Tahun 490 S.M. Yunani memenangkan pertempuran dengan bangsa Persia, seorang prajurit Yunani bernama Pheidippides ditugaskan menyampaikan kabar kemenangan tersebut, maka ia pun berlari dari kota Marathon ke Athena sejauh 40 kilometer untuk memberitahukan bahwa Persia sudah takluk. Pheidippides lari, itu asal lari marathon, cabang olahraga masterpiece bagi para pelari.
Lari pada dasarnya olahraga yang sederhana, namun pengaruh media sosial meningkatkan popularitas olahraga, muncul berbagai komunitas dan ajang lari. Publikasi yang berlebihan tersebut seolah menjadi hype, yang akhirnya mendorong masyarakat tidak hanya sekadar berolahraga namun menjadi ajang bersosialisasi dan bergaya.
Lari, Dari Olahraga Sederhana Menjadi Hype
Pelari ada 2 kategori, yaitu pertama kategori professional atau atlet, golongan ini tidak perlu diperdebatkan lagi eksistensinya, karena mereka pelari sungguhan. Golongan kedua adalah pelari yang melakukannya karena hobi, itu  pun terbagi lagi pelari yang rutin latihan dengan tujuan olahraga  dan ada juga pelari musiman, mereka ini jenis pelari yang ikut tren.
Tren lari muncul semenjak para penggiat hobi lari membentuk komunitas, di sini terbentuk ruang komunikasi dan menjelma menjadi pergaulan sosial, lambat laun membentuk simbol sosial. Kemudian semenjak berbagai ajang lari bermunculan karena melihat peluang, tren olahraga lari ikut menanjak peminatnya.
Sebetulnya olahraga merupakan aktivitas positif, menyehatkan jiwa, banyak pelari non atlet yang prestasinya cukup bagus, pelari kategori ini berpartisipasi ajang lari karena ingin meraih prestasi, menguji hasil latihan rutin, atau memang sekadar berolahraga. Mereka turut menjadi katalisator atau penggerak lari semakin digemari.
Cuan, Lari Jadi Ladang Bisnis
Semarak ajang lari pada akhirnya beralih rupa menjadi ladang cuan, para promotor dan event organizer (eo) beramai-ramai menggelar ajang lari. Mendadak semua jadi pelari. Langkah para pencari cuan ini tentu dikarenakan, bisnis lari menggiurkan, peserta cari keringat penyelenggara cari cuan.