Mohon tunggu...
anata
anata Mohon Tunggu... apa yang kutulis tetap tertulis..

mengamati dan menuliskannya

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Geliat Konser Musik, Kesempatan dalam Kesempitan?

31 Juli 2025   08:00 Diperbarui: 2 Agustus 2025   11:21 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konser musisi internasional (sumber: Pexels)

"Senang sekali bisa berada di panggung ini," seru Ozzy Osbourne ketika menaiki panggung di konser perpisahannya pada tanggal 5 Juli 2025. Perhelatan pamungkas musisi yang dijuluki Prince of Darkness ini digelar di Villa Park Stadium, Birmingham.

Acara tersebut berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp3 triliun yang akan digunakan untuk tujuan amal. Jumlah tersebut sangat besar, selain karena didukung oleh berbagai band cadas seperti Metallica dan lainnya, konser tersebut menjadi penutup karir Ozzy di dunia musik.

Nilai Rp3 triliun menggambarkan ranah industri ekonomi kreatif, khususnya konser musik sangat menguntungkan jika digarap dengan benar. Potensinya tak hanya dari keuntungan di sisi penyelenggara tapi bisa jadi pendorong perputaran uang di sekitarnya.

Di Indonesia, pangsa pasar konser musik termasuk cukup bergairah. Dari tahun ke tahun semakin sering diadakan perhelatan musik mulai dari festival skala kecil hingga besar yang berani mengundang artis internasional, hampir tiap minggu selalu ada konser musik di berbagai kota.

Geliat Panggung Musik di Indonesia

Industri ekonomi kreatif tanah air bisa dikatakan cukup berkembang, sehingga tidak mengherankan jika konser musik menjadi ajang para promotor mengadu nasib mencari untung. Karena pangsa pasarnya memang ada.

Peminat musik di Indonesia sangat beragam, mungkin nyaris semua genre musik memiliki penggemar di Indonesia. Kondisi seperti ini yang membuka peluang promotor mengundang artis untuk menggelar konser.

Kemeriahaan konser musik di panggung terbuka (sumber: baltimore.org)
Kemeriahaan konser musik di panggung terbuka (sumber: baltimore.org)

Sebagai gambaran, menurut survei Populix, September 2024, menunjukkan bahwa 57% masyarakat Indonesia menargetkan menonton konser minimal sekali hingga tiga kali dalam tahun tersebut. Angka tersebut naik dari 42% di tahun 2023.

Survei lainnya dari Tunaiku, di Maret 2025 mencatat bahwa 53,5% responden telah menyiapkan tabungan khusus untuk menonton konser di tahun 2025. Data tersebut memperlihatkan masyarakat Indonesia sebagai pasar konser musik yang menggairahkan.

Ketika Maroon 5 diumumkan akan manggung di Jakarta, antusiasme dari para penggemarnya langsung terlihat dengan terjualnya  32.055 tiket hanya kurang dari setengah jam, padahal euphoria itu terjadi ketika ekonomi tengah lesu. Padahal harga tiketnya termasuk mahal.

Begitu pula dengan konser Ed Sheeran, ketika tampil di JIS pada 2 Maret 2024, promotor berhasil mengantongi uang total sejumlah Rp90 miliar. Sementara Coldplay waktu manggung November 2023 lalu berhasil menjual seluruh tiketnya dengan pencapaian Rp200 miliar.

Penonton konser menikmati pertunjukan musik (sumber: racked.com)
Penonton konser menikmati pertunjukan musik (sumber: racked.com)

Ini baru catatan dari konser para musisi kelas dunia, belum lagi uang dari hasil panggung yang skalanya lebih kecil. Artinya konser musik merupakan ladang usaha yang masih memiliki peluang di tengah perekonomian yang serba tidak pasti sekalipun.

Anomali dan Alasan Pasar Konser Musik Menjanjikan

Ketika ekonomi melambat diiringi prospek suram akibat ketidakpastian, ternyata para penggemar musik malah rela berkerumun melihat idolanya tampil di atas panggung, membeli tiket yang harga merentang dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah, sepertinya ini sebuah anomali, namun ada alasannya.

Setiap penggemar pasti berharap bisa menyaksikan penampilan secara langsung musisi idolanya. Bersenang-senang bernyanyi melantunkan lagu-lagu hits sang idola beramai-ramai. Itu adalah sebuah momen berharga bagi mereka, sebuah pengalaman yang akan menjadi kenangan manis. Itulah alasan mendasar mengapa di masa ekonomi kurang bergairah pun, konser musik masih saja ramai peminat.

Bagi penggemar yang memiliki penghasilan tetap dan cukup mapan, mereka sudah mencadangkan penghasilannya untuk anggaran hiburan, dari pos inilah mereka membeli tiket. Sehingga konser musik merupakan wujud pergeseran pola belanja di kalangan menengah ke atas dari membeli barang menjadi transaksi pengalaman, motivasinya adalah self reward.

Sosialemosional drive tinggi, konser merupakan arena hiburan, melepas lelah dan kejenuhan dari kondisi tekanan ekonomi yang tidak pasti. Masyarakat setiap saat dijejali berita penurunan kinerja ekonomi, berita konflik, korupsi, akhirnya melirik konser sebagai wadah melepas stress.

Pengalaman menyenangkan di konser musik (sumber: charlotteobserver.com)
Pengalaman menyenangkan di konser musik (sumber: charlotteobserver.com)

Dan sudah pasti, konser merupakan cara bagi seseorang mencari identitas status sosial, karena dengan menghadiri acara musik, bisa menjadi semacam validasi status penggemar idolanya, kemudian dipasang konten di media sosial, memperlihatkan keberadaannya di tengah keramaian.

Kesempatan Besar dalam Segmen Sempit

Faktor minat dan kerelaan penggemar musik membayar tiket hingga pergeseran pola konsumsi dan artis yang ditampilkan merupakan kunci utama suksesnya konser musik. Serta ada keuntungan tambahan dari ekonomi kerumunan yaitu multiplier effect besar bagi UMKM, transportasi, hotel, hingga konten digital.

Jika dilihat dari perspektif bisnis hal itu cukup menjanjikan, sebuah kesempatan besar tapi dalam segmen yang sempit. Alasan mendasarnya adalah segmen ini terdiri dari kelas menengah atas perkotaan, bukan masyarakat luas. Banyak konser terlihat ramai karena fanatisme dan daya beli segmen sempit, bukan karena seluruh masyarakat mampu beli.

Musisi tampil menghibur penggemar (sumber: bandsintown.com)
Musisi tampil menghibur penggemar (sumber: bandsintown.com)

Hal ini tidak mengherankan, karena konser memang bukan termasuk kebutuhan utama. Bagi masyarakat yang ekonominya pas-pasan, jangankan beli tiket konser untuk biaya hidup sehari-hari saja ruang gerak keuangan mereka sudah sangat sempit.

Survei Tunaiku (2025) menunjukkan bahwa hanya 53,5% masyarakat yang menyisihkan uang untuk konser --- artinya hampir setengahnya tidak punya kapasitas itu. Data tersebut menguatkan asumsi, konser musik ditujukan bagi kalangan berduit, kecuali untuk ajang musik yang diselenggarakan di acara hiburan rakyat secara gratis.

Perlu dicermati juga, konser musik tak lepas dari risiko gagal dan berujung kerugian. Berdasarkan hasil Survei Industri Event Nasional 2024--2025 (IVENDO dkk), sampai 11 Februari 2025, terjadi 638 pembatalan event di 32 provinsi senilai kehilangan bisnis sebesar Rp429,23 miliar.

Alasan kegagalannya adalah beberapa konser lokal dengan artis tier menengah gagal menjual setengah kapasitas venue, bahkan setelah diskon besar. Belum lagi konser batal karena alasan teknis, perizinan atau hal lainnya.

Harus diingat juga, konser bukanlah industri yang kebal dari kaum rombongan jarang beli (rojali) dan rombongan hanya nanya (rohana), karena faktanya di lokasi sekitar arena konser banyak juga para penggemar tidak bertiket hadir hanya demi merasakan suasana atmosfer kemeriahan acara. Suasana ramai tapi belum tentu diimbangi keuntungan sepadan.

Guna mengakali sepi penonton, promotor juga bisa menempuh cara banting harga dan menawarkan promosi, supaya tiket konser tetap laku dibeli. Bagaimana pun promotor paling tidak harus balik modal, karena biaya mengundang artis selain perlu modal besar, sang artis kadang sulit diajak negosiasi terkait riders dan jadwal.

Segmen pasar konser musik terbuka tapi terbatas (sumber: eventindustrynews.com)
Segmen pasar konser musik terbuka tapi terbatas (sumber: eventindustrynews.com)

Strategi lainnya adalah menyediakan segmentasi harga, menjual tiket kelas ekonomi, VIP, hingga ultra-fans. Bundling merchandise dan mencari partisipasi sponsor, upaya monetisasi lebih dari sekadar tiket. Lokasi lebih kecil untuk konser lokal agar okupansi tetap penuh, biaya terkendali. Serta membuka  pre sale untuk menentukan konser layak diselenggarakan dengan kapasitas sebesar apa.

Terlepas dari lika-liku itu semuanya, tidak bisa disangkal kalau menyaksikan musisi kegemaran kita langsung di depan mata sendiri merupakan pengalaman seru dan menyenangkan. Tertarik nonton konser?

***

Ozzy Osbourne dan Black Sabbath memiliki banyak penggemar, dan entah berapa ribu kali mereka sudah tampil di atas panggung. Yang jelas, sebagai musisi besar mereka selalu hati-hati menentukan jadwal konser, tidak hanya melihat kerumunan, tapi dengan jeli lihat siapa yang benar-benar beli dan berapa lama antusiasmenya bisa bertahan.

Tak lama setelah konser Back to the Beginning selesai dihelat, sang legenda Ozzy Osbourne berpulang pada 22 Juli 2025. Dunia musik berduka, penampilannya di konser itu benar-benar menjadi panggung terakhir, mengakhiri catatan perjalanan karirnya sebagai musisi heavy metal, see you on the other side Ozzy.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun