Mohon tunggu...
ANINDYA WIDIAIDA
ANINDYA WIDIAIDA Mohon Tunggu... Lainnya - a Student

Mahasiswi Ekonomi Pembangunan 2018 Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Bank Indonesia di Saat Pandemi

22 November 2020   20:20 Diperbarui: 22 November 2020   20:41 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemic yang telah terjadi di seluruh dunia mengakibatkan perekonomian negara-negara tidak stabil bahkan banyak yang mengalami penurunan. Pandemi Covid-19 sendiri di Indonesia telah berlangsung sejak bulan Maret 2020 yang lalu hingga saat ini. Pandemic ini juga memberikan dampak pada sector perekonomian di seluruh dunia. Tidak hanya sector ekonomi yang terdampak karena hal ini, melainkan seluruh sector ikut terkena dampak dari pandemic ini. Mulai dari industry, UMKM, bisnis, rumah tangga, pendidikan, kesahatan, pariwisata dan masih banyak sector lain yang juga terkena imbas dari hal ini. 

Dari seluruh sector yang terkena dampak tersebut,  sector yang paling dijaga agar tidak terlalu mengalami penurunan drastic yaitu sector ekonomi, karena ketika ekonomi negara mengalami penurunan maka dampaknya terlalu besar bagi sebuah negara.  Untuk menjaga perekonomian agar tetap stabil dan tidak mengalami penurunan yang signifikan, bank sentral bersama pemerintah telah mengambil tindakan kebijakan yang terdiri dari kebijakan fiscal, kebijakan moneter, kebijakan makroprudential, dan emergency liquidity. Kebijkan ini diambil guna memitigasi dampak dari pandemic Covid-19 yang lebih dalam.

            Dalam suatu negara, diperlukan adanya gabungan kebijakan (policy mix) yang saling terkoordinasi dengan baik terlebih dengan keadaan yang saat ini dihadapi oleh seluruh dunia. Koordinasi antara kebijakan fiscal dan kebijakan moneter juga diperlukan guna menghindari tumpang tindih kebijakan dan kegagalan kebijakan. Bauran kebijakan dinilai dapat mempengaruhi perekonomian lebih maksimal jika dilakukan dengan terkoordinasi. Karena jika tidak terkoordinasi dengan baik, bauran kebijakan ini tidak dapat menyelesaikan masaah dan hanya akan menambahkan masalah baru di keadaan yang genting sepeerti saat ini.

            Kebijakan fiscal yang diambil oleh Bank Indonesia yaitu penurunan suku bunga pada kebijakan moneter yang telah dilakukan sebanyak 2 kali, masing-masing 25 bussiness point yang menjadi 4,5 persen. Kebijakan fiscal sendiri adalah kebijakan yang paling banyak digunakan oleh bank sentral di seluruh dunia yaitu sekitar 45 persen. Bank Indonesia memperkirakan bahwa penurunan suku bunga yang dilakukan ini akan konsisten dan sejalan dengan prakiraan inflasi yang rendah dan akan terkendali pada kisaran 3 persen. Bank Indonesia juga memutuskan untuk tetap mempertahankan BI-rate dengan pertimbangan bahwa pentingnya memprioritaskan kebijakan suku bunga yang bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam jangka pendek.

            Selain kebijakan fiscal yang diambil, Bank Indonesia juga mengambil kebijakan moneter yakni dengan penguatan nilai tukar rupiah dengan meningkatkan intensitas kebijkan intervensi yang dilakukan untuk menjaga stabilitas perekonomian. kebijakan moneter yang kedua yaitu dengan memperluas instrument dan transaksi baik di pasar uang maupun di pasar valas. Kebijakan tersebut dilakukan dengan memperbanyak transaksi swap valas dan menyediakan repo untuk kebutuhan likuiditas perbankan. Kebijakan moneter yang ketiga adalah Bank Indonesia telah melakukan penyuntikan likuiditas ke pasar uang dan kepada perbankan dengan jumlah yang besar.

            Kebijakan selanjutnya yang diambil oleh Bank Indonesia yakni kebijakan makroprudential. Kebijakan makroprudential sendiri adalah kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia yang memiliki tujuan utama yaitu untuk menjaga stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh melalui pembatasan peningkatan resiko sistemik. Resiko sistemik sendiri adalah resiko yang bersifat makro dimana rusaknya rusaknya sistem keuangan. Resiko sistemik ini perlu dibatasi peningkatannya karena resiko sistemik dapat melumpuhkan sistem keuangan apabila sampai terjadi. Demi mendukung pelaksanaan kebijakan makroprudensial ini, Bank Indonesia menerapkan 4 langkah strategi operasional kebijakan makroprudensial yang terdiri dari :

  • Identifikasi sumber resiko sistemik. Selain berdasarkan asesmen internal, Bank Indonesia juga melakukan survey dan FGD kepada stakeholder untuk dapat menangkap potensi resiko sistemik dari sudut pandang stakeholder, seperti perbankan, pakar ekonomi, media, akademisi dan pelaku pasar lainnya.
  • Pengawasan makroprudensial Bank Indonesia memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan secara tidak langsung maupun secara langsung pada institusi keuangan terkait, dengan berkoordinasi dengan OJK. Pengawasan makroprudensial dilakukan melalui monitoring, stress identification, serta risk assessment terhadap potensi resiko yang telah teridentifikasi sebelumnya. Berdasarkan proses tersebut, Bank Indonesia akan mengeluarkan sinyal resiko. Jika asssesmen menunjukkan bahwa stabilitas sistem keuangan terjaga dengan baik, Bank Indonesia akan melakukan proses pengawasan seperti  biasa. Dalam hal resiko menunjukkan peningkatan yang patut diwaspadai, Bank Indonesia akan mengambil respon kebijakan melalui perumusan kebijakan makroprudensial. Yang terakhir, jika sinyal resiko menunjukkan potensi krisis, Bank Indonesia akan mengaktifkan Protokol Manajemen Krisis.
  • Respons kebijakan melalui desain dan implementasi instrument kebijakan makroprudensial diterapkan untuk mencegah terjadinya resiko sistemik. Berdasarkan cakupannya, instrument dapat diterapkan secara umum maupun targeted ke sector tertentu. Sedangkan dari sisi objek, instrument dapat ditujukan untuk mengatur permodalan, kredit, likuiditas maupun intermediasi.
  • Protocol menajemen krisis (PMK) bila hasil assesmen menunjukkan krisis, Bank Indonesia akan segera mengaktifkan PMK.

Kebijakan selanjutnya yang diambil oleh Bank Indonesia yaitu kemudahan dan kelancaran di dalam sistem pembayaran baik secara tunai maupun  non tunai guna mendukung berbagai transaksi di dalam ekonomi dan keungan. Untuk melancarkan kebijakan tersebut, Bank Indonesia telah melakukan pengedaran uang yang higienis dan mendorong masyarakat agar lebih banyak melakukan transaksi secara nontunai. 

Namun, hal tersebut tidak bisa sepenuhnya diterima oleh masyarakat khususnya masyarakat dengan kualitas SDM yang menengah ke bawah. Banyak masyarakat desa yang belum mengerti bahkan belum mengenal transaksi secara nontunai. Kebanyakan dari mereka masih menggunakan transaksi secara tunai dan beranggapan bahwa transaksi nontunai terlalu merepotkan. Hal ini dikarenakan mereka tidak terbiasa dengan hal tersebut dan belum adanya edukasi yang tersampaikan kepada para masyarakat di desa.

Sumber:

https://www.bi.go.id/id/ssk/Peran-BI-SSK/Kebijakan-Makroprudensial-di-BI/Contents/default.aspx

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun