Mohon tunggu...
Ani Mariani
Ani Mariani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Middle Eastern Studies | International Relation Analysis | Political, Economic, Religion, Social, Religion, Feminism Enthusiast | Research | Writer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengaruh Ulama Wahabi Terhadap Politik Arab Saudi

1 April 2024   10:00 Diperbarui: 1 April 2024   10:03 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by  Abdulrhman Alkhnaifer  on Unsplash

Akar sejarah dari hubungan antara pemerintah Saudi dan ulama telah berlangsung sejak abad ke-18. Hubungan antara pemerintahan Saudi dengan Wahabi sejak dulu hingga saat ini masih kokoh karena dilandasi oleh doktrin ajaran Islam Wahabi. 

Doktrin wahabi mampu menyebar ke dunia Islam karena bangsa Arab Saudi. Sejak berdirinya kerajaan Arab Saudi, hampir semua kebijakan sosial dan politik di masyarakat Saudi perlu dilegitimasi oleh agama. Arab Saudi cenderung menerapkan pandangan keagamaan sebagai cara terbaik untuk mengelola lembaga sosial, ekonomi dan politik. Otoritas Saudi menugaskan semua posisi urusan agama di pemerintahan kepada ulama wahabi.

Ketika Wahhabisme dikonsolidasikan sebagai ideologi negara Saudi, para ulama memperoleh posisi istimewa di negara Saudi. Bersamaan dengan ulama yang memiliki pengaruh dalam kehidupan budaya, ideologi agama wahhabisme ditransformasikan secara politis menjadi ideologi negara yang memerintahkan orang untuk mematuhi penguasa mereka. Wahabi tidak hanya memiliki wewenang atas institusi keagamaan dan pendidikan negara tetapi juga interpretasi kaku syariah (hukum Islam). Mereka mewakili interpretasi Al-Qur'an yang sangat konservatif dengan polisi agama menegakkan hukum sosial yang ketat.

Legitimasi kerajaan dibawah kekuasaan al-Saudiyah di Arab Saudi sebagai negara Islam, menekankan pentingnya perilaku yang selaras dengan ajaran al-Qur'an dan Sunnah. Karena itulah, penduduk negara tersebut mengamalkan ajaran agama dengan merujuk pada kedua sumber ajaran Islam secara murni. Berkenaan dengan itu juga, sampai sekarang, paham keagamaan masyarakat di Arab Saudi dominan Wahhabiyah, di mana paham tersebut dikenal sebagai gerakan Islam yang tujuan utamanya memurnikan ajaran Islam dari khurafat. Hingga dapat dikatakan bahwa melalui konsep tersebut, kekuasaan tertinggi Arab Saudi berada di tangan seorang ulama serta lembaga politik keagamaan merupakan kekuatan utama bagi legitimasi setiap kebijakan yang harus dijalankan oleh pemerintah.

Saat ini, kekuasaan di Arab Saudi terpusat dalam dua cara utama, dimana salah satunya yaitu dengan mendorong atau bahkan memaksa melalui sistem pendidikan dan media agar semua orang Saudi mengikuti standar wahabi yang berpaut pada nilai-nilai kesukuan di wilayah Najd. Cara lainnya yaitu dengan menjaga lingkaran pengambilan keputusan di tangan kelompok kecil yang dominan menikmati hak istimewa penuh kekuasaan negara. Sementara itu, tanah air wahabi di Najd mewakili 32,2% dari total populasi Saudi, anggota elit memegang 90% dari posisi menteri, 100% dari Pengawal Nasional, dan sekitar 44,66% dari Dewan Konsultasi.

Terjadi perubahan struktur pemerintahan sejak ditemukannya minyak pada akhir tahun 1930-an. Sementara Ibn Saud memulai Kerajaannya dengan pemerintahan langsung dan hanya empat menteri, Arab Saudi saat ini memiliki Dewan Menteri di samping sejumlah lembaga besar yang mewakili aparatur birokrasi negara. Wahabi mengendalikan lembaga formal Arab Saudi, tetapi itu tidak berarti Kerajaan adalah negara teokratis.

Selain itu, semakin penting aparatur, semakin akan dikontrol oleh elit. Misalnya, Pengadilan Kerajaan, yang mewakili lingkaran kecil yang mengelilingi raja, sepenuhnya terdiri dari Najdi-Wahhabi dari zaman Raja Fahd. Najdi Wahabi memegang 90% posisi menteri negara itu dengan persentase Najdi-Wahabi memegang 27 dari 30 posisis menteri Saudi. Sepenuhnya 90% dari posisi menteri dipegang oleh anggota dari daerah yang hanya 32,2% dari total populasi. Selain itu, Najdi-Wahabi selalu memiliki mayoritas di Dewan Permusyawaratan yang anggotanya ditunjuk oleh raja, meskipun lembaga itu bukan parlemen yang nyata karena hanya memberikan rekomendasi tanpa kekuatan untuk menulis undang-undang.

Namun disebutkan bahwa ada beberapa institusi Saudi yang sepenuhnya dikontrol oleh para teokrat. Yaitu Wakaf Urusan Islam, Dakwah dan Bimbingan; Kementerian Kehakiman; dan Komite untuk Promosi Kebajikan dan Pencegahan Wakil yang disebut "polisi agama". Disamping itu, ada tiga universitas Islam yang berlokasi di Riyadh, Mekkah, dan Madinah yang dikendalikan oleh para teokrat. Najdi-Wahabi juga mengendalikan Kementerian vital seperti Interior, Luar Negeri, Pertahanan, Urusan Kota dan Pedesaan, Keuangan, Kesehatan, Pendidikan, dan Pendidikan Tinggi. Selanjutnya, Perdana Menteri negara itu adalah Raja sendiri, Wakil Pertama adalah Putra Mahkota, dan jika ada Wakil Kedua, ia harus menjadi Menteri yang berdaulat seperti Menteri Dalam Negeri, semua putra atau cucu Ibn Saud. Najdi-Wahabi adalah kekuatan pendorong di belakang perangkat birokrasi negara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keluarga Najdi-Wahabi mengendalikan pemerintah Saudi.

Pada dasarnya agama memainkan peranan penting dalam penataan hubungan ekonomi dan politik dalam sistem sosial. Dalam konteks ini, Arab Saudi sebagai negara yang berlandaskan Islam sebagai ideologi negaranya dengan Wahhabi disampingnya saling mempengaruhi dalam menjalankan otoritas pemerintahan Saudi. Seperti yang telah kita ketahui bahwa elit Saudi mengejar hegemoni dengan membangun sistem birokrasi yang menegaskan otoritas mereka dan terus mengambil keputusan dalam lingkaran ketat oleh para elit Najdi Wahabi. 

Hal ini sejalan dengan teori kuasa oleh Foucault, dimana kekuasaan harus dipahami sebagai bentuk relasi kekuatan yang berada dalam kesadaran atau akal budi (pikiran) dalam ruang dimana kekuasaan itu beroperasi. Selain itu, kekuasaan harus dipahami sebagai sesuatu yang melanggengkan relasi kekuatan itu, yang membentuk rantai atau sistem dari relasi itu, atau justru yang mengisolasi mereka dari yang lain dari suatu relasi kekuatan. Oleh karenanya, kekuasaan merupakan strategi dimana relasi kekuatan merupakan efeknya. 

Relasi antara Agama dan kuasa di Saudi bekerja bagai dua sisi keping mata uang. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan latar belakang historis Arab Saudi yang tidak dapat dipisahkan dari peran kelompok Wahabi. Dalam penjelasan yang lebih lanjut bahwa antara wahabisme dan Arab Saudi telah terjalin hubungan yang saling membutuhkan, saling menopang dan bahkan hubungan keduanya sangat menentukan mobilitas Saudi. Melalui Wahabi, negara Saudi mengokohkan otoritasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun