Mohon tunggu...
Anggit Nurkusumah Putri
Anggit Nurkusumah Putri Mohon Tunggu... -

Janganlah kita diubah oleh dunia , Kitalah yang harus mengubah dunia menjadi lebih baik. Memulai dari hal yg paling kecil yaitu diri kita sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waria dalam Perspektif Sosiologi

3 Februari 2016   08:04 Diperbarui: 3 Februari 2016   08:17 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Waria, itulah mereka, mereka yang terlahir pria secara fisik namun mempunyai sifat , jiwa  dan perasaan layaknya perempuan, mereka yang mempunyai jati diri tangguh namunlah anggun. Apapun yang mereka kenakan entah itu hijab , gaun , pakaian-pakaian wanita ataupun sepatu hak tinggi, membuat mereka tak ubahnya seperti perempuan seutuhnya seperti pada umumnya. Hanya tetap satu hal kenyataan yang tidak bisa dipungkiri yakni kenyataan bahwa mereka terlahir sebagai laki-laki.

Kehidupan mereka memanglah pahit, sulit untuk mengubah takdir, disisi lain mereka juga  harus bersusah payah membaur agar bisa diterima di tengah-tengah masyarakat . Kaum waria juga  kerap jadi sasaran intimidasi kelompok-kelompok keagamaan tertentu yang tidak bisa menerima  keberadaan mereka, apalagi sulit bagi mereka untuk menghadapi orang tuanya agar menerima  kenyataan ini ,  tentu hati seorang ibu dan ayah akan merasa sedih, kecewa, sakit hati melihat  anaknya yang seharusnya membanggakan justru menjadi aib keluarga.

Di suatu sisi pula kaum waria sulit mendapatkan pekerjaan yang berhubungan dengan perusahaan-perusahaan besar ternama karena jika ingin bekerja di kalangan seperti itu harus berpakaian seperti laki-laki semestinya, haruslah rapi, mempunyai sikap yang wibawa.  Maka akibat dari itu sebagian kaum waria memilih bekerja menjadi pengamen.

Pengamen waria kerap sekali menjadi bahan sorotan , karena pandangan di tengah-tengah masyarakat mereka berbeda tidak seperti khalayak pada umumnya yang bergaya normal,sedangkan mereka terlihat lucu dan aneh. Disaat sedang mengamen orang-orang sekitar justru mentertawakan , menghina, melontarkan perkataan yang melecehkan dan menyakitkan.

Namun pandangan masyarakat mengalami pro dan kontra terhadap kaum pria.

Mungkin bagi sebagian masyarakat menilai bahwa menjadi waria adalah suatu kutukan, dan termasuk orang yang hina karena tidak mensyukuri apa yang telah di ciptakan dan di berikan oleh Tuhan kepadanya. Karena apabila ia tidak menjadi waria tidak menutup kemungkinan ia tidak perlu menjadi pengamen bahkan menjadi manusia yang lebih sukses dan tidak akan mendapatkan kucilan dari kalangan masyarakat.

Tapi sebagian masyarakat menilai “bahwa menjadi waria adalah suatu anugerah yang harus mereka jalani, sesuatu yang harus membuat mereka lebih dekat dengan sang pencipta, karena mungkin Tuhan lah yang membuat mereka menjadi waria dan memang mungkin ini yang Tuhan takdirkan kepada mereka sebagai realita dan cermin kehidupan bagi manusia lainnya“.

Jadi itulah alasan kaum waria percaya diri untuk terjun di tengah-tengah masyarakat , karena tidak semua masyarakat kontra terhadap kaum waria. Dengan hal ini pula kaum waria membuktikan kepada masyarakat bahwa tidak semua kaum waria itu tidak baik , contohnya banyak sebagian waria yang mencari nafkah dengan halal walaupun hanya menjadi seorang pengamen , banyak lagi pekerjaan yang mereka kerjakan seperti bekerja di salon, berdagang dan lain-lain, yang terpenting bekerja dengan jujur dan giat .

Maka dari itu tidak seharusnya masyarakat menjadikan kaum waria sebagai sampah masyarakat dan mencoreng nama baik kaum pria. Jadikan semua itu sebagai contoh untuk cerminan kepada kita untuk lebih baik, mensyukuri apa yang kita miliki, tidak pilih pandang terhadap orang lain. Karena walau bagaimana pun kehidupan ini haruslah tetap berjalan apapun kondisi dan kenyataannya.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun