Mohon tunggu...
Aning ummuHanina
Aning ummuHanina Mohon Tunggu... Wiraswasta - Member Revowriter Nganjuk

Belajar, belajar dan terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ekspor Pasir Laut, Menguntungkan ataukah Merugikan?

16 Juni 2023   20:20 Diperbarui: 16 Juni 2023   20:29 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi : i.pinimg.com

Pemerintah kembali membuat kebijakan yang menimbulkan polemik. Pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun dilarang. Sontak saja hal itu menimbulkan banyak kritikan dari berbagai pihak.

Dilansir dari CNBC Indonesia, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Beleid yang diumumkan 15 Mei 2023 tersebut diterbitkan sebagai upaya terintegrasi yang meliputi perencanaan, pengendalian, pemanfaatan, dan pengawasan terhadap sedimentasi di laut.

Salah satu yang diatur dalam beleid tersebut adalah memperbolehkan sedimentasi laut diekspor keluar negeri. Hal ini diatur dalam dalam pasal 9 ayat Bab IV butir 2, pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor. (CNBC Indonesia 1/6/2023)

Ekspor pasir laut, meski dianggap menguntungkan yang dapat menambah devisa/pemasukan bagi negara, sesungguhnya sangat merugikan bahkan membahayakan.

Menurut pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmi Radhi, kebijakan ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan ekosistem laut. Ijin ekspor ini juga akan membahayakan rakyat di pesisir laut dan dapat menenggelamkan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

Dari sini kita bisa melihat, bahwa Pemerintah hanya berorientasi pada bagaimana mendapatkan sumber pemasukan bagi negara, yang sebenarnya besarnya tidaklah seberapa. Negara tidak memperhitungkan secara mendalam, apakah kebijakan tersebut akan membahayakan apa tidak bagi masyarakat yang tinggal di pesisir laut. Apakah kebijakan tersebut dapat merusak lingkungan apa tidak. Seakan hal ini tidak diperhitungkan asalkan  pemasukan negara terpenuhi.

Sesungguhnya Indonesia memiliki sumber-sumber lain yang mampu memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ekspor pasir laut. Sumber pendapatan tersebut dapat diperoleh melalui pengelolaan sumber daya alam secara mandiri oleh negara. Karena seperti yang kita ketahui,  Indonesia kaya akan sumber daya alamnya. Tapi sayangnya saat ini sumber daya alam tersebut dikelola dan dikuasai oleh asing. Sehingga hasil dari sumber daya alam tersebut hanya dirasakan manfaatnya oleh asing dan segelintir orang.

Inilah akibat diterapkannya sistem kapitalisme. Sistem yang kebijakannya lebih memprioritaskan keuntungan semata. Tidak peduli jika kebijakannya tersebut akan merusak lingkungan dan membahayakan bagi masyarakat.

Berbeda dengan sistem Islam. Sistem yang bersumber dari akidah Islam. Islam memberikan tuntunan bagi negara tentang sumber-sumber pemasukan negara.

Ada 12 pos sumber pemasukan negara dalam Baitul mall, seperti : Al Anfal, ghanimah, fai', kharaz, jizyah, Al 'usyur, jamarik, semua jenis zakat, rikaz, harta kepemilikan negara, harta kepemilikan umum dll.

Pada harta kepemilikan umum, salah satunya adalah sumber daya alam. Sumber daya alam ini pengelolaannya dilakukan oleh negara, tidak boleh diserahkan kepada individu/asing. Hasil pengeloaan ini akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas gratis seperti dalam layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun