"Kala Istanbul meredup, bukan kota itu saja yang gelap, melainkan jiwa-jiwa yang jauh di timur dan barat turut kehilangan suluhnya."
Palestina: Luka Panjang di Tanah Suci
Palestina adalah jantung dunia Islam. Sejak 1517, tanah itu berada di bawah lindungan Ottoman. Selama empat abad, umat Yahudi, Kristen, dan Islam hidup berdampingan. Tidak ada suara tangisan massal, tidak ada perebutan tanah yang meluas. Semua tunduk pada hukum khalifah, walau tidak sempurna, namun cukup menjaga keseimbangan.
Namun, tatkala Perang Dunia I usai, Ottoman kalah, dan Palestina jatuh ke tangan Inggris. Dari sinilah duka panjang bermula. Pada 1917, lahirlah Deklarasi Balfour, janji Inggris kepada bangsa Yahudi untuk menjadikan Palestina sebagai "tanah air nasional". Janji itu ibarat pisau yang menoreh jantung umat Islam.
Maka orang-orang Yahudi pun berhijrah berbondong-bondong ke Palestina. Orang Arab terdesak dari kampung halamannya. Dan tatkala khilafah resmi dihapuskan tahun 1924, tiadalah lagi benteng diplomasi. Tiada lagi nama khalifah disebut dalam khutbah, tiada lagi pelindung yang mampu melawan imperialisme.
"Jerusalem pun menangis, Masjidil Aqsha seakan sunyi. Dari atap-atap rumah tua, doa terbang, namun tiada lagi payung besar yang menampungnya."
Kini, luka itu masih terbuka. Dari tahun ke tahun, penjajahan berganti rupa, hingga akhirnya Israel berdiri tahun 1948. Segala itu berpangkal pada satu: hilangnya payung Ottoman, yang dulu membuat Palestina terasa dilindungi.
India: Doa yang Tak Sampai
Jika Palestina kehilangan tanah, maka umat Islam India kehilangan doa. Tahun 1919--1924, lahirlah Gerakan Khilafat di Hindustan. Dipimpin tokoh-tokoh seperti Maulana Mohammad Ali, Shaukat Ali, dan Abul Kalam Azad, umat Islam menyeru: jangan hapuskan khilafah! Mereka merasa khilafah bukan sekadar milik Turki, melainkan milik seluruh umat.
Hebatnya, tokoh Hindu Mahatma Gandhi turut mendukung gerakan ini, menjadikannya satu panggung dengan Gerakan Non-Kooperasi melawan Inggris. Gandhi tahu, selama umat Islam terikat pada khilafah, ada persatuan yang bisa digerakkan.
Namun, tatkala Mustafa Kemal Atatrk di Turki menghapuskan khilafah tahun 1924, doa itu pun seakan terhenti di tengah jalan. Semangat umat Islam India padam, umpama pelita yang ditiup angin. Sejarawan Agus Cahyo Nugroho (2018) menulis, gerakan Khilafat runtuh bukan karena lemah, melainkan karena pusat yang mereka bela telah dihapus.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!