Mohon tunggu...
NieNie
NieNie Mohon Tunggu... Lainnya - Sekedar Berbagi

Just ordinary and simple

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Membiasakan "Kebiasaan" Baru

1 Juni 2022   17:03 Diperbarui: 1 Juni 2022   17:17 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuatu hal yang baru tidak selalu dapat diterima atau dilakukan dengan mudah. Tadinya ada teman sekarang sendirian. Tadinya manual sekarang serba otomatis dan online. Tadinya ramai sekarang sepi. Tadinya banyak sekarang tidak terlalu banyak. 

Masih banyak lagi. Apakah itu perubahan yang memang kita inginkan sendiri, terpaksa dialami karena kondisi, atau memang diharuskan melakukannya. Beberapa diantara kita mungkin merasa adanya perubahan itu akan membuat menjadi lebih baik, tapi ada juga yang merasa menjadi beban.

Perubahan akan selalu ada, bahkan untuk hal yang kita pikir bersifat permanen. Sebuah filosofi Yunani kuno, Heracletos (540 -- 480 seb. M), mengatakan "tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri". Dalam realitanya perubahan akan selalu terjadi, atau malah perlu terjadi, dalam semua hal walaupun terkadang hanya berubah tingkatannya saja. 

Ini kenapa kita perlu kemampuan untuk beradaptasi. Proses adaptasi ini dimulai dari menyadari perubahan tersebut, menganalisa, menerima, dan pada akhirnya menyesuaikan dengan perubahan tersebut.

Di tahap awal dimana kita menyadari adanya perubahan tersebut, ada berbagai respon yang bisa terjadi. Respon tersebut bisa menolak, meragukan, atau bahkan langsung menerima. Penolakan atau keraguan wajar terjadi apalagi jika perubahan tersebut ada di hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan, suatu norma bahkan budaya. Ini berarti merubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru. 

Kesadaran untuk merubah kebiasaan bisa dari eksternal dan internal diri kita. Kita bisa saja langsung menyadari dan menerima perubahan kebiasaan ini karena diri kita sudah memahami pentingnya, atau perlunya, perubahan tersebut. Atau bisa saja karena tidak ada pilihan lain yang lebih baik selain menerima perubahan itu. 

Namun ada juga yang perlu dibantu dari pihak eksternal untuk proses penerimaan ini. Pihak eksternal bisa dari keluarga, rekan, kolega, lingkungan, sampai ke sistem jika kita berbicara perubahan kebiasaan di skala lebih luas.

Proses ini tetap akan kembali ke diri kita, karena diri kita adalah inti dari segalanya. Apa yang bisa kita lakukan apabila kita merasa tidak bisa menerima, mengikuti atau menjalani kebiasaan baru tersebut?

Menurut saya, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. Namun sebelumnya kita perlu mengukur kadar emosi dan ego kita. Baik emosi dan ego memang diperlukan namun kita perlu mengelolanya secara tepat agar tidak mempengaruhi kenetralan, logika dan perasaan kita. 

Satu hal lagi yang menurut saya sangat diperlukan, yaitu kejujuran kepada diri kita sendiri. Tapi saya tidak tahu bagaimana mengukurnya. Just be honest to yourself. Dengan jujur kepada diri sendiri akan memudahkan kita untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan kebiasaan baru tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun