Indonesia dikenal sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Namun, dalam praktiknya, banyak pengamat menilai bahwa demokrasi kita kini berada dalam bayang-bayang oligarki. Pemilu yang seharusnya menjadi ajang rakyat menentukan arah bangsa sering kali dikuasai oleh segelintir elite ekonomi dan politik. Fenomena ini tampak jelas dalam maraknya politik uang, ketergantungan partai pada donatur besar, hingga kebijakan publik yang lebih berpihak pada kepentingan korporasi daripada kesejahteraan rakyat.
Oligarki muncul ketika kekuasaan politik dikuasai oleh kelompok kecil yang memiliki sumber daya ekonomi besar. Dalam konteks Indonesia, para oligark ini sering bersembunyi di balik partai politik, media, dan bahkan lembaga pemerintahan. Akibatnya, keputusan politik tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat, melainkan hasil tawar-menawar kepentingan para pemilik modal.
Salah satu contohnya adalah kebijakan pembangunan yang sering mengorbankan lingkungan dan masyarakat kecil demi investasi besar. Begitu pula dengan lemahnya penegakan hukum terhadap kasus korupsi yang melibatkan elite politik. Semua ini menunjukkan bahwa demokrasi kita sedang "tersandera" --- bukan oleh kekuatan asing, melainkan oleh kepentingan dalam negeri yang mengekang kedaulatan rakyat.
Selain itu, oligarki juga memperlemah kualitas demokrasi melalui penguasaan media. Ketika media besar dikuasai oleh kelompok politik tertentu, informasi publik menjadi bias. Rakyat kesulitan membedakan mana fakta, mana propaganda. Akibatnya, kesadaran kritis masyarakat menurun, dan demokrasi pun kehilangan ruhnya: partisipasi yang bebas dan rasional.
Di titik ini solusi Untuk membebaskan demokrasi dari jeratan oligarki, ada beberapa langkah penting.
Pertama, transparansi dan pembiayaan partai politik harus diperkuat. Negara perlu menegakkan aturan yang jelas agar partai tidak tergantung pada donatur besar.
Kedua, pendidikan politik rakyat harus ditingkatkan agar masyarakat tidak mudah dibeli suaranya atau terpengaruh oleh media partisan.
Ketiga, penegakan hukum yang independen sangat krusial untuk memastikan tidak ada kekebalan hukum bagi elite yang menyalahgunakan kekuasaan.
Terakhir, penguatan media independen dan jurnalisme kritis harus terus didorong, karena media adalah pilar utama pengawasan kekuasaan dalam demokrasi.
Demokrasi sejati seharusnya menempatkan rakyat sebagai sumber dan tujuan kekuasaan. Namun ketika kepentingan segelintir orang lebih dominan daripada suara rakyat, demokrasi kehilangan maknanya. Indonesia perlu berani melawan dominasi oligarki dengan memperkuat kesadaran politik, keadilan ekonomi, dan integritas hukum. Hanya dengan begitu, demokrasi kita bisa benar-benar merdeka---bukan sekadar nama, melainkan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI