Mohon tunggu...
ANINDITA RAHAYU
ANINDITA RAHAYU Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Andalas

Menulis, menuangkan ide, dibaca, memberi pesan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Awal Masyarakat Desa Karya Makmur di Kabupaten Pasaman Barat

21 Juni 2022   00:13 Diperbarui: 21 Juni 2022   00:22 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://islamic-center.or.id/

Karya Makmur merupakan sebuah desa yang terletak di kejorongan Kasik Putih, Kelurahan/ Desa Sungai Aua, Kecamatan Sungai Aur, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat. Desa ini merupakan desa yang menjadi tempat tinggal ratusan kepala keluarga yang mayoritas bersuku Jawa, Minang, dan Mandailing.

Awal mulanya desa ini merupakan wilayah transmigrasi yang disediakan pemerintah kepada masyarakat. Program transmigrasi adalah sebuah program yang dikembangkan pemerintah dengan tujuan sebagai pembagunan nasional yang berkontribusi dalam pengembangan daerah. 

Transmigrasi ini adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap dikawasan transmigrasi { Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) dan Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT) } yang diselenggarakan oleh pemerintah ( Sejarah Singkat Transmigrasi, 2015 : 9 ).

Program transmigrasi di desa Karya Makmur ini dimulai pada tahun 1982. Dimana pada mulanya desa ini merupakan hutan karet dan ilalang yang kemudian dialih fungsikan oleh pemerintah sebagai lahan transmigrasi bagi para transmigran. 

Dibukanya desa Karya Makmur sebagai desa transmigrasi bukan satu-satunya alasan pemerintah melakukan program tersebut. Akan tetapi, sebelum tahun 1982 kepala desa Karang Putih (Sekarang disebut desa Kasik Putih ) mengajukan satu usulan kepada pemerintah agar adanya penambahan masyarakat di desa tersebut, 

yang kemudian berdirilah desa Karya Makmur yang sekarang menjadi salah satu desa transmigrasi di Kabupaten Pasaman Barat.

"Awal saya masuk ke desa ini, dulunya masih banyak ilalang dan hutan karet milik masyarakat desa Karang Putih. Jalannya juga masih jalan setapak tanah, jalur masuk ke desa ini dulunya hanya ada satu jalur di simpang bakso dan untuk jalan ke simpang yang ini ya harus melewati jalan setapak tanah itu, harus hati-hati juga, ya karena dulu di sini masih banyak babi yang berkeliaran" ujar Juliadi, salah seorang masyarakat desa tersebut.

Beliau  mengatakan, awal memasuki desa ini masih belum ada listrik. Dulunya masyarakat hanya mengandalkan lampu dari minyak tanah ( lampu togok ) dan lampu strongkeng untuk menerangi rumah. Jika keluar pada malam hari mereka menggunakan senter.  

"Kalau keluar malam hari ya mesti hati-hati. Jaga-jaga mana tau ada lipan, kalajengking atau ular lewat, kalau subuh juga kadang ada babi yang melintas. Tapi, saya jarang keluar malam-malam, paling kalau mau keluar itu jika ada hal penting aja yang mesti saya kerjakan,"  sebut Juliadi.

Tentunya para transmigran tidak mendapatkan lahan transmigrasi tersebut secara gratis. Melainkan sebelum itu, mereka melakukan proses pendaftaran yang dilakukan secara langsung di rumah kepala desa Karang Putih. Sebelum dilakukan proses administrasi, calon transmigran diperbolehkan untuk meninjau lokasi yang sudah disediakan. Kemudian mereka melakukan proses administrasi  yang sudah ditetapkan sebesar Rp. 16.000.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun