Sejarah manusia selalu penuh dengan misteri. Setiap kali para arkeolog menemukan artefak baru, seakan ada serpihan besar dari puzzle masa lalu yang tiba-tiba tersingkap. Salah satu temuan terbaru yang mengejutkan dunia datang dari Situs Calio di Sulawesi Selatan.Â
Di sana, para peneliti menemukan tujuh alat batu yang berusia antara 1,04 hingga 1,48 juta tahun. Angka ini jelas bukan sekadar detail teknis, melainkan sebuah fakta yang mengubah cara kita memahami jalur migrasi manusia purba di Asia Tenggara.
Sebelum penemuan ini, banyak ahli beranggapan bahwa Wallacea, wilayah kepulauan yang mencakup Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara, baru dihuni manusia sekitar ratusan ribu tahun lalu. Namun, alat-alat batu dari Calio justru memperlihatkan bahwa jejak manusia di wilayah ini jauh lebih tua dari perkiraan.Â
Temuan ini bahkan memunculkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya pembuat alat batu itu, dan bagaimana mereka bisa sampai di sebuah pulau yang tidak pernah terhubung dengan daratan Asia?
Apa yang Ditemukan di Situs Calio?
Situs Calio yang terletak di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, awalnya hanyalah lokasi biasa dengan lapisan sedimen kuno. Namun, saat tim peneliti gabungan dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), Griffith University, dan University of Wollongong melakukan penggalian, mereka menemukan sesuatu yang luar biasa.
Di lapisan tanah yang sama dengan fosil babi purba bernama Celebochoerus heekereni, para peneliti menemukan tujuh alat batu yang dibuat dari rijang (chert). Batu rijang digunakan karena keras dan menghasilkan pecahan tajam.Â
Keberadaan fosil hewan purba ini sangat penting, karena membantu mengidentifikasikan usia lapisan tempat artefak ditemukan, yakni lebih dari 1 juta tahun lalu.
Jika dibandingkan dengan temuan sebelumnya di Sulawesi yang hanya berusia sekitar 194.000 tahun, maka alat batu dari Calio ini adalah artefak tertua yang pernah ditemukan di pulau tersebut. Hal ini menjadikan Sulawesi salah satu titik penting dalam peta arkeologi dunia.
Teknik Pembuatan Alat: Bukti Kecerdasan Awal
Alat-alat batu di Calio bukan sekadar pecahan acak. Para arkeolog menemukan bahwa artefak ini dibuat dengan teknik pengelupasan perkusi, salah satu cara di mana batu inti dipukul dengan batu lain sehingga menghasilkan serpihan tajam yang bisa digunakan sebagai pisau atau alat potong.
Bahkan, salah satu serpihan menunjukkan adanya retouch, yaitu penajaman ulang sisi alat agar tetap tajam setelah digunakan. Hal ini menandakan bahwa pembuatnya memiliki logika praktis: mereka tahu bagaimana cara menjaga fungsi alatnya.