"Itu banyak belalai!!!!"
Tawa sekaligus malu memenuhi muka saya. Ih, lelaki telanjang mandi bersama. Bukan pemandangan bagus iniih.
Maka yang paling utama saya minta pada kades adalah menyelesaikan 2 hal tersebut. Disanggupi, 3 hari Kades, Perangkat dan Karangtaruna melakukan pembersihan, baru saya upload youtube dan membuat berita tulisan artikel di beberapa media dan untuk diviralkan.
Sesudah itu pendampingan, konsep design wisata saya ajukan untuk mendukung Dam Licin layak menjadi destinasi. Ramai, saya tinggal mendampingi kawasan-kawasan lain.
Berbulan kemudian saya datang lagi, miris menyelimuti. Tak seindah dahulu. Terjangan banjir dan sampah menjadi masalah. Tapi swear, sudah tak ada lagi lelaki atau perempuan mandi, jadi bukan lagi masalah.
"Ayo dong bun diramaikan lagi," celetuk beberapa penjual begitu saya datang.
Maka, membuat Bank Sampah saya tawarkan berikut cara mengolah sampah yang tidak laku, termasuk pembalut dan diapers untuk jadi sesuatu. Pot, asbak, tempat pensil, atau lainya. Juga pupuk tanaman. Tentu dengan perlakuan khusus yang harus dilatihkan.
" Waa oke bun, kami siap sesuai petunjuk," Malikha, perempuan penjual aneka minuman menyambut bahagia diiringi warga lain.
"Kami juga siap kerja bakti untuk memperbaiki Dam Licin lagi, " Cetus Rofi i. Ketua RW yang juga punya gerai dagangan di tempat itu.
Memetakan masalah, mengonsep dan mendesign lagi Dam Licin agar jadi indah.
Minggu ini, Â 28/3 pukul 08.00 pagi saya akan datang lagi ke Dam Licin, dengan komunitas dan seorang pendamping DLH wilayah Kraton, Adi Bambang. Untuk melatih penduduk mengolah diapers bayi dan pembalut wanita agar jadi barang berguna. Agar tak dibuang ke sungai.