Mohon tunggu...
Angga Munandar
Angga Munandar Mohon Tunggu... Advokat

Profession as an Advocate, has a passion for political developments, Education, health and most importantly cryptocurrencies which are currently and continue to develop

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Runtuhnya Ottoman: Ratapan Palestina, Doa India, dan Air Mata Aceh di Serambi Mekkah

15 September 2025   14:47 Diperbarui: 15 September 2025   14:47 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain & edit pribadi penulis 

"Doa yang semula bergetar, kini hampa. Seruan yang semula bergema, kini senyap. Tiada lagi nama khalifah untuk disebut, tiada lagi panji untuk dijunjung."

Ketiadaan khilafah membuat umat Islam India tercerai. Hingga akhirnya, tanah itu pun terbelah dua: India dan Pakistan. Dan dalam perpecahan itu, tampaklah bayang kehilangan yang sudah ditoreh sejak 1924.

Aceh: Serambi Mekkah yang Menangis

Aceh, yang disebut Serambi Mekkah, punya hubungan istimewa dengan Ottoman. Sejak abad ke-16, Sultan Aceh pernah mengirim utusan ke Istanbul, mohon bantuan menghadapi Portugis. Dari Turki datang meriam, teknisi, dan semangat ukhuwah. Catatan William Marsden dalam A History of Sumatra (1783) menjadi saksi betapa hubungan itu nyata.

Di abad ke-19, tatkala Belanda menjajah Nusantara, Aceh tetap menyebut nama khalifah dalam khutbah Jumat. Itu bukan sekadar ritual, melainkan tanda bahwa Aceh merasa dirinya bagian dari dunia Islam yang luas. Dalam doa, Aceh berpayung pada Istanbul.

Namun, setelah 1924, kabar buruk itu sampai juga ke tanah rencong: khilafah telah dihapus. Tiada lagi nama khalifah untuk disebut dalam khutbah, tiada lagi legitimasi untuk dikibarkan melawan Belanda. Maka menangislah Aceh, meski jihadnya tetap berkobar.

Denys Lombard menulis, Aceh adalah satu-satunya kerajaan di Nusantara yang teguh menjadikan Ottoman sebagai pelindung moral. Maka kehilangan itu lebih perih. Tetapi jihad tidak surut. Sebab bagi Aceh, iman lebih teguh daripada meriam, dan harapan lebih tajam daripada mata pedang.

"Serambi Mekkah pun basah oleh air mata. Tiada lagi payung khalifah, namun semangat jihad tetap membara. Aceh tiada tunduk, sebab Allah tetap bersama."

Luka yang Menyatukan

Maka jelaslah, runtuhnya Ottoman memberi tiga luka besar:

  • Palestina kehilangan tanah dan payung politik.
  • India kehilangan doa dan semangat persatuan.
  • Aceh kehilangan legitimasi spiritual, hingga jihadnya hanya bertopang iman.

Namun, luka bukan akhir dari segalanya. Luka bisa menjadi guru, bisa menjadi suluh. Dari kehilangan itu, umat Islam belajar bahwa iman tiada boleh bertumpu hanya pada politik, melainkan harus tertanam dalam jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun