli, maka dianggap rasional, karena individu yang berakal dapat membedakan mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Anak di bawah umur yang tidak cakap secara hukum tidak dapat melakukan perjanjian jual beli kecuali memperoleh persetujuan dari orang tua atau wali.

b.Kontrak melibatkan pihak-pihak yang berbeda.

Hal ini menunjukkan bahwa seorang individu tidak dapat secara bersamaan berfungsi sebagai penjual dan pembeli. Kontrak penjualan mengharuskan dua orang atau lebih individu yang berbeda untuk berpartisipasi, kontrak tersebut tidak dapat dipenuhi oleh satu orang saja, karena ada peran yang ditentukan antara penjual dan pembeli.

c.Kemauan sukarela (tidak karena paksaan)

Segala bentuk tekanan yang dapat merugikan baik penjual maupun pembeli tidak sah untuk melaksanakan kontrak penjualan. Dalam KHES, pembentukan perjanjian penjualan harus muncul dari keinginan bebas pembeli dan penjual, tanpa paksaan dari luar. Surat An-Nisa ayat 29 Al-Quran mengisyaratkan: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sebagian kamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan jual beli yang saling suka sama suka di antara kamu." Jual beli haruslah atas kemauan sendiri, tanpa paksaan. Frasa "suka sama suka" dalam ayat Al-Quran tersebut menegaskan bahwa jual beli haruslah dengan cara suka sama suka dan tanpa tekanan atau tipu daya.

d.Dewasa atau sudah baligh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun