Mohon tunggu...
Aning ummuHanina
Aning ummuHanina Mohon Tunggu... Wiraswasta - Member Revowriter Nganjuk

Belajar, belajar dan terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penghapusan Tenaga Honorer, Mensejahterakan atau Menambah Pengangguran?

12 Juni 2022   11:30 Diperbarui: 12 Juni 2022   11:32 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi : https://pin.it/6gph9wz

Tenaga honorer kembali harus menelan pil pahit dari pemerintah. Dengan dalih untuk mensejahterakan pekerja honorer, pemerintah akan menghapus pekerja honorer pada tahun 2023.

Dilansir dari republika.co.id, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menyatakan, kebijakan penghapusan pekerja honorer bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Sebab, selama ini tenaga honorer direkrut dengan sistem yang tidak jelas, sehingga mereka kerap mendapat gaji di bawah upah minimum regional (UMR).

"Tenaga honorer sekarang kesejahteraannya jauh di bawah UMR. Pemerintah dan DPR mencari jalan agar kompensasi tenaga honorer bisa setara dengan UMR," kata Tjahjo dalam siaran persnya, dikutip Ahad (5/6/2022). Tjahjo juga mendorong pekerja honorer yang memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi CPNS dan PPPK pada tahun 2022 dan 2023. Sebelumnya, Tjahjo Kumolo menyurati Pejabat Pembina Kepegawaian di semua instansi pemerintah untuk menentukan status pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer Kategori II), hingga batas waktu 28 November 2023.

Tapi benarkah demikian? Apakah kebijakan penghapusan tenaga honorer untuk mensejahterakan pekerja honorer, atau justru menimbulkan masalah baru lainnya, yaitu menambah jumlah pengangguran di Indonesia?

Mungkin sekilas kebijakan ini terdengar sangat bagus, dengan dihapusnya tenaga honorer, maka kesejahteraan mereka akan terjamin karena akan menjadi tenaga ASN atau menjadi PPPK. Tapi nyatanya tidak semua tenaga honorer menjadi tenaga ASN atau PPPK. Karena jumlah yang diterima oleh pemerintah terbatas jumlahnya. Apalagi susahnya syarat untuk menjadi calon ASN atau PPPK.

Kebijakan penghapusan tenaga honorer ini jika dipraktekkan akan menambah masalah baru, yaitu berdampak pada ratusan ribu tenaga honorer kehilangan pekerjaan. Hal ini justru menambah angka pengangguran di Indonesia.

Inilah negara yang menganut sistem sekulerisme kapitalis. Dimana hubungan antara negara dengan rakyatnya layaknya penjual dan pembeli hanya berdasarkan untung rugi. Sesuatu yang berhubungan dengan rakyat yang memberatkan negara atau tidak memberikan keuntungan bagi negara akan dihapus. Tidak peduli bahwa kebijakan tersebut akan menyengsarakan rakyatnya. Penguasa dalam sistem ini hanya bertindak sebagai regulator, memberikan kemudahan bagi pihak-pihak yang memberikan keuntungan.

Walhasil segala sesuatu yang dianggap menguntungkan bagi penguasa, akan diberlakukan walaupun akan berdampak menyengsarakan rakyatnya. Seperti halnya kebijakan penghapusan tenaga honorer ini, tetap diberlakukan walaupun akan masih ada 358.518 pegawai honorer yang berpotensi kehilangan pekerjaannya.

Berbeda dengan sistem Islam, penguasa dalam hal ini adalah Khalifah, adalah ro'in atau pengurus urusan umat. Dalam Hadist Rasulullah Saw, "seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat) yang akan dimintai pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya" (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Untuk masalah pekerjaan dan lapangan pekerjaan, Islam mewajibkan negara menciptakan lapangan kerja bagi setiap orang yang mampu bekerja agar dapat memperoleh pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun