Mohon tunggu...
Angelita Zefanya J
Angelita Zefanya J Mohon Tunggu... Lainnya - Student

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UAJY'19

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hidup Masyarakat Multikultural: Penyelesaian Konflik Rasisme di Kota Sorong

17 Desember 2020   16:46 Diperbarui: 17 Desember 2020   17:07 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masyarakat multikultural (Sumber: freepik)

Tak perlu berbicara lebih jauh mengenai mempelajari komunikasi antar budaya dalam ranah internasional, alangkah baiknya kita perkecil pada cakupan nasional. Bahwasannya, komunikasi antar budaya dalam cakupan nasional sangat penting untuk dipahami bagi bangsa Indonesia.

Bagaimana menurut teman-teman? Apakah masyarakat Indonesia sudah memahami dan menjalin komunikasi antar budaya yang benar? Sayangnya, bagi saya pribadi jawabannya adalah belum. Masih banyak masyarakat Indonesia masih memiliki pengetahuan yang minim terhadap pentingnya komunikasi antar budaya untuk ditegakkan. 

Nyatanya, pada tahun kemarin, kita digemparkan oleh berita mengenai perkataan rasisme terhadap suku Papua. Sebagai penduduk yang menetap lama di Papua, saya merasa kesal dan miris akan perlakuan masyarakat rasis terhadap saudara kita, yakni orang asli Papua. Perlakuan rasis sangat tidak mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia, yang notabene berpegang teguh kepada semboyan 'Bhineka Tunggal Ika'. Kita tidak bisa menutup mata terhadap perkara ini, bahwa sesungguhnya masih ada perlakuan rasis di Indonesia.

Sejauh ini, bagaimana pemahaman teman-teman mengenai tindakan rasisme? Kita mengetahui secara umum, bahwa rasisme merupakan suatu tindakan diskriminatif yang dilakukan kepada suatu suku tertentu, atau bahkan terhadap suku minoritas. Mengacu kepada kasus rasisme terhadap suku Papua pada tahun lalu, tindakan tersebut tergolong dalam tindakan yang tidak toleran, yakni etnophaulisme. 

Etnophaulisme merupakan suatu tindakan penghinaan rasial (julukan yang diberikan kepada kelompok suku tertentu), atau bahkan diskriminasi terbuka, vandalisme, perlakuan yang tidak wajar secara fisik maupun seksual, atau perilaku berbahaya lainnya (Baldwin, dkk., 2014, h. 123).

Akibat dari lontaran kata-kata rasis tersebut membuat orang asli Papua mengajukan protes, hingga terjadi kericuhan di beberapa wilayah di Papua. Kilas balik pada bulan Agustus 2019, konflik kerusuhan di beberapa wilayah tentu meresahkan bagi para penduduk di wilayah tersebut, apalagi bagi mereka yang merupakan pendatang di wilayah Papua. 

Berbagai aksi pemberontakan yang berakhir pada tindakan anarkis di sebagian besar wilayah Papua, tentu tidak hanya menciptakan keadaan yang meresahkan, namun fasilitas-fasilitas umum pun dirusak oleh oknum-oknum yang melakukan aksi demonstrasi anarkis. 

Berbagai kabar hoaks di internet bermunculan untuk mengusik dan memancing amarah masyarakat Papua, hingga pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk memblokir akses internet di daerah Papua sebagai tindakan preventif, demi memutus mata rantai penyebaran hoaks. 

Tindakan pemerintah pada saat itu dapat dikatakan bukan menjadi penyelesaian masalah yang tepat. Tidak sedikit kritik pedas masyarakat yang dituai oleh pemerintah atas pemblokiran internet di Papua.

Hal menarik yang menjadi inti dari artikel ini bukanlah bagaimana rasisme ini terjadi, namun lebih kepada bagaimana masyarakat dan pemerintah menyelesaikan konflik setelah kericuhan yang berasaskan protes terhadap rasisme. Konflik kericuhan yang terjadi di Papua merupakan bentuk konflik berupa manifest conflict. 

Menurut Pondy manifest conflict merupakan kondisi di mana konflik ditunjukkan melalui serangan fisik terbuka, ekspresi verbal, perilaku disfungsional organisasi seperti sabotasi, kerusuhan, perlakuan tidak adil dalam hirarki, dan masih banyak lagi. (dalam Baldwin,dkk., 2014, 281.) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun