Adakah yang masih asing dengan istilah cerutu? Mungkin saja orang tua kita justru sangat akrab dengan istilah cerutu ini. Pada zaman dulu, cerutu merupakan salah satu barang mahal dan hanya orang tertentu aja yang bisa mengonsumsinya. Cerutu sendiri adalah salah satu jenis rokok yang berbentuk gulungan dari bahan dasar daun tembakau kering. Proses pengolahan cerutu ini sedikit berbeda dibanding dengan rokok pada umumnya. Pembuatan cerutu memanfaatkan proses fermentasi. Daun tembakau dengan kualitas terbaik dipetik kemudian dikeringkan, setelah itu difermentasi untuk menciptakan rasa yang khas.
Cerutu berasal dari negara Kuba. Kuba adalah salah satu negara penghasil tembakau terbesar di dunia. Dengan potensi tanaman tembakau yang memadai, negara tersebut banyak memproduksi jenis rokok, salah satunya adalah cerutu. Cerutu mulai di produksi di Kota Havana dari era pemerintahan Raja Phillip II Spanyol (1527-1598) dan mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1610 karena sangat terkenal karena rasa dan kualitasnya. Proses pembuatan cerutu Kuba dilakukan secara tradisional menggunakan tangan. Bahan dasar yang digunakan adalah lembaran daun tembakau yang dikeringkan selama lebih dari 50 hari lalu di fermentasi untuk menciptakan rasa yang khas.
Perkembangan cerutu di Indonesia dimulai pada masa penjajahan. Pada waktu itu, cerutu di identikan dengan gaya hidup para pejabat dan pembesar negara karena melambangkan kekuasaan dan kepercayaan diri, sehingga cerutu memiliki harga yang tinggi dibandingkan rokok biasa. Seiring berjalanannya waktu, cerutu mulai diproduksi sendiri oleh pabrik Indonesia sekitar tahun 1918. Pada masa itu, cerutu tidak hanya menjadi konsumsi pribadi bangsa, melainkan menjadi komoditas ekspor ke berbagai negara, salah satunya Hungaria. Walaupun telah lama ada, cerutu masih tergolong jenis rokok yang mahal bila dibandingkan dengan jenis rokok lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi harga cerutu, diantaranya sistem pengolahannya. Semakin rumit pengolahan dan semakin lama waktu fermentasi yang digunakan, maka akan semakin mahal dan semakin baik kualitas cerutu yang dihasilkan Selain itu, harga yang tinggi turut dipengaruhi oleh latar belakang sejarah dibalik cerutu yang memberikan sisi "antik" tersendiri.
Perbedaan Cerutu dengan Rokok biasa
Berikut merupakan perbedaan cerutu dengan rokok pada umumnya :
1. Ukuran
Dari segi ukuran rokok cerutu mempunyai ukuran yang lebih beragam. selain itu, rata-rata ukuran cerutu lebih besar dibandingkan dengan rokok biasa karena lintingan yang digunakan pun berbeda, cerutu menggunakan daun tembakau kering sedangkan rokok biasa menggunakan kertas.
2. Kadar nikotin dan tembakau
Dibandingkan dengan rokok biasa, cerutu mengandung nikotin lebih tinggi yaitu sekitar 100 sampai 200 miligram per satu batang rokok. Sedangkan rokok biasa mengandung sekitar 8-20 mg nikotin. Untuk kandungan tembakau antara rokok cerutu dan rokok biasa hampir sama, yaitu sekitar lebih dari 1/2 ons tembakau per satu batang rokok.
Dampak Negatif Cerutu bagi Kesehatan Tubuh
1. Penyakit Paru-Paru dan Pernafasan
Konsumsi rokok tembakau secara berlebihan akan menimbulkan masalah paru-paru obstruktif kronis atau PPOK seperti bronkitis maka dari itu, seorang perokok memiliki risiko kematian lebih tinggi. Selain itu, merokok dapat memicu serangan asma dan memperburuk gejala asma pada penderitanya.
2. Gangguan Kesuburan Pria dan Wanita
Bahan kimia dari asap rokok yang terhirup secara sengaja maupun tidak sengaja akan menyebabkan beberapa gangguan kesuburan, seperti disfungsi ereksi, gangguan produksi sperma, subfertilitas, gangguan pada janin dan kehamilan serta risiko cacat lahir.
3. Kanker
Asap yang dihasilkan dari rokok mengandung beberapa bahan kimia yang berbahaya seperti arsenik, benzene, kromium, formaldehida, dan vinil klorida. Bahan kimia tersebut dapat menyebabkan kanker apabila terpapar pada tubuh terus menerus secara berlebihan. Contoh jenis risiko kanker yang dapat terjadi yaitu kanker mulut, tenggorokan, dan lainnya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
