Akan halnya dengan alat musik bambu yang lazim dengan sebutan kenthongan. Ramadhan tahun ini tak kutemukan lagi. Kehadirannya diganti dengan musik masa kini, ada karaoke untuk melantunkan lagu-lagu religi. Masih tetap berjalan kaki dalam melakukan kegiatan patrol, namun alat musiknya dinaikkan gledhekan. Itu loh alat angkut terbuat dari papan kayu dengan 4 roda yang cara berjalannya ditarik atau didorong. Untuk ukuran kampung suara penyanyinya cukup merdu. Tak jarang beberapa penghuni rumah sampai keluar untuk menonton.
Ada lagi satu jenis bebunyian yang mereka bawa ketika patrol. Yakni sebagian alat musik drumband. Maklum di desaku banyak Aremania dan Aremanita. Sebutan untuk fans klub sepakbola Arema. Alat musik yang mereka bawa ketika nonton pertandingan sepakbola klub kesayangannya Arema tak luput dibawa pula sebagai pemecah hening malam, membangunkan orang sahur. Kalau mereka yang tampil, bukan lagu religi yang dibawakan, tapi lagu kebangsaan Arema, khas yang mereka bawakan ketika menjadi supporter.
Pertama mendengar dulu saya tertawa, kok bisa punya ide begitu. Tak ada hubungannya dengan Ramadhan pun. Namun kemudian saya mengerti bahwa itu hanya cara saja, supaya menarik, supaya yang mendengar turut memperhatikan bahwa saat sahur telah tiba. Bukan lagi waktunya pejam mata, tapi bangun menyiapkan hidangan untuk sahur. Patut diapresiasi, mereka telah sukarela berpayah jalan kaki keliling kampung, merelakan waktu yang harusnya mereka miliki untuk kesenangan pribadi.Â
Apapun cara yang mereka lakukan, baik dulu atau sekarang, esensi patrol tetaplah sama. Membangunkan orang untuk bersiap sahur. Sebuah kegiatan sunnah muakkad, sesuatu yang sangat dianjurkan dilakukan sebelum menghadapi puasa sehari penuh, dari terbit fajar hingga senja, kala matahari tak lagi menampakkan sinar benderangnya.
Tradisi Ramadan dari berbagai penjuru Indonesia
