SERIAL SUZANNA FAMILI
Aku bukan penyuka suasana rumah sakit kecil atau yang lebih pantas disebut klinik ini. Aku sangat membenci aroma lantainya yang dipel dengan pewangi karbol yang menyengat. Atau wajah-wajah lelah para pasien yang antri menunggu. Wajah mereka kuyu dan pucat. Mereka bertarung melawan harap, rasa capai dan biaya yang terkadang menguras kantong. Satu-satunya yang kusuka dari rumah sakit adalah sebuah warung kopi kecil yang berada tak jauh dari klinik itu berada.
Tidak sepantasnya aku berada di sini kalau aku tahu bahwa Rosi menelponku dan memintaku datang ke klinik itu karena sedang mengantarkan keponakannya, Nadira aborsi.
"Ini melanggar hukum, Ros," kataku.
"Hanya 24 jam, setelah ini lupakam untuk selamanya, Zan," ujarnya memohon.
"Jangan berlebihan."
"Plis Suzan, mengertilah, kali ini saja."
Rosi duduk dengan tenang di depanku. Aku menghubungi Dr Tata,  ingin menanyakan beberapa hal, tetapi telepon genggamnya tidak aktif.  Akhirnya aku mencoba menikmati misteri  dihadapanku ini dengan secangkir kopi panas saja. Â
Tata, selalu aku jadikan referensi untuk membicarakan apapun yang berkaitan dengan medis. Dan aku senang berbicara masalah kesehatan dengan dokter muda yang selalu bersemangat itu. Tetapi kali ini, dihadapaku adalah seorang perempuan yang sedang berusaha menyelesaikan masalah dengan menentang hukum dan melawan bentang alam.
"Dengan siapa Nadira hamil?" tanyaku.
"Seorang anak punk, seumuran dengannya," katanya sambil menyalakan rokok mild.