Mohon tunggu...
Anisa Falia Nabila
Anisa Falia Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Universitas Jember

Saya merupakan Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Jember angkatan 2022.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Moneter Asia 1997

30 Maret 2024   10:20 Diperbarui: 30 Maret 2024   10:26 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sistem moneter internasional adalah sistem keuangan yang berlaku untuk semua negara di dunia, yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas negara. Hal ni menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar. Sistem moneter internasional memiliki peranan strategis dalam kebijakan ekonomi makro, seperti stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja. Dalam pelaksanaan kebijakan moneter, bank sentral umumnya merumuskan kerangka kerja strategis dan operasional. 

Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 merupakan sebuah peristiwa yang memiliki dampak yang luas dan signifikan terhadap stabilitas nilai tukar dan perekonomian regional. Thailand dianggap sebagai pencetus awal krisis tersebut, dimana faktor-faktor seperti ketergantungan pada utang asing, krisis perbankan, dan defisit neraca perdagangan menjadi pemicunya. Thailand telah mengandalkan pendanaan luar negeri untuk mendukung pertumbuhan ekonominya. Negara ini telah mengakumulasi utang luar negeri yang besar untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan lainnya. Ketika investor asing mulai khawatir tentang keberlanjutan utang Thailand, mereka mulai menarik modal mereka, memicu penurunan nilai mata uang lokal Thailand, yakni baht. 

Selain ketergantungannya terhadap utang asing pada saat itu, sektor perbankan Thailand mengalami masalah serius, meliputi penyaluran kredit yang buruk serta keterkaitan yang kuat antara perbankan dan sektor properti. Ketika krisis perbankan muncul ke permukaan, kepercayaan terhadap stabilitas sistem keuangan Thailand menurun drastis, sehingga hal tersebut kemudian memicu kepanikan di pasar. Thailand juga mengalami defisit neraca perdagangan yang signifikan, yang merupakan indikator ketidakseimbangan dalam ekonominya. Ketergantungan yang tinggi pada impor barang-barang konsumsi dan perlengkapan pabrik serta penurunan ekspor menyebabkan negara ini menjadi lebih rentan terhadap perubahan sentimen pasar.

Adanya faktor-faktor diatas yang kemudian menyebabkan terjadinya devaluasi yang terjadi secara signifikan dalam nilai baht Thailand pada bulan Juli 1997. Devaluasi ini menjadi katalisator bagi krisis moneter regional secara luas, yang dikenal sebagai "Krisis Keuangan Asia 1997". Kejatuhan baht Thailand memicu gelombang panik di pasar keuangan regional, dengan investor menarik modal mereka dari negara-negara lain di Asia, menyebabkan devaluasi mata uang, keruntuhan pasar saham, dan krisis keuangan yang meluas di kawasan tersebut. Hal tersebut juga kemudian memicu gelombang panik di pasar keuangan regional, yang membuat investor menarik modal mereka dari negara-negara lain di Asia, seperti Indonesia dan Korea Selatan.

Krisis tersebut dipicu oleh berbagai faktor, termasuk salah satunya adalah adanya  fenomena "hot money bubble". "Hot Money Bubble" adalah fenomena yang terjadi ketika uang yang bergerak secara terus menerus antara pasar uang kecil dan pasar uang besar, baik antara negara-negara atau antara negara dan pasar uang di dalam negeri. Fenomena ini disebabkan oleh investor yang mencari pendapatan yang tinggi dalam waktu singkat, yang membuatnya sangat reaktif terhadap perubahan tingkat bunga di pasar uang. Dalam krisis moneter di Asia pada tahun 1997, hot money bubble terjadi karena investor yang mencari pendapatan yang tinggi dalam waktu singkat mengalir ke negara-negara yang memiliki tingkat bunga yang tinggi. Ketika hot money bubble terjadi, uang yang masuk ke negara tersebut dapat mengakibatkan kenaikan harga kebutuhan pokok yang tidak diikuti oleh pertumbuhan ekonomi, yang kemudian meningkatkan inflasi yang sulit dikendalikan.

Selain terjadinya fenomena hot money bubble, krisis moneter yang terjadi di asia juga dipicu oleh faktor kebijakan nilai tukar tetap. Kebijakan nilai uang tetap banyak diadopsi oleh negara-negara di Asia Timur dan Asia Tenggara. Hal tersebut mengakibatkan meningkatkan devisa yang masuk ke dalam negeri yang kemudian meningkatkan permintaan uang serta terjadi kenaikan harga. Ketika nilai tukar mata uang terlalu tinggi maka investasi asing juga akan semakin meningkat dan kemudian mengakibatkan kenaikan harga kebutuhan pokok yang tidak diikuti oleh pertumbuhan ekonomi negara.  Selain itu, situasi politik dan kondisi ekonomi yang tidak stabil juga merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya krisis moneter asia pada tahun 1997

Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 memiliki dampak yang sangat parah, seperti penurunan nilai mata uang, pasar saham, dan harga aset lainnya di banyak negara Asia Timur dan Tenggara. Krisis juga mempengaruhi kehidupan politik negara, seperti krisis sosial dan politik di Indonesia, yang mencetuskan timbulnya krisis sosial dan politik, hingga akhirnya mengakibatkan pengganti pemerintahDisamping itu, krisis moneter juga memberikan dampak pada stabilitas nilai tukar.  Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 salah satunya mengakibatkan kenaikan inflasi yang sulit dikendalikan. Kenaikan inflasi terjadi karena uang yang masuk ke negara-negara Asia yang memiliki tingkat bunga yang tinggi, yang kemudian meningkatkan permintaan uang dan meningkatkan harga. Kondisi inflasi yang terjadi saat krisis moneter Asia pada tahun 1997 berbeda-beda terhadap setiap negara yang terdampak. Seperti halnya Indonesia yang memiliki presentase angka inflasi mencapai 58,5% , negara lain seperti Thailand dan Korea Selatan masih berada jauh dibawah Indonesia yakni mencapai 10,5% dan 5,9%. Kondisi tersebut sudah mencapai titik yang krusial sehingga kemudian memengaruhi stabilitas perekonomian dalam negeri masing-masing negara di wilayah asia. Selain itu, dampak krisis moneter pada stabilitas nilai tukar juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil, pengurangan nilai mata uang serta penurunan investasi asing yang masuk. 

Oleh karena itu, adanya dampak yang disebabkan oleh krisis moneter yang terjadi membawa peran IMF untuk membantuu menyelesaikan permasalah krisis moneter yang terjadi di Asia pada 1997. IMF berperan dalam mengatasi krisis tersebut dengan memberikan paket bailout terhadap negara yang ikut terkena dampak dari krisis moneter saat itu. IMF mengeluarkan paket bailout (dana talangan) untuk membantu negara-negara Asia yang terdampak krisis moneter pada tahun 1997, seperti Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan. Negara-negara yang menerima paket juga diminta untuk mengurangi pengeluaran pemerintah, membiarkan lembaga keuangan yang bangkrut tutup, dan menaikkan suku bunga. IMF memberikan paket ballout kepada beberapa negara diantara Thailand yang mendapatkan dana sebesar 20 miliar dollar AS, Indonesia mendapatkan 40 miliar dollar AS, serta Korea Selatan yang mendapatkan paket ballout sebeasar 59 miliar dollar AS.

Setelah menerima bantuan dana talangan dari IMF, negara-negara Asia yang terdampak mulai memulihkan kondisi ekonominya. Meskipun dalam jangka waktu beberapa bulan terjadi peningkatan nilai tukar mata uang, bangkitnya pasar saham, dan pemulihan ekspor non-migas, proses pemulihan tersebut berlangsung secara bertahap dan memerlukan upaya yang terus menerus. Selama tahun 1999, perekonomian beberapa negara seperti Indonesia, Thailand, dan Korea Selatan mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang lebih baik, namun tetap dalam proses yang membutuhkan waktu.

Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan krisis sosial dan politik, yang akhirnya memicu pengganti pemerintah. Krisis ini menimbulkan depresiasi yang sangat signifikan pada nilai mata uang rupiah, yang kemudian meningkatkan inflasi. Selama tahun 1999, perekonomian Indonesia mulai membaik secara bertahap, sebagian disebabkan oleh membaiknya lingkungan internasional yang menyebabkan kenaikan pendapatan ekspor. Kemudian Thailand yang menjadi negara pemicu krisis moneter yang terjadi di negara Asia mengambil keputusan untuk meminta bantuan kepada IMF dengan tujuan menstabilkan perekonomian mereka kembali. Krisis ini menimbulkan depresiasi yang sangat signifikan pada nilai mata uang Baht, yang kemudian meningkatkan inflasi. Selama tahun 1999, perekonomian Thailand juga mulai membaik secara bertahap pada masa itu. Korea Selatan yangmenjadi negara paling terparah terkena imbas dari krisis moneter Asia pada tahun 19977 tersebut kemudian juga mendapatkan bantuan dari IMF untuk mengatasi krisis ekonomi yang terjadi di Korea Selatan. Krisis ini meningkatkan risiko investasi dan membuat investasi asing berkurang. Setelah mendapatkan bantuan dana untuk mengatasi krisis ekonomi yang terjadi, perekonomian Korea Selatan kemudian mulai berangsur membaik secara bertahap. Dengan demikian, krisis moneter Asia pada tahun 1997 memberikan pelajaran berharga bagi negara-negara di kawasan tersebut bagaimana pentingnya menjaga stabilitas nilai tukar dan kebijakan ekonomi yang berkelanjutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun