Perbankan Syariah di Era Modern: Antara Tantangan dan Peluang di Tengah Transformasi Digital
Anfa Yogi Nahara
anfa.anfa2006@gmail.com
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Alma Ata
Pendahuluan
Perbankan syariah di Indonesia bukanlah fenomena baru. Sejak kemunculan Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991, sektor ini perlahan namun pasti menunjukkan eksistensinya dalam kancah perbankan nasional. Perbankan syariah menawarkan alternatif sistem keuangan yang bebas dari riba, spekulasi, dan ketidakpastian, dengan prinsip utama berbasis keadilan, kemitraan, serta keberkahan. Namun dalam dua dekade terakhir, industri ini mengalami perkembangan signifikan, terutama seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat muslim terhadap keuangan halal, serta dorongan regulasi dari pemerintah.
Dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia menyimpan potensi besar dalam pengembangan perbankan syariah. Namun, seperti dua sisi mata uang, perbankan syariah juga dihadapkan pada berbagai tantangan, mulai dari daya saing dengan bank konvensional, literasi keuangan syariah yang masih rendah, hingga tantangan global seperti pelemahan ekonomi dan ketidakpastian geopolitik. Di sisi lain, transformasi digital justru menjadi titik terang dan peluang besar dalam mempercepat inklusi dan inovasi sektor ini.
Perkembangan Terkini Perbankan Syariah di Indonesia
Dalam satu dekade terakhir, pertumbuhan industri perbankan syariah menunjukkan tren positif. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per 2024, pangsa pasar (market share) perbankan syariah di Indonesia telah mencapai lebih dari 7% dari total aset perbankan nasional. Angka ini meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang stagnan di kisaran 5-6%. Salah satu pemicu percepatan ini adalah merger tiga bank syariah milik BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) pada tahun 2021, yang menjadi bank syariah terbesar di Tanah Air dan salah satu yang terbesar di dunia.
BSI memainkan peran penting sebagai game changer dalam mendobrak persepsi lama tentang bank syariah sebagai lembaga keuangan 'alternatif'. Dengan total aset mencapai lebih dari Rp300 triliun, BSI telah mampu bersaing dengan bank-bank besar konvensional, baik dari sisi produk, layanan, maupun inovasi digital. Selain BSI, sejumlah bank daerah dan BPR Syariah juga mulai menunjukkan performa yang tidak kalah menarik, khususnya dalam mendukung UMKM dan pengembangan ekonomi lokal berbasis syariah.
Tak hanya dari sisi aset dan ekspansi, perkembangan juga terlihat dari inovasi produk dan layanan. Jika sebelumnya perbankan syariah hanya identik dengan tabungan wadiah atau pembiayaan murabahah, kini berbagai produk berbasis akad syariah seperti ijarah (sewa), musyarakah (kemitraan), dan mudharabah (bagi hasil) mulai mendapat tempat di masyarakat. Beberapa bank syariah juga mulai merambah pembiayaan hijau (green financing), pembiayaan properti, hingga layanan keuangan digital berbasis syariah seperti mobile banking, QRIS syariah, hingga fitur zakat & wakaf digital.
Transformasi Digital: Peluang Emas Bagi Perbankan Syariah
Era digitalisasi telah mengubah wajah industri keuangan global, termasuk perbankan syariah. Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi pergeseran besar dalam perilaku nasabah---dari layanan konvensional menuju layanan digital yang cepat, mudah, dan transparan. Pandemi COVID-19 menjadi katalis utama dalam percepatan transformasi ini.
Bank-bank syariah di Indonesia mulai menyadari pentingnya digital presence dan inovasi teknologi. BSI, misalnya, telah meluncurkan aplikasi mobile banking yang menyediakan berbagai fitur lengkap seperti pembukaan rekening online, pembayaran zakat dan sedekah, transaksi QRIS, hingga pembiayaan digital. Beberapa bank lain seperti Bank Mega Syariah dan BCA Syariah juga mulai mengikuti jejak tersebut, dengan mengembangkan platform digital mereka masing-masing.
Transformasi digital ini memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan inklusi keuangan syariah. Banyak generasi muda muslim yang sebelumnya enggan menggunakan layanan bank syariah karena dianggap konvensional dan tidak fleksibel, kini mulai tertarik karena hadirnya kemudahan teknologi. Dengan lebih dari 180 juta pengguna internet di Indonesia, peluang digitalisasi ini sangat besar untuk menjangkau masyarakat yang belum tersentuh layanan keuangan formal (unbanked).
Lebih jauh lagi, potensi kolaborasi antara bank syariah dan fintech syariah juga terbuka lebar. Fintech berbasis syariah seperti ALAMI, Investree Syariah, dan Ammana telah membuktikan bahwa prinsip syariah dapat bersanding dengan teknologi dalam menyediakan pembiayaan UMKM dan layanan investasi halal yang transparan dan efisien.
Tantangan yang Masih Membayangi
Meski menunjukkan progres signifikan, perbankan syariah Indonesia tidak lepas dari sejumlah tantangan mendasar.
Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah Masih Rendah
 Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI) 2022 dari OJK, indeks literasi keuangan syariah nasional hanya sebesar 9,1%, jauh di bawah indeks literasi keuangan umum yang mencapai 49,7%. Hal ini menunjukkan masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap produk dan prinsip keuangan syariah.
Persaingan dengan Bank Konvensional
 Bank konvensional memiliki keunggulan dari sisi modal, jaringan, teknologi, dan branding yang sudah lebih dahulu mapan. Banyak masyarakat muslim pun masih menggunakan produk bank konvensional karena dianggap lebih praktis atau tidak memahami perbedaan mendasar antara bank syariah dan konvensional.
SDM dan Teknologi yang Belum Merata
 Di luar bank-bank besar, banyak BPR Syariah dan lembaga keuangan mikro syariah yang masih tertinggal dalam hal teknologi dan kualitas sumber daya manusia. Kurangnya pelatihan dan sertifikasi syariah menjadi kendala dalam meningkatkan pelayanan dan inovasi.
Isu Reputasi dan Konsistensi Syariah
 Tidak sedikit masyarakat yang meragukan apakah bank syariah benar-benar menerapkan prinsip syariah secara konsisten atau hanya "rebranding" semata. Transparansi, audit syariah, dan edukasi publik menjadi kunci untuk mengatasi isu ini.
Peran Pemerintah dan Regulator
Pemerintah dan OJK memegang peranan penting dalam mendorong ekosistem perbankan syariah yang sehat dan kompetitif. Sejumlah kebijakan telah diterbitkan dalam mendukung sektor ini, di antaranya:
Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019--2024 yang menargetkan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah global.
Pembentukan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) sebagai lembaga strategis yang mengoordinasikan lintas sektor.