Mohon tunggu...
andry natawijaya
andry natawijaya Mohon Tunggu... Konsultan - apa yang kutulis tetap tertulis..

good.morningandry@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Waduh! Pertumbuhan Kredit Lesu

29 Oktober 2019   16:23 Diperbarui: 30 Oktober 2019   07:40 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Publik lebih mengenal nama Mark Twain ketimbang Samuel Langhorne Clemens (1835-1910), padahal keduanya adalah orang yang sama, nama pena Mark Twain menjadi semacam identitas jaminan atas buku-buku karangannya. 

Semasa muda Mark Twain pernah berkelana berkeliling Amerika Serikat selama 7 tahun, mengalami demam emas dan bertemu dengan kerasnya kehidupan di zaman wild west. 

Kelak masa perjalanannya itu diikhtisarkan dalam sebuah buku berjudul Roughing It. Lucunya Mark Twain pernah menyentil perilaku para bankir Amerika. "The only people that a bank will loan money to is the very people who don't need it."

Loan atau pinjaman alias kredit merupakan produk perbankan yang lazim ditemui, kredit adalah salah satu fungsi utama sistem perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan, masyarakat menyimpan uang kemudian bank menyalurkan dana atas simpanan tersebut kepada pihak yang membutuhkan atau nama lainnya adalah debitur.

Pada prinsipnya bank memang merupakan bagian dari sistem ekonomi di negara mana pun, sebagai lembaga keuangan yang memberikan kredit, pertumbuhan perbankan menjadi salah satu tolok ukur kondisi perekonomian. Bank memang menjembatani antara pihak penyimpan dan peminjam uang. Dan hal serupa juga terjadi di Indonesia.

Di tengah terpaan pelambatan ekonomi serta baying-bayang ancaman resesi global, pada tahun 2018 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,17%, naik jika dibandingkan pencapaian 2017 sebesar 5,07%.  

Sebetulnya pencapaian tersebut meleset jika dibandingkan harapan awal pemerintahan Presiden Joko Widodo yang pernah membidik pertumbuhan ekonomi di kisaran 7%.

Dan tahun 2019 masih menjadi tahun sulit bagi Indonesia untuk melebihi rasio pertumbuhan ekonomi 5%, kondisi ekonomi yang serba sulit juga dirasakan di kalangan perbankan, khususnya di bidang kredit.

Apa Kabar Pertumbuhan Kredit Perbankan?
Lesu, demikian jawaban rekan bankir. Keadaan ekonomi sesuai Pemilu 2019 ternyata belum terlalu menggeliat. Jika mengacu kepada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pertumbuhan kredit Agustus 2019 secara year on year (yoy) adalah  8,59%, turun jika dibandingkan Juli 2019 yoy 9,58%. 

Kondisi ini sebagai dampak dari menurunnya portofolio redit korporasi.

Kredit korporasi pada dasarnya adalah kredit yang ditujukan untuk segmentasi debitur dengan kebutuhan dana cukup besar. Dan debitur kategori ini menjadi penopang utama pertumbuhan portofolio kredit.

Tentunya turunnya kredit memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja bisnis bank, dalam hal ini adalah pendapatan bunga karena menjadi komponen untuk menentukan laba rugi bank. Semakin besar jumlah kredit yang terealisasi maka pendapatan bunga juga akan semakin besar, demikian sebaliknya.

Penyaluran kredit memasuki awal periode semester 2 pada Juli 2019 masih terseok, data Bank Indonesia mencatat sektor ekonomi yang selama ini menjadi tumpuan kontribusi pertumbuhan kredit turut lesu, yaitu Industri Pengolahan, Konstruksi serta Perdagangan Besar dan Eceran. Dan patut menjadi perhatian pula jika ketiga sektor menjadi tumpuan utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Ilustrasi: newsmax.com
Ilustrasi: newsmax.com
Sampai periode September 2019, Industri Pengolahan menurun menjadi 49,3% dari periode Juni 2019 sebesar 55,2%. Perdagangan Besar dan Eceran turut turun dari 39,5% di Juni 2019 menjadi 17,2% September 2019. Sedangkan Konstruksi mencapai 35,9% juga menurun dari 67,9%  di Juni 2019.

Proyeksi pertumbuhan kredit pada Desember 2019 akan mencapai 9,7%, kondisi ini menggambarkan sedikit rasa pesimis karena sebelumnya perbankan memperkirakan pencapaian kredit di tahun 2019 akan mencapai 11,2% yoy.

Mengapa Pertumbuhan Kredit Melambat?
Pertumbuhan kredit terhambat karena rendahnya permintaan kredit kategori korporasi, tetapi jika ditinjau lebih dalami faktor penyebab pelambatan pertumbuhan kredit terjadi karena faktor eksternal dan juga internal.

Faktor Eksternal

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Cina (RRC) membuat banyak pelaku usaha pada akhirnya ikut terkena dampak, karena banyak perusahaan besar di Indonesia memiliki keterkaitan hubungan bisnis dengan kedua negara tersebut, akibatnya aktivitas perdagangan ekspor impor terbawa arus pelemahan ekonomi global.

Ilustrasi: nytimes.com
Ilustrasi: nytimes.com
Akibat utama dari perang dagang di antara AS dan RRC adalah saling balas mengenakan tarif masuk barang antar negara tersebut, tetapi karena hubungan serta jaringan bisnis mereka telah menyebar secara global, dampaknya terasa di seluruh dunia, RRC pun mengalami kemandekan pertumbuhan ekonomi sejak 30 tahun terakhir.

Masih dari efek global, keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau peristiwa Brexit turut menambah runyamnya ekonomi dunia. Uni Eropa (UE) selaku kekuatan ekonomi setelah AS dan RRC masih mengalami trauma pasca krisis ekonomi 2008, dan pada tahun 2016 ternyata Inggris selaku salah satu kekuatan ekonomi UE memutuskan pisah dari UE. Bahkan di tahun 2019, dikabarkan ekonomi Jerman mulai lesu akibat ketidakpastian global.

Faktor Internal

Memasuki tahun politik yaitu tahun 2019, perekonomian Indonesia sempat agak tersandera oleh pengaruh kondisi sosial politik yaitu adanya Pemilu 2019, namun pasca Pemilu ternyata gonjang-ganjing politik masih menjadi arus yang ikut menggoyang stabilitas ekonomi nasional. 

Dan para pelaku usaha masih menantikan langkah konkret pemerintah guna memperbaiki pertumbuhan ekonomi yang masih terpaku di angka 5%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5% memang berada di atas pertumbuhan ekonomi global yang hanya mencapai 3%, namun kondisi ini tidak serta merta terasa mulus untuk dunia usaha dalam negeri.

Ilustrasi: diversityq.com
Ilustrasi: diversityq.com
Kondisi ekonomi Indonesia masih belum terlalu menggembirakan, indikatornya dapat dilihat dari tren daya beli masyarakat seperti konsumsi rumah tangga yang terkesan lebih selektif dalam membeli barang serta kebutuhan juga tutupnya gerai ritel di beberapa tempat.

Invetasi yang digadang-gadang dapat menggerakan perekonomian ternyata tidak terlalu terasa untuk mendongkrak daya beli dan konsumsi. 

Hal tersebut disinyalir investasi yang masuk ke Indonesia banyak menggarap industri padat modal, bukan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja masyarakat. sehingga pertumbuhan indutstri manufaktur tergolong sepi. Hal itu menjadi efek domino kepada kekuatan daya beli dan konsumsi masyarakat.

Solusi Bagi Perbankan

Pertumbuhan kredit korporasi sepanjang tahun 2019 masih didominasi oleh aktivitas pembangunan dari Pemerintah, terutama terkait pengadaan infrastruktur. Sementara kalangan swasta kontribusinya tergolong lebih sedikit.

Tentunya ini bukan kondisi menggembirakan bagi perbankan, perlu upaya untuk menanggulangi agar kondisi ini berlarut-larut. Karena bagaimana pun pertumbuhan perbankan terkait dengan kondisi positif atau negatif iklim usaha di Indonesia.

Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan menjadi 5%, tentunya hal ini diharapkan menjadi pendorong pertumbuhan kredit. Pihak swasta bisa mendapatkan keringanan dari biaya bunga kredit, dan tren penurunan suku bunga diprediksi akan berlanjut.

Ilustrasi: id.techinasia.com
Ilustrasi: id.techinasia.com
Untuk mendorong kenaikan konsumsi rumah tangga, Bank Indonesia juga memberikan kelonggaran terkait dengan berkurangnya kebijakan Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV), kebijakan tersebut berkaitan dengan penyediaan uang muka untuk kebutuhan KPR dan kredit kendaraan.

Sementara bagi bank, perlu upaya lebih serius untuk menetapkan arah bisnis ke depan. Rencana Bisnis Bank perlu dikaji lebih dalam segmen pasar potensial seperti apa yang memungkinkan untuk mendorong pencapaian kinerja kredit secara optimal.

Dalam kondisi lambatnya pertumbuhan kredit korporasi, dibutuhkan kejelian para bankir melirik segmen lain seperti konsumsi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang masih potensial. 

Bank juga dapat mendorong fee based income guna menambah keuntungan, melalui layanan seperti mobile banking atau fokus menggarap pasar cerukan.

Bank juga perlu mewaspadai peningkatan kredit bermasalah. Rasio kredit bermasalah pada Agustus 2019 mencapai 2,60% dari batas maksimal 5%, tetapi upaya menjaga pertumbuhan kredit yang sehat melalui mekanisme analisis dan serta manajemen risiko kredit masih perlu dijaga. 

Upaya lainnya adalah mengantisipasi para debitur yang berpotensi wanprestasi.

Media pasar obligasi pun dapat menjadi pilihan, hanya saja untuk opsi ini kondisi harga obligasi cenderung stagnan dan yield nya tidak sebesar keuntungan dari kredit pada umumnya.

Di sisi lain bank juga tetap perlu mengusahakan efisiensi dan mengukur efektivitas organisasi, sumber daya manusia berikut infrastruktur pendukung, terutama terkait unit kerja bisnis, agar dapat mendongkrak kinerja bank.

Prospek Perkreditan di Tahun 2020
Diharapkan perkreditan tahun 2020 dapat mencapai 11%-13%. Hal ini seiring dengan visi dan misi Pemerintah yang bertekad untuk tetap mengupayakan penguatan ekonomi nasional. 

Pembangunan infrakstruktur, Sumber Daya Manusia serta proyek pengembangan dan pembenahan sektor pariwisata menjadi angin segar bagi dunia usaha secara umum.

Ilustrasi: aksi.id
Ilustrasi: aksi.id
Sentimen perang dagang AS dan RRC walaupun masih naik turun masih memiliki prospek jika dapat dimanfaatkan pemerintah, tentunya dengan menggaet investasi yang keluar dari kedua negara itu. 

Dan ini masih menjadi pekerjaan banyak pihak untuk memperbaiki daya tarik investasi agar Indonesia dapat lebih bersaing di kawasan Asia.

***

"Que sera sera. Whatever will be, will be. The future's not ours to see. Que sera sera. What will be, will be."  Demikian senandung lirik Doris Day (1922-2019), ungkapan bahwa kita tidak pernah mengetahui secara pasti seperti apa masa depan.

Namun tetap harus optimis serta bekerja keras agar masa depan bukan hanya menjadi suatu ketidakpastian semata, melainkan sebuah prospek yang dihadapi dengan persiapan rencana yang matang serta strategi mumpuni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun