Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Paradoks Ship of Theseus: "Kapal Diri" dalam Menavigasi Perubahan serta Transformasi Identitas Pribadi

23 September 2025   07:00 Diperbarui: 23 September 2025   01:39 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia yang terus bergerak, perubahan adalah satu-satunya hal yang pasti. Kita tumbuh, belajar, terluka, jatuh, lalu bangkit kembali. Di sepanjang perjalanan itu, sering muncul pertanyaan: “Apakah saya masih orang yang sama dengan diri saya di masa lalu?” Pertanyaan ini terasa sederhana, tetapi jawabannya tidak sesederhana itu.

Filsafat kuno sebenarnya sudah lama memikirkan hal ini melalui sebuah paradoks yang dikenal sebagai Ship of Theseus atau Kapal Theseus”. Dalam konteks Indonesia, kita bisa menyebutnya sebagai kapal diri", sebuah metafora tentang siapa kita sebenarnya, bagaimana kita berubah, dan apa yang tetap bertahan di tengah arus kehidupan.

Artikel ini akan mengajak Anda memahami teori Ship of Theseus, mengaitkannya dengan identitas pribadi, lalu merefleksikan bagaimana kita bisa menavigasi perubahan tanpa kehilangan arah.

Apa Itu Paradoks Ship of Theseus?

Paradoks Ship of Theseus diceritakan oleh filsuf Yunani kuno, Plutarch. Ia menuliskan tentang kapal milik pahlawan legendaris Theseus yang dijaga oleh warga Athena. Setiap kali papan atau bagian kapal membusuk, mereka menggantinya dengan yang baru. Hingga pada suatu titik, seluruh bagian kapal sudah diganti.

Pertanyaannya:

" Apakah kapal itu masih kapal yang sama? "

Beberapa abad kemudian, filsuf Thomas Hobbes menambahkan lapisan baru pada dilema ini. Ia berandai-andai, bagaimana jika bagian-bagian kapal lama yang sudah diganti disusun kembali menjadi kapal kedua? Mana yang asli, kapal yang terus diperbarui, atau kapal yang dirakit dari bagian lama?

Paradoks ini menantang cara kita memandang identitas, keberlanjutan, dan keaslian. Ia tidak hanya relevan untuk benda mati seperti kapal, tapi juga untuk manusia, karena kita juga terus berubah seiring waktu.

Kapal Diri: Metafora untuk Identitas Pribadi

Bayangkan diri Anda sebagai kapal. Sejak lahir, Anda memiliki struktur awal: tubuh, nama, keluarga, budaya, dan nilai-nilai dasar. Seiring berjalannya waktu, satu per satu bagian dari “kapal diri” itu berganti.

* Pendidikan mengubah cara berpikir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun