Mohon tunggu...
Anggi Kristina Agustin
Anggi Kristina Agustin Mohon Tunggu... Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi(24107030147)

tulisan untuk menuangkan pemikiran dan perasaan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Drama Hidup Dewasa: Saat Belanja Sabun Jadi Momen Krisis Eksistensial

13 Juni 2025   22:55 Diperbarui: 13 Juni 2025   22:55 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seseorang yang bingung memilih sabun karena ada banyak varian (Sumber: www.idntimes.com)

Bayangkan suatu sore, kamu melangkah masuk ke minimarket dekat rumah. Udara di luar panas, pikiran penuh dengan tugas dan tanggung jawab yang menumpuk. Tujuanmu cuma satu: membeli sabun mandi. Hal sesederhana ini terdengar mudah, tapi siapa sangka, momen memilih sabun bisa berubah menjadi drama batin yang cukup pelik?

Di depanmu, rak sabun membentang dengan puluhan pilihan. Ada sabun dengan aroma bunga melati yang katanya menenangkan, ada sabun dengan ekstrak teh hijau untuk menyegarkan, ada pula sabun berlabel organik yang harganya membuatmu berpikir dua kali. Kamu berdiri terpaku, mencoba mencerna semua klaim dan janji manfaat itu.

Mulailah kamu bertanya-tanya: "Sabun mana yang benar-benar cocok untukku? Mana yang membuatku merasa segar tapi tidak bikin kulit kering? Apakah aku perlu sabun yang mahal atau yang biasa saja sudah cukup?"

Namun, pertanyaan sederhana ini ternyata membuka pintu ke dunia kompleks. Di dalam kepala, kamu mulai memperhitungkan aspek harga. Apakah anggaranmu memungkinkan membeli sabun dengan harga premium? Apakah membeli sabun murah akan berarti kamu mengorbankan kualitas dan kenyamanan? Lalu, kamu teringat pesan orang tua, "Pilihlah yang berkualitas meskipun harganya lebih mahal." Tapi di sisi lain, kamu merasa harus berhemat karena banyak kebutuhan lain yang juga harus dipenuhi.

Lalu ada tekanan sosial yang tiba-tiba muncul. Kamu membayangkan teman-temanmu yang selalu update soal produk kecantikan terbaru. Mungkin mereka akan bertanya, "Sabun apa yang kamu pakai sekarang?" dan kamu takut merasa kalah gaul jika jawabannya adalah sabun biasa yang kamu pilih karena pertimbangan ekonomi.

Belum lagi kamu mulai membandingkan diri dengan iklan-iklan yang bertebaran di media sosial. Model-model cantik dengan kulit mulus memamerkan sabun mahal yang membuat kulit mereka 'seperti sutra'. Kamu bertanya-tanya, apakah dengan sabun yang kamu pilih sekarang kamu bisa mendapatkan rasa percaya diri seperti mereka?

Dalam detik-detik penuh keraguan ini, kamu seakan terseret ke dalam pusaran drama hidup dewasa yang penuh dengan pilihan dan konsekuensi. Momen memilih sabun bukan lagi soal kebersihan semata, tapi tentang bagaimana kamu meneguhkan identitas dan nilai dirimu di tengah dunia yang serba cepat dan kompetitif.

Selain itu, ini juga momen kamu berhadapan dengan dirimu sendiri. Apakah kamu sudah benar-benar peduli pada dirimu? Atau kamu selama ini lebih banyak mengorbankan kebutuhan pribadi demi tuntutan pekerjaan dan orang lain? Mungkin ini saatnya kamu mulai belajar mencintai dan merawat diri, sekecil apapun bentuknya.

Dari sini, kita bisa melihat bahwa momen sederhana seperti memilih sabun mengandung banyak dimensi psikologis dan sosial. Ini cerminan bagaimana hidup dewasa tidak hanya soal tanggung jawab besar, tapi juga detail-detail kecil yang mempengaruhi kesejahteraan mental kita.

Jika kita telusuri lebih jauh, fenomena ini sebenarnya bagian dari apa yang disebut self-care, yaitu perhatian dan perawatan terhadap diri sendiri yang kini semakin penting di tengah gaya hidup modern yang serba cepat dan penuh tekanan. Self-care bukan hanya soal spa mahal atau perawatan kecantikan eksklusif, tapi juga hal sederhana seperti memilih sabun yang membuat kita merasa nyaman dan dihargai.

Melalui pengalaman kecil ini, kita belajar tentang pentingnya memberi ruang untuk diri sendiri. Memberi ruang untuk berhenti sejenak, mengambil napas, dan mendengarkan apa yang tubuh dan pikiran kita butuhkan. Belajar bahwa merawat diri bukanlah egois, melainkan kebutuhan dasar agar kita bisa tetap kuat menghadapi tantangan hidup.

Tak hanya itu, drama sabun ini juga mengajarkan kita tentang kemampuan mengambil keputusan. Di dunia yang penuh pilihan, kita harus belajar membuat keputusan dengan bijak, menerima konsekuensinya, dan tidak terus-menerus meragukan diri sendiri. Ketidaksempurnaan dan ketidaktahuan dalam memilih adalah bagian dari proses belajar menjadi dewasa.

Kamu mungkin merasa tekanan untuk selalu memilih yang 'terbaik', tapi kenyataannya, 'terbaik' itu relatif dan sangat bergantung pada apa yang kamu butuhkan dan mampu. Belajar melepaskan standar sempurna dan mulai menerima pilihan kita dengan lapang dada adalah sebuah kematangan yang patut dirayakan.

Ketika kamu akhirnya memutuskan sabun mana yang akan dibeli, rasakan kepuasan kecil itu sebagai bentuk kemenangan pribadi. Kemenangan dalam menghadapi kecemasan kecil yang sebenarnya menggambarkan kecemasan yang lebih besar dalam hidup.

Setelah semua drama dan pertimbangan itu, kamu berjalan keluar minimarket dengan sabun di tangan, merasa sedikit lebih kuat dan lebih mengenal dirimu sendiri. Momen sederhana ini adalah bagian dari perjalanan panjang menuju kedewasaan, di mana kamu belajar tidak hanya menjadi sosok produktif dan tangguh, tapi juga sosok yang penuh kasih pada dirinya sendiri.

Jadi, lain kali kamu merasa bingung dan terjebak saat memilih sabun atau hal kecil lainnya, ingatlah bahwa itu bukan hanya soal sabun. Itu adalah cerminan perjalanan hidupmu tentang bagaimana kamu menghadapi tantangan, mengambil keputusan, dan belajar mencintai dirimu sendiri dengan segala ketidaksempurnaan.

Karena pada akhirnya, hidup bukan soal seberapa sempurna pilihan yang kita buat, tapi seberapa besar kita bisa menerima dan tumbuh dari setiap pilihan itu. Dan sabun di tanganmu? Itu adalah simbol kecil dari perjalanan besar menjadi manusia yang utuh dan bahagia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun