Mohon tunggu...
Andri Yudhi Supriadi
Andri Yudhi Supriadi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Alumnus Kampus Statistik Otista, Kampus Terbuka Pondok Cabe dan Kampus Ekonomi Salemba/Depok

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sinergi Penerapan PP Disiplin PNS

18 September 2021   12:28 Diperbarui: 18 September 2021   12:39 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih menjadi dambaan banyak penduduk Indonesia. Dengan jumlah pengangguran di Indonesia, menurut Survei Angkatan Kerja Nasional/Sakernas, sebanyak 8,75 juta di periode Februari 2021 (Sumber: BPS) serta jumlah pelamar CPNS 2021 sebanyak 3,48 juta (Sumber: Kompas) dapat disimpulkan bahwa 4 dari 10 pengangguran di Indonesia sangat berharap untuk menjadi PNS. Disisi lain, profesi PNS juga menjadi profesi idaman banyak orang tua sebagai calon menantu karena dianggap mampu memberikan jaminan kesejahteraan. Tidak mengherankan jika jumlah pelamar CPNS senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Hingga periode Desember 2020, jumlah PNS di seluruh Indonesia mencapai 4,17 juta dengan alokasi belanja gaji dan tunjangan pada RAPBN 2022 mencapai Rp266,41 triliun. Dengan alokasi belanja sebanyak itu, sudah sewajarnya jika PNS dituntut untuk berkinerja baik dan menghapus stigma negatif yang terlanjur melekat selama bertahun-tahun.

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 31 Agustus 2021, perilaku PNS ke depan sudah selayaknya berubah. Diharapkan stigma negatif PNS malas/suka bolos, kurang berkinerja dan produktivitas rendah secara drastis dapat diubah dalam periode yang tidak terlalu lama. Koq bisa? Mengapa tidak, karena PP di atas sudah secara tegas dan jelas menjelaskan konsekuensi yang akan diterima bagi para PNS yang tidak disiplin.

Pasal 9(ayat 2 point b angka 1-3) hukuman disiplin ringan berupa teguran lisan bagi PNS tidak masuk kerja tanpa alas an yang sah secara kumulatif selama 3 (tiga) hari kerja dalam 1 (satu) tahun dan teguran tertulis untuk kumulatif 4 (empat) sampai 6 (enam) hari kerja selama 1 (satu) tahun serta pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 7 (tujuh) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja dalam 1 (satu) tahun.

Apabila hukuman disiplin ringan/teguran belum mampu membuat jera yang bersangkutan maka pasal 10 (ayat 2 point f angka 1-3) sudah mengatur hukuman disiplin sedang yang lebih bersifat moneter berupa pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25%. Bagi PNS yang mangkir secara kumulatif selama 11 (sebelas) sampai 13 (tiga belas) hari kerja dalam 1 (satu) tahun diberikan potongan tunjangan kinerja selama 6 (enam) bulan. Potongan selama 9 (Sembilan) bulan diberikan bagi yang mangkir secara kumulatif selama 14 (empat belas) sampai 16 (enam belas) hari kerja selama 1 ( tahun). Terakhir potongan selama 12 (dua belas) bulan diberikan bagi yang mangkir secara kumulatif selama 17 (tujuh belas) sampai 20 (dua puluh) hari kerja selama 1 ( tahun).

Apabila hukuman disiplin sedang masih dianggap angin lalu, maka hukuman disiplin berat sudah menanti seperti yang diatur pada pasal 11 (ayat 2 huruf d angka 1-4). Hukuman yang diberikan mulai dari penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas bulan); pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 (dua belas bulan); hingga pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. Hukuman disiplin berat ini diberikan bagi PNS yang mangkir secara kumulatif selama 1 (satu) tahun untuk periode 21 (dua puluh satu) sampai 24 (dua puluh empat) hari kerja, 25 (dua puluh lima) sampai 27 (dua puluh tujuh) hari kerja, 28 (dua puluh delapan) hari kerja serta bagi yang mangkir 10 (sepuluh) hari kerja secara terus menerus.

Dengan punishment yang telah diatur secara tegas dan jelas seperti di atas, tidak alasan bagi PNS untuk bolos/mangkir, malas dan tidak berkinerja baik mengingat konsekuensi berat yang harus ditanggung apabila melanggar. Namun demikian aturan tinggal aturan jika Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) selaku pejabat yang berwenang tidak menjalankan perannya sesuai arahan PP di atas. Semoga semua bisa bersinergi sesuai dengan perannya masing, demi mewujudkan PNS yang Professional, berIntegritas, dan Amanah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun