Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karinding: Alat Musik Tradisional Sunda yang Penuh Filosofi dan Sejarah Panjang

14 Agustus 2025   07:00 Diperbarui: 13 Agustus 2025   20:16 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Mengenal Karinding, Alat Musik Tradisional Khas Sunda | (www.biem.co)

Bagi masyarakat Sunda, karinding bukan sekadar alat musik tradisional, ia adalah simbol spiritualitas, identitas budaya, dan tradisi yang telah bertahan lebih dari enam abad. Terbuat dari bilah bambu atau pelepah pohon aren, suara karinding berdengung khas yang tidak hanya memikat telinga, tetapi juga menggetarkan makna di balik setiap getarannya.

Suara lembut karinding seakan membawa pendengarnya kembali pada suasana pedesaan yang tenang, di mana angin berhembus di antara batang padi, suara jangkrik menghiasi malam, dan manusia hidup selaras dengan alam. Bagi masyarakat Sunda, karinding adalah refleksi hubungan yang harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Dalam tulisan ini, kita akan menyelami sejarah panjang karinding, filosofi yang terkandung di dalamnya, hingga bagaimana ia terus beradaptasi di era modern tanpa kehilangan jati diri.

Sejarah Panjang Karinding: Dari Sawah ke Panggung Budaya

Karinding diperkirakan telah ada lebih dari 600 tahun, menjadikannya salah satu alat musik tertua dalam tradisi Sunda, bahkan lebih tua dari kecapi yang kini lebih dikenal sebagai ikon musik Sunda.

Awalnya, karinding digunakan oleh para petani di wilayah Priangan dan Banten sebagai "senjata suara” untuk mengusir hama di sawah. Getaran ultrasonik yang dihasilkan diyakini mampu mengganggu pendengaran serangga seperti wereng dan belalang. Dengan demikian, karinding bukan hanya alat musik, tetapi juga bagian dari kearifan lokal dalam menjaga tanaman.

Selain fungsinya yang praktis, karinding menjadi teman setia petani saat menjaga ladang. Sambil menunggu malam berganti pagi, mereka memainkan karinding untuk mengusir rasa kantuk dan rasa sepi. Alunan nadanya sederhana, tetapi membawa kehangatan yang mengikat manusia dengan lingkungannya.

Menariknya, “karinding” diyakini berasal dari frasa Ka Ra Da Hyang yang berarti “iringan doa kepada Yang Maha Kuasa.” Hal ini mengindikasikan bahwa sejak awal, karinding mengandung dimensi spiritual yang kuat, ia adalah suara doa yang dibungkus dalam harmoni alam.

Filosofi Mendalam di Balik Karinding

Bagi masyarakat Sunda, karinding tidak hanya menghasilkan bunyi. Ia merupakan pesan dan ajaran hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ada tiga nilai utama yang menjadi landasan filosofi karinding:

1. Yakin – Keyakinan terhadap kekuatan spiritual dan diri sendiri

Setiap bunyi karinding dimainkan dengan penuh kesadaran. Getaran yang dihasilkan dianggap sebagai doa, sebuah penghubung antara manusia dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya. Keyakinan ini menjadi dasar bahwa segala hal bermula dari niat yang tulus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun