Langit sore di Tebing Tinggi berwarna jingga keemasan saat Sari turun dari bus di terminal kota. Sudah lima tahun ia merantau ke Jakarta untuk bekerja, dan kini, di libur panjang ini, ia akhirnya bisa pulang ke kampung halaman.
Begitu menghirup udara kota kelahirannya, aroma asap kayu dan santan yang terbakar samar-samar tercium di udara. Matanya langsung tertuju pada deretan pedagang lemang di pinggir jalan. Lemang, makanan khas Tebing Tinggi yang dibuat dari ketan dan santan, dibakar dalam bambu hingga harum dan gurih. Dulu, ketika masih kecil, ia selalu menemani ayahnya membeli lemang di pagi hari sebelum pergi ke ladang.
Tanpa ragu, Sari menghampiri salah satu pedagang. "Bang Jali masih jualan di sini, rupanya!" serunya senang.
Bang Jali, seorang pria paruh baya dengan senyum khasnya, menoleh dan terkejut. "Sari! Lama tak pulang kau, ya? Lihatlah, lemangku tetap seperti dulu, tak berubah."
Sari tertawa, lalu membeli satu porsi lemang. Ia duduk di bangku kayu sederhana di dekat lapak Bang Jali dan menggigit lemangnya. Rasa gurih ketan bercampur dengan aroma daun pisang yang membungkusnya membawa kenangan masa kecil kembali ke benaknya.
Selesai makan, Sari melanjutkan perjalanan ke pasar tradisional, tempat ia sering bermain saat kecil. Ia ingin mencari oleh-oleh untuk dibawa ke Jakarta. Saat melewati salah satu sudut pasar, matanya tertuju pada deretan toples kaca berisi kue kacang. Kue berbentuk bulat dengan tekstur renyah di luar dan lembut di dalam itu baru mulai populer di Tebing Tinggi sekitar tahun 2005, saat ia masih remaja.
Seorang ibu paruh baya yang menjual kue itu tersenyum ramah. "Coba dulu, Nak. Ini kue kacang, manisnya pas, renyahnya bikin ketagihan!"
Sari mengambil satu dan menggigitnya. Benar saja, rasanya lezat, dengan aroma kacang yang kuat dan tekstur yang lumer di mulut. "Satu bungkus, Bu!" katanya antusias.
Sari kemudian melanjutkan perjalanannya ke toko oleh-oleh di dekat pasar. Matanya langsung tertuju pada deretan halua, manisan khas Melayu yang sudah ada sejak lama di Tebing Tinggi. Halua dibuat dari buah-buahan seperti pepaya atau jahe yang dikeringkan dan dilapisi gula, menghasilkan rasa manis dan sedikit pedas yang khas.
Sari mengambil beberapa bungkus halua dan membayangkannya disantap bersama teh hangat di rumah. Dengan kantong penuh oleh-oleh, ia berjalan menuju rumahnya.
Saat tiba di depan rumah, ibunya sudah menunggu di teras dengan mata berbinar. "Sari, anakku! Akhirnya kau pulang juga!"